webnovel

SAVE ME JUSEYO

Terlahir dengan luka yang begitu menjadikannya dewasa sebelum waktunya, membuat aleesha mengerti betapa kejamnya dunia mempermainkannya, tak ada yang mampu memahami betapa menyedihkan takdir yang sedang dilakoninya hari ini, besok, lusa dan mungkin untuk seumur hidupnya. Melihat tanpa terlihat, mendengar tanpa terdengar, meraba tanpa teraba, yang menyakitkan pada cerita ini adalah saat mencintai tanpa dicintai. Perihal cinta, ini tidak jauh beda menyakit dari luka kelam kehidupannya, pria berwibawa itu masih menjadi cinta pertamanya, mengagumi setiap inci dari parasnya, sisi gumawa yang membuatnya tergila-gila mengenyampingkan rasa benci dan memeluk erat rindu yang semakin tumbuh setiap hati nya, ya untuk lelakinya, lelaki yang sangat membencinya, ya itu ayahnya. Tiap kali lelaki itu menghancurkan mentalnya, sumpah serapah yang selalu keluar dari mulut itu membuatnya kehilangan masa kecilnya yang bahagia, berulang kali mencoba mengakhiri hidupnya, namun semuanya sia-sia, sampai pada akhirnya sisi buruk dalam hidupnya bangkit untuk memberontak, melanjutkan hidup dengan dua kepribadian yang berbeda. namun sosok lain datang disaat tak mampu lagi hatinya menerima kenyataan saat dia sudah sangat membenci hadirnya seorang laki-laki, wanita cantik bermata bak kucing nan menawan, sikap dingin, angkuh dan menyebalkan membuatnya jengah satu udara dengan dirinya, namun entahlah takdir kembali mempermainkannya, saat cinta menyapa lewat lewat seorang wanita, ya dia mencintai wanita gila itu, jauh dari perkiraannya, dia jatuh lebih dalam, dan tanpa disadari dia menyukai perasaan ini, perasaan anehnya terhadap ruby.

enda_your_bae · LGBT+
Not enough ratings
282 Chs

E N A M B E L A S

Hujan turun lagi, kali ini lumayan sedikit menahan diri, rintik sejuk yang menenangkan hati, ditemani senyuman tanpa beban dari seorang Ruby.

"Lo tau, ada yang bisa biasa saja saat dirinya terluka, bersikap dingin seperti tak terjadi apa-apa"

Lisa mengangguk setuju, toh kenyataannya dia melakukan hal yang sama, memaksa dirinya untuk terlihat baik-baik saja.

Genggaman pada tangan itu sedikit mengejutkannya, lalu kembali menenangkan hatinya, Ruby memang tidak tertebak, hari ini saja entah sudah berapa kali dia membuat Lisa tak berhenti bertanya tentang apa lagi yang akan wanita itu lakukan terhadapnya.

"Kalau terluka, akui aja, jangan pendem hal yang rasanya sulit buat lo lakuin"

Lisa membalas genggaman itu tak kalah erat, kadang menjadi lemah bukan masalah, tidak ada hati yang bisa selalu kuat dalam segala masalah yang dihadapi.

"Hmmm, gue rasa juga gitu"

"Mau susu?"

Jangan bilang...

"Susu kotak, otak lo jangan kotor dulu"

Lisa menggaruk tengkuknya kikuk, ah hampir saja dia memikirkan hal yang cukup gila, berfantasi dengan tubuh seorang wanita, bagaimana bisa sementara dia juga wanita.

"Lo kenapa tiba-tiba baik, trus balik lagi nyebelin, trus baik lagi, nyebelin lagi"

"Ya gitu cara gue nyari perhatian lo"

"Maksud lo?"

"Lo anggap gue sampah kan selama ini, gue pengen jadi sampah yang masih bisa di daur ulang, lo ngerti kan maksud gue"

Tatapan mata itu beralih menatap dua anak yang sibuk dengan pasir dan air hujan yang turun sedikit mulai deras.

"Kita neduh dulu yuk, hujannya makin gede"

"Lo aja, gue pengen disini By"

"Oh ya udah, main hujan aja gimana?"

"Boleh"

Ruby berlari dan menari mengelilingi ayunan tenpat mereka berdiri sekarang, seketika bibir itu tersenyum tanpa beban, berfikir apakah Ruby juga sama terluka sepertinya atau tidak, bagaimana dia menjalani harinya selama ini, menjadi orang yang mempunyai pribadi misterius dan menakutkan, namun manis jika mengenalnya lebih dalam.

Jika berada disini, merasakan luka yang sama, tak diinginkan dan merasa dunia tidak cukup berpihak kepada mereka, namun genggaman tangan yang hangat mampu memberikan kekuatan lain yang luar biasa hebat.

"Teman?"

"Ya teman"

Selanjutnya hanya rintik-rintik hujan yang melanjutkan cerita hari ini, semoga setelah membuka mata kesunyian yang pernah dia jalani sedikit berganti dengan alunan ketenangan dari sikap saling menguatkan antara dirinya dan Ruby teman barunya.

🔻🔺🔻

Butique Jennie hari ini lumayan ramai pengunjung, wanita keras kepala itu memaksa dirinya untuk kembali bekerja, walaupun sesekali perutnya kencang dan memberontak, sepertinya calon bayi baru berumur 3 bulan itu tak suka ibunya keras kepala.

"Ngilu gue liat lo, duduk dulu ya"

"Tau, lo udah kaya wanita yang Tuhan nya duit gitu, gila banget kerja"

"Kalau kalian kesini cuma mau ngerekcokin kerjaan gue mending pulang sana"

"Heh kita tu pembeli ya Bunda Jennie yang terhormat"

"Heh iya gue lupa, ntar dulu perut gue kenceng"

Untuk kesekian kalinya Jennie memegangi perut bagian bawahnya, sumpah seharusnya dia hanya tiduran dan menerima perlakuan manis suaminya saja di atas ranjang empuknya, dibanding harus mengurus segala tetek bengek di butique yang besar seperti saat ini.

"Yaudah gue yang layanin Tika ya dek, lo tiduran aja"

Jennie hanya mengangguk, dia memang seharusnya istirahat saja, kehamilannya kali ini mengingatkannya kembali akan sewaktu mengandung Lisa kala itu, sebenarnya semua kehamilannya beresiko, tidak hanya Lisa, si kembar pun lahir dengan kondisi premature, entahlah dia memang tipikal manusia tidak bisa diam, jadi tanpa sengaja atau disengajapun dia telah membahayakan anak-anaknya.

"Bunda tidur aja ya, Jisu lijitin mau?"

"Kepala ya Jis"

"Oke dengan senang hati big bos ke 3"

Wanita iti terkekeh, anak pertama Hanin ini sangat manis sekali, tak heran Lisa selalu saja memuja Jisu dalam segala hal, tapi kebanyakan saat dia butuh bantuannya saja, memang anaknya menuruni sifatnya 100%.

"Tadi Lisa sekolah?"

"Sekolah kok Bun, tapi ya Bum mukanya kayak abis baku hantam, tubuhnya lebam semua, tapi gak mau ngaku dia kenapa, aku curiga dia di pukulin o...

Seakan menyesali jawabannya sendiri, dengan sigap dia menampar pelan bibir berbentuk hati miliknya itu, dian yang pasti akan menimbulkan masalah besar nantinya.

"Lisa dipukul? Sama siapa?"

"Aa itu Bun, aku gak tau"

"Jisu jawab Bunda, Lisa dipukul siapa?"

"Bunda tenang ya Bun"

"Gimana Bunda bisa tenang kalau kayak gini Jis"

"Aku masih cari tau Bun"

"Ayahnya lagi?"

Tak lagi ada jawaban, Jisu memilih tidak terlalu ikut campur dalam masalah ini, toh nantinya dia akan kena perkara oleh Hanin kalau sampai merekcokin masalah keluarga Anindia itu.

"Apaan sih dek heboh banget"

"Lisa kenapa?"

"Jis...

"Sorry Oca keceplosan"

"Jadi lo tau juga? Kenapa lo gak bilang gue sih? Kenapa kalian, awww.. perut gue..

Seketika mata semua orang yang berada disekitar Jennie melebar, melihat darah yang mulai mengalir di sela paha dan kakinya, tanpa berfikir panjang pun mereka segera membawa Jennie kembali ke rumah sakit.

"Kak...

"Bertahan ya...

"Mau Lisa"

"Iya iya oke, lo yang kuat ya"

Jennie hanya mengangguk, bahkan rasa sakit itu tak lagi mampu membuatnya lemah, fikirannya hanya Lisa dan Lisa, dia merindukan anak sulung nya itu.

🔻🔺🔻

5 jam berlalu, Jennie sudah dalam kondisi stabil, tidak ada yang menghawatirkan lagi sekarang, bayinya cukup kuat, namun dia memang harus bedrest jauh lebih lama lagi kedepannya.

Dan Lisa ada disana, menggengam tangan Bundanya erat, sudah beberapa minggu dia tidak bertemu dengan Jennie ternyata banyak yang herubah dari wanita itu, tubuhnya jauh lebih kurus walaulun adiknya di luar sana seharusnya membutuhkan banyak sekali nutrisi dari sang ibu.

Jennie membuka matanya, pandangan pertama menuju kearah tangannya, dia kenal jari mungil nan panjang itu, ah itu Lisanya.

"Bunda...

"Kakak Bunda kangen"

Namun seketika Lisa menghentikan pergerakan Bunda nya itu, dia takut sedikit saja Jennie bergerak bakal terjadi hal fatal lainnya pada tubuh wanita hamil itu.

"Kakak aja yang peluk pacar kakak ni, duh tambah kurus ni dek Bundanya, marahin Bunda dong kan kamu harusnya gembul di dalam sana ya dek"

Jennie tertawa dalam tangisnya, ternyata rindu sangat kejam terhadapnya, sedekat apapun jarak mereka buktinya Jennie tak mampu dengan leluasa menemui anak perempuannya itu.

"Kakak temenin Bunda ya"

"Iya..

Seakan tak ingin melepaskan pelukannya, Jennie menarik Lisa untuk tidur di sebelahnya, menikmati kehangatan pada tubuhnya, sesekali mencuri perhatian pada setiap luka lebam di wajah dan beberapa badannya, dia tak terlalu nerani untuk bertanya, karena tau sekali mengungkit, luka itu akan lama bersarang di hatinya.

"Jangan intip-intip luka kakak, nanti Bunda nangis, kakak gak suka"