webnovel

Seal The Witch's Magic

Cerita ini hanyalah fiksi/fiktif(tidak nyata) Blurb: Riro dan Nalia. Mereka berdua adalah Yinhir dan Yanghir, penyihir dengan kekuatan istimewa yang berbahaya. Kesamaan di antara mereka membuat Riro dan Nalia menjadi dekat. Setelah melalui serangkaian peristiwa, keduanya harus menghadapi organisasi yang mengincar mereka, yaitu Red Goat.

Raya111 · Fantasy
Not enough ratings
23 Chs

Ch. 8 - Riro dan Darwo

Riro membalikkan badannya. Seorang kakek berkumis dan berambut uban terlihat. Dia mengenakan celana training dan kaos hitam lengan panjang. Meskipun sudah tua, tubuhnya terlihat kekar.

"Kakek Darwo?" Riro menaikkan alisnya.

"Hahahaha! Halo Riro!"

....

Darwo mentraktir Riro makan dan minum di warung mie ayam. Riro tidak tahu alasan Darwo melakukan ini. Tapi dia tidak peduli, yang penting bisa makan dan minum gratis.

"Riro, menurutmu Nalia itu orangnya seperti apa?" tanya Darwo.

"Yah ... dia gadis yang dingin. Saat aku tersenyum padanya di sekolah tadi, dia tidak membalas senyumanku. Sungguh, dia orang yang cukup menyebalkan." Riro terlihat kesal saat membicarakan Nalia. Darwo tertawa lantang melihatnya.

"Hahahaha! Benarkah? Tapi kenapa kau terlihat peduli sekali padanya?"

Riro menelan mie ayamnya sebelum menjawab. "Dulu aku punya teman bernama Liona. Dia Yinhir juga, sama seperti Nalia. Dia gadis yang baik, tapi nasib buruk menimpanya karena ketidakmampuannya dalam mengendalikan sihir. Aku tidak ingin Nalia senasib dengan Liona, karena itulah aku ingin membantunya."

Darwo menyimak dengan baik. Dia tidak mempertanyakan nasib buruk apa yang menimpa Liona.

"Nalia sekarang ingin kembali mencoba melatih pengendaliannya. Aku sangat senang saat mendengarnya. Ini semua berkatmu, terima kasih banyak. Padahal kau baru bertemu dengannya kemarin, tapi sudah memberikan bantuan yang besar untuknya."

"Sudahlah, tidak perlu berterima kasih sampai seperti itu. Sungguh, saat serius, Kakek terlihat sangat berbeda. Aku lebih suka Kakek Darwo yang selalu 'hahahaha' dan bersikap gaul kepadaku."

Darwo mengernyitkan dahinya. "Hei apa itu tadi? Kenapa 'hahahaha'nya lesu begitu? Harusnya 'hahahaha'nya tuh seperti ini. Hahahaha!" Darwo tertawa lantang di akhir.

"Terserah deh."

Riro dan Darwo menghabiskan makanan mereka, lalu meminum es teh manis sedikit-sedikit. Mereka berdua belum pulang, masih mengobrol.

"Hehehehe. Riro, tipe wanita yang kau sukai seperti apa? Aku penasaran."

Riro bertopang dagu. Dia tidak berniat pacaran dan umurnya masih belum cukup untuk menikah. Jadi Riro tidak pernah memikirkan ini dengan serius.

"Jangan-jangan kau tidak punya." Darwo terlihat kecewa.

"Ya ... soalnya aku tidak berniat pacaran. Jadi aku tidak pernah memikirkan ini dengan serius." Riro menjawab sambil menggaruk pipi kanannya dengan satu jari.

"Ya sudahlah. Lalu bagaimana dengan Nalia? Jika dia menyukaimu, apa kau mau menjadi pacarnya? Aku merestuimu lo." Darwo tersenyum lebar, dia menggoda Riro.

Lelaki berambut coklat itupun membayangkan rupa Nalia.

Nalia memang gadis yang sangat cantik dan anggun, tapi sifatnya sedingin es. Dia juga jarang tersenyum dan tidak ramah pada siapapun. Riro tidak membencinya, tapi dia sedikit kesal dan merasa kasihan kepadanya.

Riro selalu berusaha bersikap ramah dan hangat pada Nalia. Tapi tetap saja, gadis itu selalu dingin. Membalas senyuman saja tidak mau, padahal Riro sangat peduli padanya.

"Kakek, aku dan Nalia baru berteman kemarin lo. Jadi tidak mungkin ada rasa cinta di antara kami berdua. Jika dia menembakku, aku akan menolaknya karena aku tidak berniat pacaran sama sekali. Aku ingin langsung menikah saat dewasa."

"Oh, jadi kau tidak mau jadi pacar Nalia tapi mau jadi suaminya?"

"Bukan begitu!"

Riro kesal sampai sebelah matanya berkedut-kedut, sementara Darwo terkekeh karena menganggap reaksi Riro sangat lucu.

Mereka berdua kembali minum es teh, tapi tidak sampai habis. Kemudian mereka lanjut mengobrol dengan topik yang berbeda.

"Kakek, aku penasaran. Di antara semua anggota Keluarga Mawar Merah, mana yang paling hebat dalam ilmu sihir?" tanya Riro.

"Hohoho. Kalau soal itu tentu saja Istriku yang paling hebat!" Darwo mengatakan itu sambil membusungkan dadanya. Dia terlihat sangat bangga.

"Benar juga, aku belum pernah melihat istrimu Kek. Namanya siapa? Sihir apa saja yang ia miliki?"

Darwo mengelus-ngelus janggutnya. Dia merasa antusias menjelaskan kehebatan istrinya itu. "Nama istriku adalah Sri Wilona. Panggilannya Lona. Dia menguasai sihir elemen api, elemen bumi, elemen air, sihir ilusi, sihir penyembuhan dan lain-lain. Di antara semua sihir yang ia miliki, ada satu sihir rahasia yang sangat langka. Hanya beberapa orang saja yang memiliki sihir itu di dunia ini dan Lona adalah salah satunya! Sihir itu adalah ...."

Darwo mendekatkan mulutnya ke telinga Riro dan berbisik. "Sihir pertukaran nyawa."

Riro sangat terkejut mendengarnya, tidak menyangka ada sihir seperti itu di dunia ini. Awalnya dia tidak percaya, namun setelah melihat wajah tanpa kebohongan dari Darwo, lelaki itupun mempercayainya meskipun masih sedikit ragu.

"Lona ada di wastu Keluarga Mawar Merah. Kemarin kau tidak bertemu dengannya karena dia sedang tidur." Setelah mengatakan itu, raut wajah Darwo berubah. Dia menundukkan kepalanya sambil merasa sedih. "Saat ini, dia sudah bukan penyihir lagi. Kutukan yang ia terima dari pertempuran di masa lalu membuatnya tidak bisa menggunakan sihir."

Riro ikut merasa sedih. Meskipun ia penasaran dengan penyihir yang memberikan kutukan itu, dia tidak bertanya lebih lanjut karena tidak ingin memperburuk suasana.

Keheningan menimpa mereka berdua selama beberapa waktu. Riro ingin membuat Darwo kembali ceria, tapi dia bingung apa yang harus ia katakan.

"Hahahaha!"

Tiba-tiba Darwo mengangkat kepalanya dan kembali ceria. Riro mengernyitkan dahi, heran karena Darwo yang tertawa tiba-tiba. 'Ada apa dengan Kakek ini?' ucapnya dalam hati.

"Maaf-maaf! Aku malah curhat kisah yang menyedihkan kepadamu!" Darwo menepuk-nepuk pundak Riro sambil tertawa.

"Tidak masalah," balas Riro dengan senyuman canggung.

Setelah membicarakan Sri Wilona, Riro dan Darwo menghabiskan es teh mereka. Setelah membayar, keduanya keluar dari warung mie ayam.

"Senang mengobrol denganmu Riro! Lain kali ayo kita mengobrol lagi!"

"Ya! Jaga kesehatanmu Kakek! Terima kasih atas traktirannya!"

"Sama-sama!"

Darwo dan Riro saling melambaikan tangan. Keduanya tersenyum satu sama lain, lalu pulang ke rumah mereka masing-masing.

....

Setelah tiba di rumahnya, Riro langsung berganti pakaian lalu berbaring di atas kasur. Saat beristirahat, dia tiba-tiba teringat dengan buku hitam yang ia temukan.

Riro menatap rak buku, kemudian dia berdiri dan mengambil buku hitam itu dari sana. Dia membuka beberapa halaman dan membaca beberapa kalimat.

"Aku masih tidak menyangka ada sihir seperti ini. Buku ini sangat berbahaya jika jatuh ke tangan orang lain. Aku harus menjaganya dan mengembalikan buku ini kepada pria berjaket hitam yang menabrakku waktu itu."

Riro menutup buku tersebut. "Sebenarnya, siapa sih pria berjaket hitam itu? Sayang sekali aku tidak melihat wajahnya karena hoodie yang ia kenakan. Dia teledor banget jatuhin buku ini."

Riro menatap bagian luar buku tersebut selama beberapa saat. Tidak ada gambar maupun tulisan pada sampulnya, yang ada hanyalah warna hitam pekat.

"Hm ... bagaimana jika aku mempelajari sihir yang tertulis di buku ini?"