webnovel

18. Kepanikan Tuan Kusuma

Di kediaman Tuan Kusuma sore itu terjadi kericuhan. Saat bangun dan tidak menemukan Padmasari dimanapun, Tuan Kusuma memanggil Bryan dan semua anak buahnya kecuali Amurwa karena ia tahu saat ini Amurwa sedang bersama Andika di rumahnya.

"Apa yang kalian lakukan sehingga sampai saat ini istriku belum kembali?"

Tuan Kusuma memandang anak buahnya dengan sorot mata tajam berkilat menyeramkan. Siapapun ngeri memandangnya. Wajah merahnya kini seolah berubah menjadi hitam.

Anak buah Bryan menunduk tak berani menatap wajah Bryan dan Tuan Kusuma yang sedang mengoreksi satu persatu wajah mereka. Mencari pelaku yang mengantarkan Padmasari keluar rumah dan tak bertanggung jawab membawanya kembali.

"Siapa yang berani mengkhianatiku? Apakah kalian memang sudah bosan hidup dan ingin mengeluarkan diri dari kekuasaanku? Kalau begitu aku beri kesempatan kepada kalian untuk mundur dari pekerjaan di rumahku. Aku akan memberi kalian pesangon yang akan cukup kau gunakan untuk hidup bersama keluargamu."

Tidak ada yang menjawab. Semua bungkam tak berani melakukan perdebatan

"Mungkin Amir yang melakukannya, Tuan. Amir kan selama ini yang selalu mengantar Nyonya kemana-mana."

Amir menggeleng. ia memang mengantar Padmasari namun ia sama sekali tidak tahu kalau majikannya akan meninggalkan rumahnya.

"Amir!"

"Saya, Tuan."

"Apakah benar itu kau?"

Amir menunduk sambil mencoba menata perasaannya agar tak ketakutan. Ia menunduk lalu menganggukkan kepala, mencoba meminta maaf atas kesalahan yang tak sengaja ia lakukan. Amir meju satu langkah mendekati Tuan Kusuma yang sedang membelakanginya.

"Ampun Tuan. Saya hanya diminta untuk mengantar ke mall XX dan Nyonya memintaku untuk meninggalkannya karena ia akan bertemu dengan sahabatnya. Nyonya bilang akan menghubungi saya kalau Nyonya sudah siap pulang makanya saya sama sekali tak menaruh kecurigaan sama sekali pada Nyonya. Kalau saya tahu akan seperti ini, Saya pasti akan menjaga Nyonya, Tuan."

"Kau minta maaf karena aku sudah marah? Apa gunanya kau meminta maaf ketika istriku sudah tak lagi ada di sini bersamaku."

Amir menunduk diselimuti rasa bersalah yang teramat sangat. Keteledorannya benar-benar fatal saat ini.

"Sekarang kau tata barang-barangmu dan bawa pergi dari rumah ini, Amir. Aku tidak ingin melihat wajah pengkhianat di rumahku.

Tuan Kusuma melangkah meninggalkan ruang tengah tanpa menoleh kepada siapapun. Ia menuju garasi dan membuka pintu mobil sport warna merah lalu mengemudikannya dengan kecepatan tinggi. Tuan Kusuma benar-benar tidak menyangka kalau istrinya tega meninggalkan dirinya bersama Andika, bahkan di saat hubungan keduanya belum membaik.

"Tuan mau kemana, Tuan Bryan? Apakah tidak sebaiknya kita mengikuti Tuan dari belakang? Aku takut Tuan bertindak terlalu gegabah dan membahayakan dirinya. bagaimana nasib Tuan Muda kalau kedua orang tuanya meninggalkannya sendiri di rumah ini?"

"Jangan terlalu jauh dalam berpikir, prajurit. Tuan Kusuma bukan tipe laki-laki yang mudah menyerah hanya karena perasaannya terhadap wanita. Ia akan merelakan apa yang sudah pergi dan akan mencari gantinya dalam jangka waktu yang singkat."

Semua mengangguk mendengarkan penjelasan Bryan. orang pertama di rumah Tuan Kusuma yang mendapat tanggung jawab mengurus nasib para pelayan.

Di rumah Amurwa, Andika sedang tiduran sambil memegang buku yang baru dibelikan anak buah Amurwa malam ini. Ia mencoba meminta Amurwa untuk membacakannya sebelum tidur, namun lagi-lagi harapannya kandas karena kedatangan orang-orang Tuan Kusuma yang meminta Amurwa mengikuti kepergian Tuan Kusuma.

"Kemana kira-kira Tuan pergi, pengawal? Apakah kalian tidak ada yang memiliki inisiatif untuk menyusulnya sebelum memanggilku?"

Prajurit di depan Amurwa menggeleng. mereka benar-benar tak pernah berpikir untuk mengikuti Tuan Kusuma dari belakang.

"Ampun, Tuan. Kami sama sekali tidak bisa berpikir ketika Tuan Kusuma memarahi kami. Kami hanya diam dan menerima semua kekesalan Tuan Kusuma dalam putus asa. Saat kami melihat Tuan pergi, semua dari kami terpana. Tak berinisiatif untuk mengejar atau mengikutinya dari belakang."

Amurwa memandang Andika yang kini menyandarkan tubuhnya di pintu. Andika nampak sangat sedih mendengar kepergian Maminya. Mata Andika mulai berlapis air mata yang membuat pandangannya menjadi buram.

"Sayang, apakah kau bisa tidur bersama Uncle Pram? Uncle Murwa akan menyusul Papi yang akan mengejar Mami yang pergi dari rumah."

Andika menggeleng. ia berlari memeluk Amurwa dari belakan. Air matanya semakin lama semakin deras membuat siapapun yang memandangnya menjadi trenyuh. Amura memandang Pramudya dan memintanya mengejar Tuan Kusuma dengan membawa beberapa anak buahnya.

"Aku akan membantu dari rumah. Kalian pergilah! Tuan Muda syok mendengar berita tentang ini." Amurwa memegang bahu Pramudya dan mendorongnya agar tak berlama-lama tinggal bersamanya.

"Baik, Tuan. Aku akan melaksanakannya sekarang. Sebelum Tuan Kusuma jauh, aku berharap bisa menemukan Tuan."

Amurwa mengangguk lalu mengambil alih tangan Andika dan menariknya agar berdiri di hadapannya. Andika yang sedang menangis, membenamkan wajahnya di dada Amurwa, membuat pemilik dada bidang itu diam. tangannya selalu mengelus punggung Andika, mencoba memberi semangat agar ia tak putus harapan.

"Tetaplah di sini dengan Uncle Murwa, Ok? Kita akan menghabiskan hari-hari kita bersama selama Mami tak ada."

"Tapi aku pasti akan sangat rindu sama Mommy, Uncle. Aku tidak bisa hidup tanpa Mami."

Amurwa menempelkan telunjuknya di bibir Andika, meminta anak kecil itu untuk tak melanjutkan kalimatnya. Perlahan ia usap air mata yang masih mengalir di pipi mulus milik anak majikannya.

"Tetaplah menjadi anak yang kuat, Sayang. jangan pernah menyerah pada keadaan walau keadaan itu sangat pahit dan getir, Ok?"

Andika mengangguk. beberapa jam berada di dekat Amurwa sekarang, Andika merasa ia memiliki kekuatan yang sama dengan apa yang dimiliki Amurwa.

"A-apakah Mommy akan pergi selamanya dari sisiku, Uncle?"

Amurwa menggeleng. sbenarnya bukan hanya Andika yang sedih, ia juga merasakan hal yang sama. Ia sering memangdang ke balkon, melihat sosok wanita dewasa yang selalu menatap ke arahnya dengan tatapan penuh harapan. Amurwa tahu dua hati mereka sebenarnya sudah saling terpaut, namun mereka harus memupus agar tak tumbuh subur di lahan terlarang milik orang lain.

"Insya Allah, Mami akan kembali, Tuan Muda. Yang harus kita lakukan sekarang adalah tetap berdoa dan berdoa. Allah tidak tidur dan Ia selalu ada bersama hambanya, bahkan sangat dekat."

"Benarkah? Apakah kedekatanku dengan Allah juga akan membuat Mami kembali berkumpul bersama kita, Uncle?"

"Insya Allah"

Andika dan Amurwa diam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak ada satu pun yang berinisiatif memulai pembcaraan hingga ponsel Amurwa berbunyi memberikan notifikasi pesan masuk.

Amurwa segera melangkah mendekati Ponsel yang ia letakkan di atas nakas, lalu mengecek pesan masuk. Amurwa baru akan membuka aplikasi pesannya dan mencoba membaca dan memahami laporan anak buahnya, namun ia segera mengurungkan niatnya. IA melangkah menuju ranjang dan membawa Andika untuk tidur bersamanya saat ini.