Peranti Tercanggih

Marimar dan Boyke sudah menunggu sekitar sepuluh menit di dalam ruangan 77 Bk, namun sampai saat itu sang letnan belum juga menampakkan batang hidungnya. Hal ini membuat Marimar yang suasana hatinya sedang kacau semakin uring-uringan. Sebentar melangkah ke kanan dengan tangan berlipat ke dada, sebentar kemudian melangkah dengan menghentak-hentakkan kaki ke sisi kiri sembari mengomel panjang-pendek.

"Berhentilah hilir-mudik tidak tentu arah seperti itu, Marie," ujar Boyke. "Kau membuatku menjadi pusing dengan tingkahmu itu."

"Tutup saja matamu kalau kau tidak suka!" dengus Marimar, sang gadis tidak menghentikan langkahnya sama sekali. "Aku sangat benci jika harus menunggu lama seperti ini."

"Aah," Boyke menyandarkan punggungnya, setengah telentang di pinggiran meja. "Entah kenapa juga aku harus berpasangan deganmu, menyebalkan!"

"Berisik kau, Boy!" Marimar bersidekap, menggerutu memandang Boyke. "Memangnya aku yang minta? Kau salahkan saja si Dionee itu!"