"Kamu tidak akan bisa melakukan apapun padaku. Tidak akan bisa," kata Ravi yakin bahwa Raymond tidak akan membiarkan dia di sini bersama orang jahat seperti Adrian.
"Keyakinanmu tidak cukup membuatku terkesan." Suara dingin dari Adrian membuat mata Ravi menajam ke arahnya.
Ravi jusru mendengus. "Memangnya kamu siapa? Aku tidak hadir membuatmu terkesan."
Ravi ingin mengatakan banyak hal lagi untuk menghina Adrian, tetapi pria itu justru memberikan sebuah tamparan keras di pipinya. Ravi tidak meringis atau pun menunjukkan rasa kesakitannya karena hal itu justru malah membuat Adrian puas dengan itu.
Adrian menggeram marah dan sekali lagi meraih leher Ravi erat membuat dia kewalahan untuk melepaskan diri. "Jangan berani-beraninya menaikkan nada di hadapanku. Kamu hanya sejumput noda di ujung kuku."
"Kalau begitu biarkan aku pergi. Kamu menganggap manusia itu menjijikkan, bukan? Jadi, untuk apa repot-repot berurusan denganku." Ravi mengabaikan peringatan yang dibuat Adrian. Dia menancapkan kukunya pada kulit pria itu hingga Adrian melepaskannya kembali, tetapi meninggalkan dengan sebuah seringai di bibirnya.
"Aku seorang raja, bukankah kamu seharusnya merasa bangga dengan itu."
Ravi ingin sekali mengayunkan tinjunya di wajah itu sekarang juga untuk melihat sejauh mana Adrian bisa membual begitu banyak. Dia tidak peduli bahwa Adrian adalah seorang raja atau apapun itu, karena Ravi sendiri bukan seperti pria itu yang akan tunduk begitu saja. "Aku tidak peduli siapa kamu. Jabatan apapun yang ada padamu, tidak akan membuat aku tunduk sedikitpun."
Adrian berdecih bergerak menarik bajunya sehingga Ravi terpaksa mengikutinya turun dari ranjang. Pria gila ini membuat Ravi dalam posisi tunduk dengan lutut yang membentur lantai, dia mencengkeram rambut Ravi terlalu erat hingga membuatnya menggertakan gigi dengan rahang yang mengeras.
"Kalau begitu hisap aku sampai keluar."
"Sialan!" Ravi segera bangkit berdiri dan menampar wajah tak tahu malu itu. Dia tak sudi untuk melakukannya lagi, harga dirinya lebih berarti dari apapun. Dia mungkin akan memilih terluka, dipukuli ataupun babak belur di tangan Adrian daripada harus sekali lagi berada di bawah pria itu untuk melakukan semua hal menghinakan.
"Suka bermain kekerasan rupanya?"
"Apa yang kamu bicarakan?" Ravi bertanya dengan amarah yang meledak, dia merasa wajahnya terasa panas dan tidak tahan berada lama-lama di ruangan yang sama dengan Adrian. "Jangan-"
Belum sempat Ravi untuk berkata lebih banyak lagi dalam kemarahannya, dia telah tersentak ke depan ketika Adrian telah meraih pinggangnya hingga dada Ravi membentur tubuh bagian depan Adrian. Tangan itu melingkar erat di pinggangnya membuat Ravi kesulitan untuk melepaskan diri.
Ravi mendongak untuk hanya mendapati bahwa Adrian telah menyeringai lebar, tangan Ravi berada di dada Adrian mendorong keras untuk menjauhinya, tetapi nyatanya hal itu hanya sia-sia. "Kamu memberiku ide baru."
Ravi mendorong wajah Adrian yang mendekat padanya, dia tidak sudi jika bibir itu bersentuhan dengan kulitnya. Dia muak berada di sini, tetapi Ravi juga tidak benar-benar yakin bahwa dia akan bisa keluar dari tempat ini. Adrian mengatakan bahwa dia adalah seorang raja dan Ravi berada di sebuah kamar besar bergaya kuno, dia tidak tahu di mana tepatnya Adrian membawanya.
Suara ketukan pintu seketika memberikan kesempatan bagi Ravi untuk bergerak melepaskan diri dari Adrian. Dia mendengar decakan dari pria itu bersamaan dengan tatapan tidak sukanya yang terlontar pada Ravi.
"Masuk."
Pintu terbuka lebar menampakan seorang pria berpakaian aneh masuk dengan kepala tertunduk. Telinga pria itu sama runcingnya seperti milik Adrian, Ravi merasakan bahwa orang itu tampak ketakutan berdiri hendak menyampaikan sesuatu pada Adrian.
"Katakan."
"Mavros. Mavros telah datang dan membunuh para penjaga di luar."
Ravi untuk sesaat merasa pernah mendengar nama itu, tetapi dia tidak ingat dengan pasi di mana dia pernah mendengarnya.
"Pergilah."
Setelah pria itu pergi, Ravi mulai menyadari bahwa sekarang perhatian Adrian benar-benar telah mengarah padanya lagi. "Kamu akan melihat seperti apa dia membuat kekacauan di tempatku."
"Siapa yang kamu maksud?"
Ravi tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan, justru hanya sebuah senyum lebar yang membuat tubuh Ravi bergidik. Tangan Adrian terangkat sambil berkedip sekali, sesuatu terjadi membuat Ravi tersentak mundur tatkala sebuah gumpalan kain melayang keluar dari lemari dan mendarat di tangan Adrian.
Pria itu berjalan mendekat ke arah Ravi dan melemparkan kain itu begitu saja pada Ravi.
"Kenakan," perintahnya dengan penuh penekanan yang langsung membuat alis Ravi menukik.
Ravi melihat kain tipis berwarna abu di genggaman tangannya, dia membentangkan di depan wajah dan seketika membuat Ravi malu bahkan hanya untuk melihatnya. Bagaimana bisa dia memakai pakaian seperti ini?
"Aku tidak akan memakainya." Ravi membanting baju itu di bawah kakinya dan melangkah mundur ketika mendapati kemarahan telah tercetak di wajah Adrian. Bagaimana bisa Adrian menyuruhnya memakai pakaian itu sementara di luar sana ada sebuah pembunuhan?
"Kamu tentu saja tidak bisa menolak."
Adrian tidak memberikan waktu bagi Ravi untuk menghindar ketika pria kasar itu telah meraih lengannya untuk menarik mendekat hanya sekali sentakan Adrian telah berhasil merobek baju Ravi dan lolos dari kulitnya. "Kamu tidak bisa melakukan ini padaku!"
"Tentu aku bisa melakukannya. Lepaskan semua pakaianmu dan pakai itu segera.
"Rencana apa yang sedang kamu mainkan?" Ravi masih menolak untuk melakukan seperti apa yang Adrian katakan, tetapi itu selalu berakhir dengan kekerasan yang dia terima yang sekarang Adrian lagi-lagi menekan lehernya.
"Kamu hanya perlu memakainya. Jangan membuat kesabaranku habis untuk memukulmu." Adrian membentak Ravi.
Ravi menatap mata Adrian dengan berkilat, dia marah sepenuhnya. Jadi, Ravi tidak punya pilihan, dia kembali mengambil pakaian itu dan mengenakannya tanpa malu-malu di depan Adrian langsung.
Ravi bahkan tidak bisa menyebutnya pakaian ketika setiap potongan kulitnya bisa terlihat di mana-mana, bentuknya seperti baju renang perempuan. Punggung Ravi terekspos dengan kerah yang menyatu pada kain itu memeluk lehernya erat. Bagian bawahnya seperti sebuah rok yang sama sekali tidak bisa menutupi setengah pahanya, ada taburan manik-manik di sana sini dan lebih dari yakin bahwa pakaian seperti ini bukanlah untuk seorang pria. Apalagi dengan satu fakta yang semakin membuat Ravi merasa muak dengan warnanya yang sama seperti rambut pria tak tahu malu ini. "Kamu pikir aku apa memakai pakaian seperti ini?"
"Seorang rentboy."
Ravi langsung menampar wajah itu, tetapi justru mendapat tawa mengejek dari Adrian. "Sekarang aku tidak peduli Marvos ingin melakukan apa di luar sana."
Mata Ravi melebar ketika tangan Adrian menyentuh punggungnya, dia langsung melangkah menjauhi. "Jauhkan tangan kotormu dariku."
Namun, senyum miring Adrian sekali lagi selalu mampu membuat Ravi ingin menghancurkannya.Bertanya-tanya mengapa dia lagi-lagi terlibat dengan seorang elf ini. Sekarang Ravi benar-benar terpojok saat Adrian telah memegang lengannya dan juga belakang kepalanya.
Ravi belum sempat memprotes apa yang terjadi, ketika dengan gerakan cepat kepalanya telah ditekan hingga bibir Ravi menempel pada bibir Adrian. Pria itu kasar, dia menggigit bibir Ravi hingga dia otomatis membuka mulutnya hanya untuk membuat lidah Adrian mulai masuk menjelajah mulutnya.
Ravi kewalahan, dia memukul-mukul dada Adrian yang justru membuat pria itu makin merapatkan tubuhnya pada Ravi.
Pintu menjeblak terbuka, mata Ravi bergulir ke samping. Hal itu sudah cukup membuat dia segera memiliki kekuatan untuk menggigit lidah Adrian dan mendorongnya menjauhi tubuh.
"Raymond?"