"Mungkin karena kamu kangen sama Papa kamu." Jelas Bibi.
"Dia kan Seorang gadis sedang kan Tuan Besar kan laki-laki. Masak mirip sih?" Lanjut Bibi.
"Mungkinkah Nona perlu kaca mata?" Ledek Bi Ratih lagi.
"Bibi aku kan udah punya kali Bi." Balas Bella.
"Gak apa-apa kali Non biar tambah tajam penglihatannya alias gak salah orang nanti." Ledek Bi Ratih.
Keduanya tertawa lepas dengan apa yang mereka bicarakan. Bahkan mereka sudah seperti tak ada jarak antara majikan dan ART.
"Lebih parah lagi kalau ngenalin cowok." Lanjutnya Bibi lagi setelah mereka tertawa.
"Sepertinya aku merasa dekat sekali dengannya walaupun baru sekali bertemu." Kata Bella.
Hening
Hening
Hening
"Aku sempat berbicara kasar padanya, tetapi justru kenapa hatiku yang sakit?" Tanya Bella lanjut.
"Seperti ada ikatan batin seperti itu lah. Apa yang dia rasakan aku seperti ikut mengalaminya." Katanya lagi.
"Sudahlah Non kalau jodoh pasti juga akan ketemu." Kata Bibi. "Bibi permisi dulu ya Non, yang penting Nona istirahat dulu saja. Jangan banyak pikiran ntar cepat tua lho." Lanjut Bi Ratih.
ART ini meninggalkan kamar Bella menuju dapur. Ia hendak memasak makan siang walaupun sudah sangat terlambat.
Pikiran Bi Ratih ini pun sebenarnya juga mengarah pada ucapan Nonanya itu. Ia pernah melihat seorang gadis dengan perawakan yang sangat mirip dengan Majikannya itu.
Bi Ratih mulai berkutat di dapur dengan segala peralatan yang ada di sana. Masakan kesukaan Nona kecil itu selalu hafal dalam ingatannya.
ART yang bekerja di rumah ini bukanlah orang yang biasa saja. Mereka memiliki kemampuan yang cukup menarik.
"Huuuum." Bella mulai mencium aroma masakan dari arah dapur.
Aroma masakan dari sang koki yang sudah ahlinya membuat orang yang mencium bau itu meneteskan air liur. Masakan ala desa, nasi dengan sambal teri tak lupa serundeng alias hidangan yang sangat enak buat gadis muda belia itu.
Kruuuuk Kruuuuk Kruuuuk
Perutnya sudah merasa kroncongan. Bella berusaha meyakinkan dirinya untuk bisa berjalan tanpa rasa sakit.
Gadis kecil ini pun mulai menapakkan kakinya pada lantai. Sedikit rasa sakit yang masih ia rasakan. Bella berjalan perlahan dengan menahan sakit itu menuju pintu keluar.
Kreeeet
Pintu itu terbuka perlahan dan hampir mengenai pemilik kamar. Apa jadinya kalau memang benar-benar sudah mengenainya, bertambah lah rasa sakit pastinya.
"Non, perlu bantuan?" Tanya Bibi.
"Tidak Bi. Ini sudah enakan." Jawab Bella yang memang tidak mau merepotkan orang lain dan tidak kalah penting untuk menghindari Dokter masuk ke rumah itu.
Bella berjalan berada di barisan paling depan sedangkan di belakangnya diikuti oleh wanita paruh baya yang saat ini bersamanya. Wanita itu memperhatikan cara jalan gadis yang ada di depannya.
Gadis muda ini sejak dulu memang tegar dalam menghadapi segala hal. Masalah yang dihadapinya baik di sekolah ataupun di rumah sama halnya dengan saudara kembarnya Yasna hanya disimpan dalam hatinya sendiri.
"Heeem harum, pasti enak." Kata Bella yang sudah lama sekali tidak makan masakan Bi Ratih.
"Tahu aja kalau masakan Bibi enak." Kata Bi Ratih membanggakan diri sendiri.
Bella menarik kursi dan segera duduk karena lapar yang sudah tak tertahankan. Segera Ia menghabiskan makanan yang tersedia di atas meja makan tersebut.
Bi Ratih menggelengkan kepalanya perlahan melihat kelakuan majikannya itu. Badan kecil tapi makan banyak.
Kriiiing Kriiiing Kriiiing
Telepon rumah berbunyi dengan nyaring terdengar dari ruang keluarga. Jarang sekali telepon rumah itu berbunyi terkecuali memang dalam keadaan darurat.
"Jangan katakan kalau aku di sini Bi." Ancam Bella dengan dingin.
"Jadi benerkan Non lari dari rumah utama?" Tanya Bi Ratih.
"Iya." Jawab Bella singkat.
Bella sama seperti Papanya yang dingin begitu juga dengan Yasna. Keduanya memang tak berbeda sedikitpun.
Makanan di atas meja biasanya habis tak bersisa tapi kali ini lain ceritanya. Makanan itu kini hanya dianggurin begitu saja.
Tidak ingin berlama-lama dalam pikirannya sendiri yang tak tentu, Ia pun berlalu menuju taman belakang. Taman itu dimana Ia selalu menenangkan pikirannya setiap kali merasa galau.
Menyendiri duduk di tepi kolam ikan dalam pikirannya sendiri. Suasana yang sangat tenang membuat suasana hatinya semakin membaik.
Lama duduk di sana Bi Ratih pun datang menghampiri dengan membawa buah-buahan yang telah di kupasnya serta jus kesukaan gadis itu. Bi Ratih tahu sebenarnya gadis ini masih lapar tapi nafsu makan itu telah hilang karena segala hal yang ada pikirannya saat ini.
Byuuuuur
Suara orang tercebur ke kolam ikan. Ikut berenang bersama ikan-ikan yang cantik rupawan.
"Bibik." Teriak gadis itu dengan kesalnya.
"Maaf Non gak berniat membuat mu kaget." Kata Bi Ratih tersenyum renyah.
"Gak usah dipikir orang itu Non, apa setampan itu sampai membuat mu memikirkannya terus."
"Iya, dia itu sangat tampan kalau tidak mana mungkin Papa memiliki anak gadis secantik aku." Tegas Bella karena masih kesal didalam hati.
"Iya kalau memang tampan nanti kalau ketemu biar aku ajak kenalan." Kata Bik Ratih.
Bella sudah naik menuju bibir kolam dengan keadaan yang basah kuyup. Dibauya dengan hidung yang ternyata memang amis.
Lari menuju kamar mandi di dapur yang letaknya lebih dekat. Diguyur dengan air hangat badannya yang bau amis itu.
"Kenapa tiba-tiba aku bisa berjalan tanpa rasa sakit dan perasaan ku pun lebih baik walaupun dalam otak ku masih ada cewek itu." Lirihnya sebelum keluar kamar mandi.
"Seperti ada sesuatu yang menghubungkan aku dengan dia entahlah mungkin ikatan batin." Lanjutnya.
Bibi segera menyusul majikannya itu di depan kamar mandi. Ia mengantarkan handuk bersih untuk mengeringkan badannya.