webnovel

Sayap Hitam

Di hari ulang tahunnya, Ravi Lazy Arsenio meminta permohonan secara asal sambil meniup lilin pada kue ulang tahun untuk menurunkan seorang bidadari dalam hidupnya. Ketika Ravi menuju kamarnya di hari yang sama dia dikejutkan dengan seorang pria asing berada di dalam kamarnya hanya mengenakan celana panjang kulit. Pria itu bernama Raymond mengatakan bahwa kehidupan serta dirinya adalah milik Ravi yang tujuan kedatangannya adalah untuk menjaga Ravi dan mendampinginya dalam banyak hal, dibuktikan dengan tato alami besar bertuliskan nama Ravi di dadanya. Ditambah kelakuan Raymond seperti anak-anak di bawah lima tahun yang mudah menangis dan tidak akan melakukan apapun tanpa perintah Ravi. Kemudian ada rahasia besar yang harus mereka tutupi tentang Raymond yang muncul entah dari mana adalah dia mempunyai sayap besar, berwarna hitam dan lembut, keluar dari punggungnya. Tidak hanya itu, Raymond selalu menembakkan aroma-aroma yang hampir membuat Ravi kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dengan kedatangan Raymond juga membuat kehidupan Ravi berubah menjadi lebih rumit dari sebelumnya yang justru mengantarkan dirinya ke dalam masalah besar yang tak pernah Ravi bayangkan. Yaitu bertemu dengan Adrian bersayap putih yang menginginkan kematian Ravi di tangannya. Siapakah sebenarnya Raymond? Apa tujuan sebenarnya? Masa lalu kelam apa yang coba Raymond dan keluarganya sembunyikan dari Ravi selama ini?

White_Black033
Not enough ratings
47 Chs

Permintaan 1

Ravi bersembunyi di belakang tembok ketika dia tiba-tiba melihat sekelebatan bayangan Daniel yang lewat tepat di depan matanya. Ravi menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan, semakin dia menjadi panik hal itu menarik sekujur tubuh Ravi semakin terasa sakit. Dia merosot ke lantai ketika detak jantungnya memompa cepat, lehernya seolah diikat kuat oleh tali tak kasat mata.

Sakit dialami Ravi tidak pernah menentu akan menimpa tubuh bagian mana, dia bahkan lebih sering merasakan sekujur tubuhnya kesakitan. Ravi meringkuk di sudut jalan yang sepi, menutup wajahnya di atas lututnya. Entah mengapa di setiap denyut rasa sakit yang mengikat di tubuhnya, Ravi bisa merasakan kebencian Daniel hadir di sana pada dirinya.

Di sudut jalan yang redup sendirian dan sekali lagi Ravi menyesal tidak mengajak Raymond bersamanya, dia pikir tidak akan terjadi apapun ketika Ravi hanya sekadar pergi ke minimarket yang tidak terlalu jauh.

Ravi tiba-tiba tersedak dengan cepat memuntahkan sesuatu yang mendobrak keluar, untuk kesekian kalinya dia memuntahkan darah kental itu lagi. Dia menyeka sudut mulutnya dan berdecak ketika melihat darahnya tanpa sengaja mengotori lengan bajunya yang putih.

Ravi masih belum yakin dia bisa pulang, Daniel bisa ada di mana-mana. Memikirkan itu membuat Ravi mendorong dirinya semakin rapat menempel dinding kasar itu.

Tubuhnya tanpa sengaja bergetar, dia menggigit kuat bibirnya agar suara desisan rasa sakit tak keluar dari celah bibirnya.

"Ravi?"

Mendengar suara itu ketakutan Ravi semakin menjadi, kukunya menancap erat di kulitnya dan dia menenggelamkan kepalanya lebih jauh lagi. Seharusnya Ravi tidak mengambil semua uang di bank itu, Daniel sekarang menemukannya.

"Ravi? Apa yang kamu lakukan di sini? Apa yang terjadi?"

Ravi ingin menutup telinganya, dan melupakan semuanya ketika bayangan Daniel yang menampar dirinya berputar-putar dalam ingatannya yang jernih.

"Ravi? Ini aku, aku minta maaf." Daniel berbicara, tetapi semakin Daniel berbicara rasa sakit itu memelintir organ tubuh Ravi erat-erat. Dia tak ingin berurusan dengan orang ini lagi, Daniel adalah orang asing yang berpura-pura bahwa dia tidak membencinya. Pastilah ada tujuan lain dan Daniel ingin membawanya kembali agar Ravi bisa mencapai tujuan itu yang tertunda.

Ravi tersentak merasakan sebuah sentuhan, tetapi sentuhan itu lebih seperti bara api yang membakar lengannya. Dia tanpa sadar menggeram dan bangkit berdiri dengan goyah, menatap Daniel tajam. "Jangan menyentuhku, pergi dari sini."

Selintas dia menyesali berbicara dengan nada tinggi, lehernya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum. Dia bahkan harus bertopang pada sebuah kotak besar di sana, agar tak jatuh tiba-tiba.

"Ayo pulang, Ravi. Aku akan mengobati."

Pulang? Rivi bahkan tak pernah benar-benar punya rumah untuk tempatnya pulang. Dia tak punya keluarga, Ravi hanyalah esensi yang berdiri sendiri.

Ravi hanya tertawa hambar. "Mengobati? Orang yang menciptakannya ingin menghilangkannya?"

Ravi bisa melihat ekspresi Daniel yang turun, dia tidak akan tertipu lagi dengan wajah sedih itu.

"Maafkan aku Ravi, aku tidak sengaja melakukannya. Ayo pulang ke rumah, semua akan baik-baik saja. Jika tidak itu akan semakin parah."

Ravi mendengus, tetapi dia rasanya ingin mati sekarang karena tenggorokannya yang tercekik seolah dia meminum timah panas. "Bagus, aku akan mati dengan ini. Semoga itu cepat terjadi."

"Ravi! Jangan mengatakan itu."

Beraninya! Beraninya Daniel membentaknya lagi, ini bahkan bukan di rumah itu atau bahkan Daniel akan menamparnya kembali tadi.

Ravi menatap Daniel menantang, dia menyeret semua harga dirinya yang tersisa untuk menghadap Daniel, wajah Ravi diangkat tinggi dengan matanya yang mengarah tajam. "Kamu siapa? Hanya orang asing. Lebih baik kamu pulang dan tunggu kabar kematianku."

Dia mengerjap merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya dan cepat-cepat menyekanya. Ravi hanya menatap datar karena lagi-lagi menemukan darah di sana.

"Ravi ayo kita pulang cepat!" Ravi tersentak saat sebuah tangan telah melingkar di lengannya, dia segera menepisnya dan bergerak menjauhi Daniel.

"Jangan berpura-pura kamu peduli. Pergi, jangan temui aku lagi." Ravi mengucapkan kata-kata itu dengan susah payah. Dia berdiri dengan badan yang melengkung karena rasa sakit pada dadanya yang seolah dicengkeram kuat-kuat.

"Ravi, aku benar-benar peduli. Aku minta maaf, aku—"

"Diam! Jika kamu peduli kamu tidak akan melakukan ini semua. Aku mohon pergi dari hidupku." Ravi memohon dengan nada rendah sudah tidak sanggup dengan dirinya sendiri. Kepalanya sekarang berputar seolah dia akan tumbang dalam hitungan menit.

"Jangan pernah katakan itu Ravi—"

Ravi tidak tahu apalagi yang Daniel katakan dia menutup telinganya kuat karena dengung suara memekakkan telinganya tiba-tiba muncul mengagetkan Ravi. Sekujur tubuh Ravi bergetar dengan kekacauan yang berkecamuk seperti tak berkesudahan.

Hingga Ravi seolah ditarik kembali ke dalam kesadarannya ketika sebuah lengan melingkar di tubuhnya dengan suara familiar itu.

"Ravi, ini aku. Tidak ada yang bisa menyakiti Ravi lagi." Itu adalah suara yang datang untuk merengkuhnya. Ravi tidak tahu bagaimana caranya Raymond hingga dia bisa sampai di sini, akan tetapi Ravi percaya bahwa dengan kedatangan Raymond maka semua akan baik-baik saja.

"Bawa aku pergi ke manapun, aku tidak ingin melihat dia lagi." Setelah mengatakan serentetan kalimat panjang itu, Ravi benar-benar tidak dapat merasa lagi karena ditelan oleh kegelapan yang kian pekat menyelubunginya.

***

Ravi terbangun ketika dia merasakan sesuatu yang menggigit bibirnya. Dia segera membuka mata dan terkejut saat langsung di hadapkan dengan wajah Raymond sangat dekat dengannya tengah mencium Ravi tanpa permisi.

Ravi segera mendorong Raymond menjauh dan langsung bangkit duduk dengan napas yang terengah. "Apa yang kamu lakukan?"

"Membuat Ravi bangun," kata Raymond pelan, kepalanya tertunduk dengan pria itu sekarang tengah memperhatikan jari-jarinya yang bergerak di pangkuannya.

"Membangunkanku tidak dengan seperti ini, Raymond."

"Ravi pingsan, hanya itu satu-satunya cara."

Ravi menghela napasnya kasar. Tubuhnya tidak begitu sakit lagi sekarang, hanya ada samar-samar di atas permukaan kulitnya. Dia kemudian kembali mengingat bagaimana dia bisa berada dalam posisi seperti ini sekarang. "Apakah dia sudah pergi?"

Raymond pada awalnya tidak langsung menjawab, alisnya berkerut dengan tanya sehingga , tetapi pemahaman mulai datang di wajahnya. "Iya, Daniel sudah pergi. Aku tidak ingin Ravi bertemu dia lagi."

Dia untuk sesaat terdiam dengan apa yang Raymond katakan dan pada akhirnya Ravi tidak mengatakan apa-apa.

"Ravi, apakah aku melakukan hal benar dengan Daniel?" tanya Raymond yang membuat Ravi mengangkat wajah untuk melihatnya.

"Ya, tetapi bisakah kita tidak membahas dia lagi?" Walaupun pada awalnya Ravilah yang mengungkitnya, dia tak ingin rasa sakit itu kembali lagi ketika mereka tengah membicaraka Daniel.

Pria itu mengangguk dan membuat Ravi sedikit lega. Dia melihat ke luar jendela di mana hari sudah semakin larut, tetapi Ravi sudah cukup untuk tidur, Raymond bahkan tidak begitu memiliki kebutuhan untuk tidur dan sekarang dia tidak tahu lagi harus melakukan apa. Ravi kemudian bertanya asal pada Raymond, "Apa lagi yang sebaiknya kita lakukan sampai pagi datang?"

Raymond tepat menatap mata Ravi dengan sebelah mata emasnya yang bersinar cepat. Dia menggeser tubuhnya mendekat pada Raymond bersamaan senyuman yang timbul semakin lebar. "Apakah kita bisa bermain seperti kemarin-kemarin saat Ravi naik ke atas badanku?"