Pemilik bar juga memperkelakan diri, "Aku Leonardo, panggil saja Leo. Senang berjumpa denganmu."
Leo kemudian mengumumkan kepada semua pelanggannya. "Semuanya, dia adalah Hope, seorang Hero, dia sekarang teman baru kita."
Mendengar ucapan Leo, semua pelanggan kemudian bersorak. Kekawatiran mereka langsung lenyap setelah tahu siapa Fu.
"Nikmani minuman kalian!" seru Leo.
Semuanya kembali bersorak, laki-laki dan perempuan, mereka kembali mimun dengan gembira sambil bersorak dan memadukan gelas.
"Aku tambah susumu." ucap Leo.
"Oh, terima kasih."
"Apa kau sudah ada tempat untuk menginap?"
Fu mengelengkan kepalanya.
"Kau beruntung, masih ada satu kamar yang tersisa. Sebagai pelanggan baru, tidak usah berpikir untuk membayar sewanya."
"Yakin?"
"Tentu saja, tapi setelah kau nanti punya banyak koin emas, aku harap kau memberinkan sedikit padaku"
"Baiklah, tentu saja. Dan untuk hari ini, terima kasih."
"Jangan sungkan, nikmati susumu! Aku akan pergi sebentar."
Leo pergi untuk mencari salah satu pelayannya.
Seorang petualang mendekati Fu, dia dari ras Dwarf—pendek, berjengot dan berkumis lebat—dia kemudian duduk menyampingi Fu sambil membawa segelas besar bir. "Kau mau bir, Hope?"
"Tidak, aku sudah ada segelas besar susu."
"Haha, kau memang orang yang baik," ucap Dwarf yang memiliki badan gemuk itu. "Namaku Snow Baquet, panggil Snow saja."
"Salam kenal."
"Senang bertemu denganmu, Hope." Snow menepuk bahu Fu. "Ngomong-ngomong sudah berapa iblis yang kau bunuh?"
Fu hampir saja tersedak susu karena tiba-tiba ditanya seperti itu. "Aku …."
"Sudah-sudah, aku tau kau pasti mampu menghancurkan satu pasukan iblis."
Snow kemudian melihat ke arah semua pelanggan, "Hai semuanya ayo bersulang untuk teman baru kita, Hope!"
Semua pelanggan langsung bersorak dan mengangkat minuman mereka.
"Hope, ayo balas mereka!" ucap Snow.
Dengan sedikit canggung, Fu mengangkat susunya.
"Untuk teman baru kita, Hope."
Fu hanya bisa mengangguk sedikit canggung.
"Bersulang!"
Semuanya berseru lantang termasuk Fu.
Snow kemudian tertawa senang, "Hahaha, mungkin kau sudah ditakdirkan untuk datang ke sini, Hope. Aku harap nanti bisa satu party denganmu."
"Akan aku pikirkan." ucap Fu.
"Ayo bersulang!"
"Baiklah."
Fu dan Snow menegak minumannya sampai habis.
"Baiklah Hope, sepertinya aku harus kembali ke kamarku."
"Sebaiknya kau segera istirahat, kau sudah terlalu mabuk." ucap Fu.
Snow mengangguk sambil berjalan sempoyongan.
Leo kemudian datang, "Sepertinya kau sudah diterima oleh semuanya."
"Apa benar seperti itu? Begitu mudah?"
"Semuanya terlihat senang," Leo memandang semua pelangganya, "Mereka semua adalah para Hero yang terdiskriminasi karena dipandang lemah. Jarang juga orang kuat yang mau berkunjung ke bar ini. Sampai-sampai, barku ini dikenal sebagai barnya para pecundang. Tapi tidak masalah bagiku. Aku mengerti perasaan mereka, kesenangan mereka hanya sebatas di bar ini saja dan setelah mereka kembali ke aktivitas bisa mereka, orang-orang kuat akan memandang mereka sebelah mata. Dengan kau datang ke sini dan mau bersulang dengan semuanya, itu sudah membuktikan kau itu berbeda dengan apa yang mereka semua pikirkan. Aku harap kau mau membantu mereka."
"Sebenarnya aku bukan datang sebagai penolong, tapi aku menghargai rasa kekeluargan kalian. Aku akan menjadikan mereka kuat."
Selama sistem di dunia ini sama seperti di dalam game, aku rasa tidak akan merepotkan, pikir Fu.
"Semoga semua bisa berubah setelah kedatangan dirimu." ujar Leo.
"Aku belum mengerti kenapa aku dipandang sangat kuat, padahal aku biasa saja." ucap Fu.
"Ada sesuatu yang kau harus ketaui, Hope." Pandangan Leo mendadak serius, "Pedang yang kau bawa membuktikan kau itu kuat."
"Pedang," Fu belum mengerti kenapa pedangnya begitu ditakuti, "ada apa dengan pedang ini?"
"Aku tidak tau banyak tentang pedang ini, yang jelas pedang ini hanya bisa dipegang oleh kaum iblis …," ucap Leo mendadak pelan, "tapi aku tau kau bukanlah orang jahat setelah aku melihat lambang teratai pada pedangmu."
"Jadi itu yang menyebabkan mereka sempat takut padaku. Hanya bisa dipegang oleh iblis ya? Aku tidak yakin, buktinya aku manusia biasa begitu santai memegangnya." ucap Fu.
"Dan aku dengar, pedang ini hanya mengijinkan pemiliknya saja untuk memegangnya. Pedang ini juga hidup." ucap Leo.
"Eh?"
"Iya, rumornya seperti itu."
Fu mengelengkan kepalanya, "Hidup ya … hmm."
Fu mencabut pedangnya membuat semua orang mendadak diam dan Leo sedikit melangkah mundur.
Fu bicara pada pedangnya, "Oi apa kau benar hidup?" pedang Fu hanya memancarkan aura hitam. "Begitu hebatkah pedang ini?"
"Ce … cepat sarungkan kembali, Hope! Se … semuanya … terlihat takut." ujar Leo.
Fu segera menyarungkannya kembali.
"Kau nekat sekali, pedangmu itu bisa saja menjadi liar." ucap Leo.
"Maaf."
"Tidak apa," Leo menarik nafas tenang. "Sepertinya pedang itu jinak di tanganmu."
"Entahlah." ucap Fu.
"Hati-hati dengan pedangmu, Hope!"
"Jangan kawatir," ucap Fu. "Aku tidak akan membiarkan orang lain terluka karena pedang ini."
"Syukurlah." ucap Leo.
"Bisakah aku menuju kamarku sekarang, Paman Leo?"
"Oh tentu saja," Leo memanggil salah satu pelayannya, "Saya, antar Tuan Hope menuju kamarnya!"
Mata Fu langsung terpesona melihat pelayan yang begitu cantik mendatanginya—benar-benar sangat cantik dan dadanya di atas rata-rata.
"Silahkan Tuan!" ucap Saya
Fu malah terbengong.
"Saya akan mengantarmu, Hope." ucap Leo yang langsung membangunkan Fu dari fantasinya.
"Oh, baiklah!"
Saya bernama lengkap Saya Greze adalah seorang primadona bar. Maid yang sangat cantik dan langsing. Tinginya hanya sedikit lebih pendek dari Fu. Ditambah lagi dia berasal dari ras elfves.
Fu … tidak, mulai sekarang dia adalah Hope. Bahkan Hope sulit melepaskan pandangannya dari Saya.