webnovel

BEREMBUK MENGENAI MAJELIS

CHAPTER 3. BEREMBUK MENGENAI MAJELIS

Akhirnya sampai subuh kita membahas hal-hal mengenai jalan nya majelis ini.

"Kang acara kita minggu ini kemana ajah? Nanti kita bisa buat jadwal, kang," kata kang Adim.

"Kang Adim, kita bisa telusuri dulu sejarah Jambi dan hubungannya dengan tanah Sriwijaya, saya kok sangat pengen tau sejarah dari sisi gaib nya, kang," kataku.

"Kang, kita bisa ke candi, nanti kita atur jadwal kapan kita ke candi sana," kata kang Adim.

"Boleh kang, Lusa ajah yah kang kita ke candi sekalian juga eksplore ke sana, oh iya, ke sana seharusnya kita juga melakukannya sebagai wisatawan, jadi sekalian kita tanya mengenai sejarah dari candi dan hubungan nya dengan Kerajaan Sriwijaya?" tanyaku.

"Hm, boleh kang supaya kita tau sejarah menurut penelitian dan kita juga bisa panggil Penguasa Gaib Terkuat disekitar candi, terus kita ungkap juga gaib yang mengetahui sejarah candi tersebut dan hubungannya dengan Kerajaan Sriwijaya kang," kata Kang Adim.

"Baik kang, kita abis subuh istirahat dulu ya semua, abis itu siangnya, lanjut lagi kita latihan medium buat yang ingin latihan medium, nanti dibantu saya, kang Asep dan kang Gandi," kataku.

"Siap, itu udah azan Subuh kang, yuk kita persiapan sholat subuh," kata kang Adim.

"Oh iya kang Adim, kang Gandi dan Kang Asep ini akan disini seminggu saja, terus kalo saya bisa tinggal disini kalo diperlukan, kalo nggak ya saya pulang ke lampung sama kang Gandi," kataku.

"Ya, kang Narendra disini aja dulu, tinggal disini bimbing kita dulu sampai majelis ini maju dan banyak jamaah nya," katanya.

"Kang, saya mau nanya, majelisn ya itu nanti disini atau di rumah sampeyan? Katanya majelis awalnya di rumah sampeyan?" tanyaku.

"Kang Tarman, sini sebentar," kata kang Adim.

"Kang Tarman, ini untuk sementara majelis disini dulu, sebelum kita ada tanah yang bisa kita jadikan majelis tetap kita.Karena ke depannya kita harus punya tanah sendiri yang khusus majelis, jadi kita urunan untuk tanah majelis nanti," katanya.

"Emang kenapa, kalo di rumah sampeyan ajah kang Adim?" kataku.

"Hehehehehe...istriku kang, dulu awal-awal masih mau dia di rumah, kan kita juga acara nya cuma malam selasa saja, itupun kita keliling kang, walaupun alamat majelis masih dirumahku," katanya.

"Oh istri...Ya saya paham, apalagi kok saya merasa ke depannya majelis ini akan maju tapi banyak hambatan dari masyarakat sekitar ya?" tanyaku.

"Lah kok, kang Narendra udah tau?" tanya kang Adim.

"Ah itu perasaan saja kang, ini kayak nya kita sulit berkembang kalo kita tidak menggunakan trobosan-trobosan, dan apapun trobosan nya pasti penuh tantangan juga," kataku.

"Wah, feeling kang Narendra tajem ini," katanya.

"Emang ada apa sebener nya kang Adim?apakah kalian banyak musuh?" tanyaku.

"Hmm, ya sudah kita jelaskan sebentar kang, awalnya kami ini yang jadi jamaah sekarang ini adalah kawan-kawan kami satu perkumpulan yang selalu kami ikuti, Maksudnya saya ini selalu pindah-pindah perkumpulan baik itu pengajian ataupun keilmuan." jelasnya.

"Wah, saya gak paham," kataku.

"Gini kang, aduh susah juga yah jelasinnya, hehehehe. Misal saya ikut perkumpulan A, mereka ikut juga, dan aku pindah perdalam ilmu kejawen atau ilmu lainnya, mereka ikut juga," katanya.

"Ohh, gituu..." kataku paham.

"Jadi kalo sampeyan ikut ilmu kejawen, mereka ikut juga, kalo kamu ikut ilmu sunda wiwitan, mereka ikut juga? Jadi berapa ilmu yang sampeyan ikutin?" kataku.

"Kang, saya banyak ilmu nih, jadi kayak nya harus kita buang satu per satu, berarti ilmu yang ada pada kami itu ya sama semua," katanya.

"Ya sudah, kalo gitu nanti siang coba suruh kumpul ya, kita keluarkan ilmu yang sesat dulu," Kataku.

"Ada gak menurut kalian ilmu sesat kalian?" kataku.

"Ada kang, ini ilmu kejawen kuno, namanya Ilmu Sapto Kuno, Ilmu ini menyembah dewa-dewa," kata kang Adim.

"Oh siap, nanti yang ikut ilmu ini kita harus kumpulkan semua yah, takut nya ilmu itu sesat dan bisa membawa ruh sukma kalian dan ditawan oleh iblis," kataku.

"Oh siap kang, tapi kayak nya gak bisa siang ini, malam ajah kang," katanya.

"Oh iya, kita sebaiknya setiap malam ada waqiahan, karena ini kan dah majelis, jadi harus ada waqiahan dan kamis malam jumat ada Al-Barzanji dan Mahlul Qiyam," kataku.

"Oh gitu kang, waduh setiap malam ya, waqiahannya?" katanya.

"Selama ini cuma seminggu sekali kang, hehehehe," kata kang Tarman.

"Ya, makanya diperbaiki saja aktifitas majelis nya," kataku.

"Ya kang, kita sholat Subuh dulu, terus kang Narendra, kang Asep dan kang Gandi istirahat dulu saja, kan masih capek dan ngantuk berat pasti nya,"kata kang Adim.

"Ya kang, yuk kita wudhu dulu terus Sholat Subuh berjamaah," Kataku.

"Siap kang," kata mereka.

Jam 6 lebih sedikit begitu saya mau memejamkan mata, tiba-tiba dari atas genteng berisik sekali seperti ada kucing yang berlari-lari dan lama sekali. Saya bangun dan mengintip ke luar rumah, ternyata itu ada sekelompok monyet atau kera lumayan banyak, tapi mereka tidak mengganggu ke rumah, mereka meloncat-loncat ke pohon-pohon yang ada buahnya.

Setelah siang abis azan Dzuhur kami semua bangun dan melakukan sholat dzuhur berjamaah. Setelah itu kami makan siang yang sudah dimasakin dan disajikan oleh istri kang Tarman. Anak kang Tarman masih kecil-kecil yang masing-masing bernama Yudha dan Yuni.Mereka lucu-lucu kadang masuk ke kamar kita dan gangguin kita supaya bangun hehehehe.

Di rumah itu sudah banyak jamaah yang berkumpul, ada kang Tarman, kang Gino, kang Peman, kang Bolang, kang Bandana, mbah Marno, dan kang Sunarya. Mereka sengaja ke majelis untuk berkumpul dan saling bertukar pikiran mengenai amaliah atau pun tatacara amaliah yang mereka sudah jalankan. Banyak yang sudah melakukan beberapa amaliah sampai puasa tingkatan, ada yang masih mandi tobat, ada yang mandi tobat nya belum selesai-selesai, ada juga yang mandi tobatnya sudah dilakukan 3 kali.

Kemudian datang lagi Pak Batik dan Bu Minah, sepasang suami istri yang sangat rajin untuk ke majelis karena mereka sangat yakin dengan ini. Bu Minah sudah beberapa kali selesai mandi tobat, tetapi ada yang salut dari pak Batik, beliau buta huruf dan yang membimbing melakukan amaliah nya adalah istrinya.

Hal ini sama seperti yang dialami oleh bapaknya kang Gandi, saya kasih tau caranya, dan mereka akhirnya akan menirukan yang saya kasih tau mengenai bapak di lampung. Acara siang itu kita melakukan latihan medium, dan yang bisa medium disitu belum ada yang bisa dilakukan dengan berbagai cara karena mereka masih belum yakin dan masih bermain dengan logika mereka.

****

SANG PENAKLUK PULAU SUMATERA

BY. SKI