webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Teen
Not enough ratings
268 Chs

Traktiran Tiba Tiba

Iqbaal berjalan agak terburu di koridor sekolah begitu jam istirahat dimulai. Langkahnya lebih fokus pada ponsel ketimbang kaki sendiri. Banyak pesan yang perlu dibalasnya, namun satu yang paling penting adalah dari Silva. Sudah dua hari Iqbaal tak melihatnya, padahal mungkin banyak hal yang perlu mereka bicarakan.

"Silva!" panggil Iqbaal agak keras di tribun lapangan futsal, tempat penghitungan suara diadakan. Gadis itu menoleh, melambaikan tangannya.

"Kemana aja Kamu? Sakit?" tebak Iqbaal langsung, dari masker hitam yang digunakan Silva.

"Iya. Maaf ya ilang, hehe," jawabnya terdengar sengau.

Iqbaal mengangguk, "Iya, gak masalah. Cuma lain kali bilang aja, bingung soalnya," ujarnya kemudian duduk. Dua pasang kandidat lain sudah ada disana, saling menyapa dengan Iqbaal dan Silva juga.

"Kelas lagi jam berapa?"

"Kita dikasih dispensasi kan?" Silva menunjukkan email dari TU di ponselnya, "Kamu gak dapet? Ini ada nama Kamu juga, di bc," ujarnya.

Locked Chapter

Support your favorite authors and translators in webnovel.com