webnovel

Tabib Suci

Rendang adalah makanan khas yang dibuat oleh tangan ahli masak Minangkabau dan memiliki cita resa terlezat di dunia. Terbuat dari daging sapi dengan cita rasa pedas yang dioleh memakan waktu lama saat dipanaskan dengan santan kelapa dan campuran rempah-rempah seperti cabai, serai, lengkuas, jahe, kunyit, bawang putih, bawang merah dan yang lainnya. Untuk rendang yang terkenal di tanah Minangkabau adalah rendang di restoran Padang.

Restoran padang sendiri berdiri di depan taman kota dengan area sangat luas yang bisa menghimpun ratusan pengunjung. Nuansa interiornya penuh warna merah dan ornamen bermotif bunga dan akar-akar berbiji.

"Sebenarnyo apo yang sudah membawa kalian ke tanah Minangkabau, Nak?" tanya kakek yang duduk di depan mereka. Kakek ini sendiri adalah orang tua dari pemilik restoran Padang yang kebetulan melihat mereka dan iba terhadap mereka berdua.

"Kami dari tanah Aceh, di sini kami hanya singgah," jawab Mutia.

"Iya," tambah Sandanu dengan mulut masih penuh daging rendang. "Kami akan pergi mencari negeri Galuh."

"Negeri Galuh?" Kakek itu heran.

Sandanu berhenti mengunyah dan melirik Mutia yang juga terkejut. Seketika, Sandanu langsung menelan semua isi dalam mulutnya. "Jadi, kakek juga tidak tahu negeri itu?"

"Bukankah itu hanya mitos?"

Mutia menggaruk rambutnya meski tidak merasa gatal. "Aku tahu, semua orang pasti menjawab begitu."

"Kalian masih muda, bagaimana kalian tahu tempat itu ado, sedangkan dari zaman ambo masih anak-anak negeri itu dianggap sebagai negeri dongeng sajo." Kekek yang belum menyebutkan namanya, merasa aneh bertemu dengan anak muda yang mencari negeri anta brantah.

Sandanu pun sadar dengan pernyataan kakek itu. Sudah beberapa tempat disinggahi dan orang yang ditemuinya menjawab sama mengenai negeri Galuh yang hanya mitos belaka. Tapi tekadnya tidak akan pernah berhenti dan yakin pencariannya tidak akan sia-sia.

"Meskipun semua orang tidak percaya dengan negeri Galuh, suatu saat nanti aku akan menemukannya dan membuat seluruh dunia meyakini tentang negeri Galuh." Sandanu tidak pernah menarik kata-katanya sampai kapan pun juga dan pernyatannya sudah didengar oleh banyak orang sejak meninggalkan tanah Aceh.

Mutia yang percaya dengan keyakinan Sandanu, akan selalu mengikutinya. Karena hanya Sandanu, satu-satunya orang yang Mutia miliki. Harapannya akan menjadi harapan Mutia, tujuannya akan menjadi tujuan Mutia dan jalan hidupnya akan menjadi jalan hidup Mutia. Sampai kapan pun dan di mana pun, Mutia tidak akan meninggalkan Sandanu. Dan akan selalu ada di sisinya.

Meskipun orang tidak mempercayai kata-katanya, meskipun orang mengolok-oloknya dan meskipun orang menghinanya, Mutia akan menjadi orang yang pertama membelanya. "Kami pasti akan menemukan negeri itu." Mutia angkat bicara dengan mantap.

Sandanu langsung menyahutinya. "Aku akan berjuang untuk mendapatkannya bersama takdir hidupku!."

"Baiklah Nak, andai itu tekad kalian maka carilah!" Kakek itu tersenyum.

Sandanu dan Mutia saling menatap. Ini pertama kalinya mereka bertemu orang yang mendukungnya. Tidak percaya seorang kakek yang mentraktirnya makan rendang telah memberikan semangat yang besar.

"Sebenarnya kakek ini siapa?" Sandanu dan Mutia bersamaan bertanya mengenai kakek itu.

"Hahaha…. Ambo hanya orang tua, orang memanggil ambo Datuk Marunggul."

Sandanu melirik tangan Datuk Marunggul yang diletakkan di atas meja. Ada sebuah cincin batu yang melingkar di jempol kanannya. "Kakek seorang jewel?" Jewel sendiri adalah sebutan bagi pengendali batu akik yang namanya diambil dari bahasa kuno.

"Hahaha…, ambo hanya seorang tabib." Datuk Marunggul memperlihatkan cincinnya sambil berbisik di depan dua anak itu. "Batu ini memiliki khasiat penyembuhan dan tidak ada orang yang tahu bahwa ambo seorang tabib istano, sttt…"

"Istana?" Sandanu dan Mutia terkejut.

Ketika terjadi peristiwa revolusi negeri Tirta yang dipelopori oleh kelompok orang kiri dengan revolusi sosial untuk menggulingkan raja ketiga negeri Tirta yaitu raja Jalil Shah, membuat Datuk Marunggul bersama sahabatnya menuju istana kerajaan untuk melindungi keluarga raja dan diangkat dirinya bersama sahabat dan satu tabib lain sebagai tabib Suci karena peranannya membuat ramuan penawar untuk menyelamatkan raja yang berhasil terkena racun mematikan.

Meskipun gelar tabib Suci tidak didengar di tengah masyarakat, namun dalam dunia pengobatan sangat dihormati sampai di telinga para tabib dari negeri asing. Namun kemudian, ketiga tabib Suci meninggalkan istana setelah terbunuhnya raja ketiga oleh salah satu petinggi lubuk kerajaan.

"Stt…. Ayo habiskan makanan kalian! Setelah ini kalian berkunjunglah ke rumah ambo. Ado hal yang ingin ambo beritahukan kepada kalian." Datuk Marunggul mengarahkan jari telunjuk pada Mutia. "Terutama pada kau, tentang bandul batu di kalung kau, hahahaha…."

***

Setelah menyantap makanan enak di restoran Padang, seperti yang dijanjikan, Datuk Marunggul mengajak anak muda itu ke rumahnya yang berada di pinggiran kota. Sebuah rumah yang menyendiri, dengan dinding bermotif akar merambat berwarna merah dan coklat juga titik-titik hitam. Dan atap gonjangnya setinggi pohon kelapa.

Halaman di depan rumah sangat rindang dengan pohon-pohon pakis dan paku yang daunnya menggulung, juga tumbuhan berjenis rumput-rumputan yang beraneka ragam. Beberapa binatang terbang di antaranya seperti burung, kumbang, capung dan kupu-kupu.

Setelah menaiki tangga kayu, Sandanu dan Mutia disuguhkan pemandangan isi rumah yang bernuansa alam. Banyak pohon-pohon obat tumbuh di dalam rumah. Tanaman gingseng, akar alang-alang, temu lawak dan bermacam lainnya. Pantas saja semua jendela terbuka.

"Selamat datang di rumah kecil ambo, ini sebenarnyo bukan rumah tapi tempat ambo yang paling pribadi." Datuk Marunggul mempersilakan tamunya duduk.

Sandanu dan Mutia duduk di kursi kayu coklat dan meja bulat di depannya. Di atas meja itu ada teko yang isinya langsung dituangkan untuk mereka oleh pemilik rumah ke dalam gelasnya.

"Sebenarnyo semalam ambo bermimpi bertemu sahabat ambo, dan ternyato ambo akan bertemu dua anak mudo dari tanah Aceh."

"Apa teman Kakek juga orang Aceh?" tanya Mutia.

"Benar." Datuk Marunggul langsung bercerita mengenai rekan berkelananya yang memiliki keyakinan untuk menemukan negeri Galuh seperti mereka berdua.

Sahabatnya itu yakin bahwa dengan ditemukannya negeri anta brantah tersebut akan menciptakan perdamaian di dunia. Tapi Datuk Marunggul tidak pernah lagi bertemu sahabatnya itu sejak peristiwa revolusi negeri Tirta berakhir.

"Siapa beliau Kek?" tanya Sandanu.

"Dia adalah Sayuti Malik." Meresa lega menyebutkan nama sahabatnya yang sangat dirindukan, Datuk Marunggul mengambil cangkir minumnya.

Sandanu dan Mutia langsung terbelalak mendengar nama itu. "Dia guru kami di menara Kubah Emas."

Saking kagetnya mendengar ucapan dua anak muda di depannya, Datuk Marunggul tidak bisa menelan air minum hingga air dari mulutnya muncrat keluar. "Kalian murid si Sayuti?"

Dua anak muda yang mukanya basah oleh semprotannya, bersama-sama mengelap wajah masing-masing. "Ya, setidaknya wajah kami tidak harus basah bercampur ludah."

Ternyata, mimpi itu adalah sebuah pesan dan dua murid sahabatnya membawakan kabar tentang dia yang sangat Datuk Marunggul rindukan. "Bagaimano keadaan dia sekarang?"

Wajah Sandanu dan Mutia berkabung dan setetes air mata berlinang. Hati mereka berduka mengingat seseorang yang sangat berjasa bagi kehidupan yang kini mereka jalani. Datuk Marunggul membaca raut wajah mereka dan tahu ada kabar buruk yang akan disampaikan. []