webnovel

15 - Keanehan

"Salam putri Lavy."

Lavy mengerutkan keningnya menatap lekat pria yang menyapanya tadi dengan tatapan bingung.

"Bagaimana dia tahu namaku?" Tentu ia kebingungan, sebab ini pertama kalinya dirinya melihat pria itu.

"Saya tahu nama anda dari siswa lainnya," tukas pria tersebut membuat Lavy terperangah. Apa pria ini bisa membaca pikirannya?

"Si-siapa anda?" Dengan terbata ia beranikan diri untuk bertanya.

"Tentu saja saya salah satu pengajar di sini, anda tidak mengenal saya?" terangnya sembari menyeringai.

Lavy menggeleng. "Tidak."

Pria itu tersenyum lagi namun kali ini lebih lebar dan terbuka. "Saya mengerti."

"Anda akan menjadi murid saya selama tiga tahun, untuk mempelajari teknik sihir dan mendalaminya. Dan satu lagi membaca pikiran adalah keahlian saya tuan putri,” jelasnya. Lavy yang mendengar pernyataan tersebut sontak menjauh kemudian menajamkan tatapannya dan berusaha mengintimidasi pria tadi, menyatukan alis dengan kesal lalu memejamkan mata tidak terima. Jika pria ini bisa membaca pikiran maka ia bisa dalam bahaya.

"Menjauh seperti itu tidak akan membantu," celetuknya membuat Lavy tersulut emosi.

"Jangan! Jangan membaca pikiranku!" gertak Lavy tidak setuju.

Melihat tingkah Lavy membuat pria itu terkekeh pelan. "Saya tidak akan bisa membacanya jika anda memiliki sihir yang kuat.”

"Aku akan belajar 'kan? Maka selama itu jangan membacanya! Kumohon!" Lavy takut, bagaimana jika pria itu mengetahui masa lalunya?

"Anda memang penakut, berusahalah untuk tidak menatap mata saya. Jika tidak ingin dibaca pikirannya," ujarnya kemudian pergi meninggalkan Lavy.

Lavy bernapas lega, setidaknya untuk saat ini pria yang mengaku sebagai pengajarnya itu tidak mengetahui pasal masa lalu dan juga kehidupan Lavy sebelumnya. Ia akan tetap aman tinggal di tempat ini asal pria tadi tidak mengenal sosok Lisya.

"Energi dalam tubuh putri itu ... Sangat kuat, seperti tidak terkendali," gumam Eyren memikirkan hal tentang Lavy yang ia pikir sangat aneh.

****

Setelah sarapan bersama, semua murid mengikuti pelajaran dan pelatihan kedisiplinan di hari pertama, Lavy menjalani tiap pelajaran dengan baik serta memahami detail perkataan yang dilontarkan.

Kedisiplinan putri dan pangeran berbeda sebab itulah kelas dibedakan juga. Di tempat ini hanya ada putri bangsawan termasuk Lavy. Mereka semua belajar mengenai etika, norma, cara berbicara dan cara berjalan seorang putri. Kerajaan memang harus memiliki keturunan yang rapi juga disiplin. Jadi, pendidikan ini sangat penting.

Lavy merasakan siksaan selama melakukan praktek, ia gagal dalam menjaga keseimbangan kala berjalan dengan buku yang tertumpuk di atas kepala. Ia juga gagal duduk di kursi dengan cara yang elegan.

Dalam hati ia terus mengeluh. “Ahh ini sungguh melelahkan!”

Ia lelah namun tidak ingin menyerah begitu saja, meski sempat ditegur oleh pengajar, Lavy tidak putus asa. Dia terus mencoba hingga berhasil dalam prakteknya di hari pertama. Lavy harus ingat pasal ancaman raja sebelum pergi kemari.

"Putri Lavy anda berhasil,” ujar sang pengajar membuat Lavy tersenyum lega.

"Terima kasih."

Setelahnya dia dan putri bangsawan lainnya pergi meninggalkan kelas kedisiplinan menuju taman. Istirahat hanya sebentar jikapun harus kembali ke kamar itu akan memakan waktu yang cukup lama jadi dirinya memutuskan untuk duduk di taman bersama lainnya.

"Putri Lavy anda tidak apa?" tanya Heera khawatir.

"Tidak apa, terima kasih."

"Tentu saja dia tidak apa, gagal sekali dua kali dalam pelajaran bukan berarti gagal dalam pendidikan. Lavy sudah berusaha dan dia tidak menyerah," sela Aida berjalan menghampiri keduanya.

Lavy yang mendengar itupun sontak menoleh ke sumber suara, ia tersenyum sembari mengucapkan terima kasih pada Aida karena telah memberikan motivasi padanya secara tidak langsung.

"Tadi aku melihatmu dengan profesor Eyren sedang berbicara, topik apa yang kalian bicarakan?" tanya Aida penasaran seraya menelisik wajah Lavy. Sedang yang ditatap justru bergeming memandang ke arah lain guna menjauhi pertanyaan Aida.

"Eunghh, tadi? Tidak ada hal penting. Profesor hanya menyapa," dalih Lavy. Ia berkeringat, tidak pernah dirinya berbohong hingga setakut ini.

"Sungguh? Kupikir tadi topik kalian berdua sangat penting," celetuk Aida sedikit kecewa mendengar jawaban Lavy.

"Anda terlalu penasaran putri Aida," sela Heera menggeleng pelan sembari terkekeh.

"Para putri ini membicarakan saya?" sahut Eyren datang secara tiba-tiba membuat ketiganya terkejut bukan main terutama Lavy yang tidak menyangka atas kedatangan Eyren di waktu yang tepat.

"Profesor Eyren? Bagaimana anda--" ujar Heera terbata-bata entah kenapa ia merasa lidahnya kelu dan tak dapat lagi menata kalimat dengan benar.

Eyren tersenyum kecil kemudian melirik Lavy yang masih menunduk malu, "saya hanya sedang beristirahat seperti siswa lainnya dan secara tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian."

"Maafkan kami profesor," tunduk Aida meminta maaf.

Eyren mengangguk, lagipula sebenarnya ia tidak marah. "Tidak apa putri saya tidak keberatan jika menjadi topik pembicaraan."

"Cihh percaya dirinya memang tidak bisa diragukan lagi.” Lagi-lagi ia mencibir dalam hati.

"Ohh tidak! Aku lupa dia bisa membaca pikiranku! Jangan! Kuperingatkan kau! Aku tidak peduli anda lebih tua, ini rahasia!"

Eyren melirik Lavy sembari tersenyum kecil, bukan hanya aneh ternyata gadis itu juga gila sepertinya.

"Baiklah saya akan kembali berjalan-jalan, jangan telat untuk pelajaran kedisiplinan selanjutnya," tukas Eyren kemudian meninggalkan ketiga putri tersebut.

"Hufhh … syukurlah," gumam Heera seraya menghela napas.

"Mari kita kembali juga ke ruangan," ajak Aida pergi mendahului Heera dan juga Lavy.

****

Lavy mengalami tekanan yang banyak hari ini, dimulai dari prakteknya yang gagal dan lagi! profesor menyebalkan itu. Sungguh merepotkan.

Bahkan meski langit telah gelap matanya tak kunjung terlelap, ia bosan sebab kedua teman kamarnya sudah menjelajah alam bawah sadar mereka. Haruskah ia bangunkan? Tidak, mereka pasti akan bilang Lavy putri tidak sopan.

Ia bukan Lisya yang bisa melakukan apapun pada orang di sekitar, di sini bukan tempat di mana ia bisa membuat kesalahan seenaknya. Segalanya berbeda, jika ia membuat kesalahan apalagi pada para putri itu akibatnya bisa terjadi peperangan antar kerajaan. Benar-benar menyeramkan.

Pada akhirnya Lavy memutuskan keluar dari kamar dan mencari udara segar.

"Sampai kapan? Bisakah aku bertahan? Lavy dan tempat nya sangat bertolak-belakang. Aku mengalami banyak kesulitan," ungkap nya pada sang rembulan, entah terdengar atau hilang begitu saja Lavy hanya ingin bercerita tentang keluh kesahnya.

"Kenapa anda belum tidur putri Lavy de Engrasia!" tegas Eyren. Kini rasanya berbeda, tak terlihat senyum di sudut bibir pria itu, nada yang digunakan pun penuh penekanan, Lavy menoleh kemudian menunduk dan lantas berujar maaf.

"Maaf professor … saya tidak bisa tidur," jawab Lavy sedang seluruh tubuhnya bergetar ketakutan.

"Anda bisa tetap di dalam kamar, kenapa keluar? Anda keturunan kerajaan, jika terjadi sesuatu kami yang akan disalahkan. Anda terlalu menyepelekan ternyata, anda tidak tahu setiap malam banyak sekali orang berniat jahat agar kerajaan yang menitipkan keturunan mereka untuk mendapat pendidikan kehilangan keturunan?" murka Eyren seraya terus menautkan kedua alisnya dan memperlihatkan raut kemarahan.

Lavy lantas menggeleng tidak setuju dengan terkaan Eyren, bukan itu maksudnya.

"Maaf saya sudah melakukan kesalahan," tutur Lavy selagi terus menundukkan kepala, ia sungguh takut kali ini. Eyren terlihat menyeramkan saat malam hari.

"Anda akan mendapat hukuman besok," cetusnya. Eyren kemudian melangkah agar dapat lebih dekat dengan tubuh gadis itu. Merasakan energi yang tengah berantakan dalam tubuh Lavy hingga membuatnya kembali mengernyit.

"Parah sekali," batinnya.

"Putri Lavy, apa anda pernah belajar sihir sebelumnya?" tanya Eyren sembari melirik Lavy.

Lavy bingung ia memang tidak pernah belajar sihir, namun siapa tahu jika Lavy asli sebelumnya pernah setidaknya belajar sedikit sihir. Apa yang harus ia jawab? Mmm … mungkin menjawab tidak akan lebih baik.

"Tidak pernah professor,” balasnya sembari menggelengkan kepala pelan.

"Anda yakin?"

Lavy membisu, tak berkutik sama sekali. Helaan napas berat Eyren terdengar memecah kesunyian yang tercipta hingga beberapa detik kemudian suaranya kembali mengisi pendengaran Lavy.

"Sudahlah, lupakan saja." Lavy mengangguk usai mendengar kalimat Einhard.

"Gadis ini … aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, apa Einhard tahu mengenai ini? Aku tidak yakin dia tidak sekalipun belajar sihir. Keanehan yang jarang terjadi." Lagi-lagi dirinya dibuat bingung oleh sosok Lavy, gadis itu terlihat begitu misterius di hadapan Eyren dan hal tersebut membuatnya semakin tertantang untuk mengetahui sosok Lavy lebih dalam.

"Kembali ke kamar, segera!" perintah Eyren tertangkap jelas oleh telinga Lavy dan lekas pamit untuk pergi kembali ke kamar.