Nalia menutup mulutnya dengan kedua mata yang melebar. Riro sudah menceritakan masa lalu yang tidak ingin dia ceritakan. Dia harus melakukan ini agar Nalia mau berusaha mengendalikan sihir dan tidak mengalami nasib yang sama dengan Liona.
"Kau memiliki kekuatan sihir yang luar biasa Nalia. Kekuatan itu dapat menyakiti orang lain, namun juga bisa digunakan untuk menyelamatkan orang lain."
Nalia merenung. Dia memikirkan masalahnya lebih dalam.
"Hahhh ... sudah lama aku tidak berbicara seserius ini. Seperti bukan diriku saja." Riro sedikit tertawa setelah mengatakan itu.
Riro akhirnya berdiri. Sebelum pergi dari wastu ini, dia memberi pesan kepada Nalia. "Pikirkanlah baik-baik. Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan. Bisa saja nanti kau mengalami nasib yang sama dengan mendiang temanku itu. Aku dan keluargamu tidak ingin melihatmu menderita. Baiklah, itu saja yang ingin kusampaikan." Setelah mengatakan itu Riro pulang ke rumahnya.
....
Hari telah berganti.
Sebelum berangkat sekolah, Riro mandi, ganti pakaian, dan sarapan. Setelah itu ia berangkat ke sekolah tiga puluh menit sebelum jam pelajaran dimulai. Karena jarak sekolahnya tidak jauh dari rumah, Riro pun pergi dengan berjalan kaki.
Seragam yang Riro gunakan hari ini sama seperti kemarin. Setelah sampai di kelas, Riro langsung duduk di tempat duduknya yang terletak di sudut kelas, di samping jendela.
Riro bertopang dagu dan mengamati seisi kelas. Beberapa menit kemudian, si jamet datang menghampirinya.
"Yo Riro. Apa kabs."
"Baik."
Wahyu langsung duduk di kursi yang terletak di depan meja Riro. Dia duduk secara terbalik dan memeluk bagian sandaran kursi tersebut.
"Riro, aku tadi mendengar gosip yang menarik. Mau tahu nggak?"
"Nggak."
"Jadi begini, saat aku baru datang ke sekolah, aku mendengar beberapa anak membicarakan murid baru. Katanya ada murid yang pindah ke sini, dan dia berasal dari keluarga penyihir terkenal! Keluarga Mawar Merah! Salah satu dari Empat Keluarga Bunga!"
Riro mengernyitkan dahinya. Sepertinya dia tahu siapa orang yang dimaksud.
"Oh iya, muridnya–"
"Muridnya cewek?" tanya Riro. Dia memotong ucapan Wahyu.
"Benar. Loh kok kamu tahu? Pake kenbun ya?"
"Nggak. Cuma nebak."
Riro dan Wahyu pun mengganti topik. Mereka membicarakan hal lain. Topik yang mereka bahas adalah game dan beberapa peristiwa yang viral di dunia maya. Tanpa terasa, jam pelajaran pun dimulai.
Semua murid masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Jam pelajaran pertama di kelasnya Riro hari ini adalah IPS. Murid-murid di kelas XI-IPS menunggu kedatangan Pak Jojon. Beberapa dari mereka menantikan murid baru yang akan datang.
Beberapa menit kemudian, Pak Jojon datang bersama murid pindahan yang sudah diduga-duga oleh para pembaca.
"Uwooohhhh cantik!"
"Wangy banget brooo!"
"Ayo jadi pacarku Neng!"
Sebagian murid laki-laki terlihat bersemangat. Sebagian murid perempuan merasa kagum dengan kecantikan dan keanggunan yang dimiliki murid pindahan itu.
"Namaku Nalia Mawar Merah. Salam kenal semuanya." Nalia memperkenal diri dengan ekspresi dingin.
Seisi kelas masih ribut. Pak Jojon langsung menenangkan mereka semua dan mempersilahkan Nalia duduk di kursinya.
"Silahkan duduk Nalia. Kursimu ada di belakang. Di samping laki-laki berambut coklat itu."
Nalia pun berjalan ke arah kursinya. Saat pandangan matanya bertemu Riro, gadis itu terkejut tanpa menyembunyikan ekspresi kagetnya.
"R-Riro!?"
"Hai ... senang bertemu denganmu lagi." Riro melambaikan tangan dan tersenyum ramah. Nalia tidak membalas senyuman lelaki itu, dia langsung duduk di kursinya.
"Wah! Mereka saling kenal!"
"Asem. Kita udah keduluan ama si Riro!"
"Gila. Hoki seribu tahun dipake."
"Pulang sekolah nanti ayo gesekin 'anu'nya ke tiang!"
Suasana kelas menjadi ribut lagi. Riro menghembuskan nafas setelah melihat reaksi teman-temannya. Dia juga merinding ketika mendengar anunya pengen digesek. Sepertinya dia harus mengendap-endap saat pulang sekolah nanti.
Padahal Riro dan Nalia tidak pacaran. Tapi kenapa reaksinya seheboh ini? Riro bertanya-tanya dalam hatinya.
Berbeda dengan Riro. Nalia justru biasa saja menanggapi ini semua. Ekspresinya terlihat dingin seperti biasa. Dia tidak menunjukkan rasa malu maupun marah.
Pak Jojon kembali menenangkan para murid. Setelah suasana tenang, Pak Jojon pun mulai mengajar. Murid-murid di area depan dan tengah memperhatikan dengan baik, sedangkan beberapa murid di area belakang malah bikin pesawat kertas, melukis, makan, main game, bahkan ada yang sedang bertapa.
Beberapa murid di kelas ini sesekali melirik si murid baru. Termasuk Riro.
....
Jam istirahat telah tiba.
Nalia memakan bekalnya. Dia ingin makan dengan tenang, namun beberapa murid malah mengelilinginya dan menanyakan banyak pertanyaan.
'Kenapa aku ditanyai terus?' batin Nalia. Dia merasa risih tapi tidak tega mengusir teman-temannya.
Riro dan Wahyu pergi ke kantin bersama. Mereka berdua membeli mie rendang dan makan bersama di bangku panjang yang terbuat dari besi. Mereka berdua menikmati makanan mereka sambil melihat lapangan sekolah dan beberapa anak yang bermain bola.
"Ceritakan padaku Riro. Apa hubunganmu dengan Nalia?" Wahyu terlihat penasaran.
"Hanya teman. Aku bahkan baru bertemu dengannya kemarin. Jadi aku tidak pacaran dengannya. Tolong jangan salah paham."
"Oh ... begitu. Nggak pacaran toh."
"Ya nggak lah! Mana mungkin aku pacaran dengan cewek dingin kayak dia."
"Serius? Wah ... padahal dia cantik lo."
"Memang, tapi dia bukan tipeku."
Setelah obrolan singkat itu, Riro dan Wahyu fokus menghabisi makanan mereka. Sampah gelas plastiknya mereka buang ke tong sampah di samping bangku panjang yang mereka duduki.
Tiba-tiba saja, Nalia datang dan duduk di samping Riro. Wahyu dan Riro terkejut. Kedatangan gadis itu membuat suasana menjadi canggung.
"Ada yang ingin kau katakan?" Riro memulai pembicaraan dengan Nalia.
Gadis itu mengangguk. "Aku sudah membuat keputusan. Soal latihan pengendalian sihir, aku mau melakukannya lagi."
Riro senang mendengarnya. "Benarkah? Baiklah, tentukan waktu latihannya. Dengan sihir segelku, resiko dari latihanmu dapat diminimalisir."
"Waktu latihannya malam ini, jam delapan malam. Jika kau tidak sibuk, datanglah ke rumahku."
"Baiklah." Riro tersenyum lebar.
Percakapan mereka berdua membuat Wahyu penasaran. Latihan sihir apa yang ingin mereka jalani? Kenapa Riro menjalani latihan bersama salah satu anggota Keluarga Mawar Merah?
Setelah berbicara sebentar dengan Riro, Nalia pun pergi ke tempat duduknya. Wahyu menanyakan latihan sihir apa yang direncanakan Riro dan Nalia. Namun Riro hanya menjawab singkat dan tidak rinci. Wahyu tidak bertanya lebih jauh dan mengganti topik pembicaraan.
....
Jam pelajaran terakhir telah selesai. Murid-murid keluar dari kelasnya dengan penuh semangat.
Riro keluar kelas sambil mengendap-endap. Beberapa murid menunggunya di lapangan untuk menangkap Riro dan menggesekkan anunya ke tiang.
Untungnya, Riro berhasil bersembunyi dan keluar dari gerbang sekolah. Ia pun menghembuskan nafas lega dan berjalan pulang ke rumah.
"Riro."
Seseorang memanggilnya.
Riro pun langsung menghadap ke belakang untuk melihat orang yang memanggilnya.