webnovel

Kabar Penting

Panas terik tak membuat gadis itu mengeluh, malah ia bersemangat karena hari ini bisa keluar, itu artinya satu tugasnya akan segera selesai. Berkelok dan menaiki jembatan penyebrangan, Alisha Bellanca berjalan dengan ringan menuju kampusnya. Gadis awal dua puluhan itu, saat ini tengah mengerjakan seminar proposal dan bermaksud untuk bertemu dengan salah satu dosen pembimbing untuk berkonsultasi sekali lagi dan setelah itu dia akan menghadapi sidang akhir. "Bentar lagi lulus, abis lulus kerja, abis itu kumpulin uang, terus …," Alisha terus bergumam sepanjang perjalanan, merancang masa depan yang menurutnya ideal. "Tapi UKT semester sekarang belum kebayar, gaji juga belum cair. Hah … cari tambahan apa lagi ya? Joki tugas kali, ya?" Langkahnya terhenti saat ia melintasi parkiran kampus, seorang pria semumuran dengannya tampak diam di atas motor besar sembari menatap Alisha. Mungkin bagi sebagian orang, tatapan itu terlihat seperti tatapan penindas. Namun, itu hanya pandangan biasa, salahkan mata si pemuda yang kelewat tajam. Alisha yang cukup terganggu segera menghampiri pemuda itu, rambut lurus sebahu bergerak saat gadis itu berjalan. "Apa?" tanyanya dengan nada kesal yang dibuat-buat, tentu saja. Mana berani Alisha marah pada sumber uang daruratnya. "Songong banget lu, bantet." Pemuda itu turun dari kuda besinya untuk berhadapan dengan Alisha. Tinggi yang sangat berbeda jauh terlihat seperti preman yang siap menindas anak SMA. "Bantu gue dong!" Dia adalah Reyzanu, satu fakultas namun bukan dari kelas yang sama dengannya, pemuda yang selalu ada di dekatnya sejak masa pengenalan kampus beberapa tahun lalu. Alisha baru melihatnya kembali setelah Reyzanu pergi ke luar negeri untuk pertukaran mahasiswa. "Gue bayar dua kali lipat dari biaya UKT semester ini plus tambahan gocap buat beli jajanan. Gimana?" "Bantu apa dulu, nih? Gue juga gak akan serta merta nerima kerjaan kalo gue sendiri gak tau apa yang harus gue lakuin." "Revisi sempro gue." Alisha menatap pemuda itu dengan wajah sedikit tak percaya. "Udah sidang?" Reyzanu hanya mengangguk pelan dan menyerahkan sebuah flashdisk pada gadis itu. "Anak fakultas gak ada yang tau gue sih, jadi gak apa." "Gue traktir di cafe kalo gitu." "Gak usah. Gue juga mau balik abis ini." Pemuda itu sedikit mengedar pandang, ada beberapa orang yang menatap keduanya. "Ngapain ke kampus?" Pertanyaan itu seakan membuat Alisha ingat tujuan awalnya, tangannya refleks memukul lengan Reyzanu sambil berkata, "Gue harus ketemu Profesor Gunawan. Nanti, nanti gue kasih tau progres revisinya, oke? Bye, Rey." Reyzanu menatap kepergian gadis itu tanpa membalas lambaian tangannya. Setelahnya, pemuda itu segera menaiki kembali motornya dan pergi dari kampus itu, ia sudah tak ada urusan penting yang mengharuskan dirinya untuk berada di sana. Alisha sesekali menyapa beberapa orang yang berpapasan dengannya saat menuju ke gedung fakultas. Gadis itu memang cukup dikenal oleh sebagian besar mahasiswa di fakultasnya, bukan hanya karena ia dekat dengan Reyzanu yang notabene anak orang berpengaruh di kampus itu, Alisha juga sangat ramah pada semua orang. Bahkan terkadang ada beberapa pemuda yang bertindak sedikit lebih berani untuk mendekati Alisha. "Alisha ...." Alisha berhenti saat mendengar suara seseorang memanggilnya, matanya sedikit terbelalak saat melihat si pemanggil. "Profesor?" "Aduh, kebetulan sekali. Hari ini bimbingan sama saya, ya?" Pria paruh baya itu mendekati Alisha diikuti beberapa mahasiswa yang satu tingkat dengan Alisha. "Iya, Prof ... Alisha agak telat, maaf Prof." "Nak Alisha bisa tunggu di sekitar ruangan saya? Satu jam lagi saya akan kembali." "Baik, Prof." Alisha mengangguk dan mempersilahkan dosen pembimbingnya untuk pergi. Pada kenyataannya, Alisha tak menunggu terlalu lama. Profesor Gunawan yang ia tunggu, kembali sekitar seperempat jam saja. Keduanya berbincang sebentar untuk memutuskan di mana mereka akan melakukan bimbingan. Tepat saat jarum jam menunjuk angka tiga dan sepuluh, bimbingan Alisha selesai. Senyum puas tercetak dari pembimbing dan mahasiswi itu. Alisha menumpuk bekas makanan mereka dan menaruhnya di sisi meja, ia melakukan bimbingan di sebuah gazebo kampus itu sejak siang. Setelah berbincang ringan Profesor Gunawan meninggalkan Alisha yang masih membuka laptopnya di sana. Senyum manis masih terulas di bibir gadis itu, ia masih tak menyangka kalau dosen yang dikenal galak oleh mahasiswa lain nyatanya tak seburuk yang Alisha pikirkan. Sepertinya mulai saat ini Alisha harus berhenti berpikir buruk tanpa mengetahui faktanya terlebih dahulu. Masih ada sekitar dua jam sebelum ia bekerja, gadis itu segera mengkoneksikan flashdisk yang diberikan oleh Reyzanu dan mengecek isinya. Hanya ada satu file laporan dengan banyak underline merah pada setiap bab, juga catatan kecil di penghujung halaman yang merupakan bagian apa saja yang harus dibenarkan dan ditambahkan. "Kayaknya ini cuma harus diganti kalimat aja, gak sih?" Alisha membaca salah satu bab dengan seksama. Membuat file baru untuk memperbaiki bagian yang salah. Ternyata tak semudah yang Alisha pikir, Reyzanu pikirannya sangat kritis, berbeda dengan dirinya. Ia harus memperbaiki ini bersama dengan pemiliknya. "Sekarang pergi dulu deh, bentar lagi pasti keburu macet, bisa-bisa telat ke resto." Sebelum Alisha meninggalkan tempat itu, ia mendapati seseorang menghubunginya, itu Reyzanu. Tanpa berpikir panjang, Alisha segera mengangkat panggilan itu. "Lisa, beres bimbingan, kan?" "Udah, kok. Kenapa lagi?" "Bagus, tunggu di depan kampus, gue udah pesen taksi online buat lu." Alis gadis itu tertaut, ia lantas pergi menuju gerbang kampus. "Ada apa? Kalo soal skripsi, gue bakalan kasih tau sepulang kerja nanti." "Gue udah minta izin sama bu Tuti soal kerjaan lu hari ini, pokoknya sekarang juga lu pergi ke tempat biasa, taksinya udah mau sampe." "TapI–Rey?" Helaan napas kasar keluar dari celah bibir gadis itu. Ini yang Alisha kurang suka dari Reyzanu, sikap tak mau dibantah yang sudah melekat di sel kromosom pemuda itu. Gadis itu melanjutkan perjalannya sembari mengecek pesan yang Reyzanu kirim padanya berupa tangkapan layar Reyzanu dengan supir taksi online. Langkahnya sedikit lebih cepat setelah keluar dari area taman kampus. Tepat di depan gerbanng ada sebuah mobil yang ciri-cirinya tertera di pesan tadi, Alisha segera menghampiri si supir yang kebetulan tengah berdiri di samping mobil. "Pak Anto?" "Ini Dek Alisha, ya?" "Iya, Pak." Pria plontos itu segera membukakan pintu penumpang dan masuk ke bagian kemudi setelah Alisha masuk. "Mau langsung pergi apa mampir dulu, Dek?" "Langsung aja, Pak, tapi lewat jalan alternatif aja biar lebih cepet." "Siap." Mobil mulai melaju setelah Alisha mengenakan sabuk pengaman. Alisha tak pernah melupakan protokol keselamatan saat berkendara. Tak sampai satu jam, Alisha sudah sampai di kawasan perumahan elite. Tepat di depan bangunan dengan pagar bernomor delapan, Alisha langsung masuk tanpa menekan bel. Ini adalah kali ke-tiga Alisha mengunjungi kediaman pribadi milik Reyzanu. Rumah dengan gaya modern minimalis itu selalu menjadi idaman Alisha, ia ingin bisa membangun rumah seperti ini suatu hari nanti, tentu saja jika ia sudah memiliki kehidupan yang sangat berkecukupan, tak seperti sekarang yang harus mencari uang dengan cara apa pun terkecuali cara yang haram tentunya. Bisa dibilang kehidupannya dengan Reyzanu bagai langit dan bumi jika dalam hal ekonomi juga soal keluarga, sangat berbanding terbalik. Reyzanu adalah anak dari keluarga pengusaha yang cukup terkenal dan memiliki banyak saudara yang terpandang, berbeda dengan dirinya yang hanya anak tanpa orang tua, tinggal di panti asuhan dan baru saja memutuskan hidup sendiri saat masa SMA. Apa mungkin aku juga bisa kayak Reyzanu suatu hari nanti? pikirnya. Alisha tak sadar jika Reyzanu sudah berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan dirinya. "Bantet, lu mau masuk atau diem terus di situ? Kayak kucing aja cuma diem di keset, cepet masuk!" Gadis itu menghiraukan perkataan Reyzanu dan melenggang saat si empu telah masuk. Tak banyak barang yang berarti di rumah itu, hanya beberapa sepeda juga alat olahraga dan seperagkat peralatan game di ruang tv. Mata Alisha memperhatikan Reyzanu yang tengah menyiapkan minuman untuknya. Ada yang berbeda dari pemuda itu, wajahnya tak secerah tadi pagi. Seperti ada sesuatu yang mengganggunya. "Rey–" "Lisa. Gue perlu bantuan lu," ucap Reyzanu, ia sedikit mengangkat alisnya, memberi isyarat jika Alisha harus lebih dekat dengannya. Gadis itu segera menghampiri Reyzanu yang tengah bersandar di konter dapur sembari mengulurkan sekaleng soda untuknya. "Ini kedua kalinya lu manggil nama gue, ada perlu apa lagi?" "Bener-bener penting sampe gue sendiri harus omongin ini dari mana dulu, gue bingung, Sha." Alisha hanya mendengarkan, tangannya sibuk membuka kaleng soda itu, ia kehausan. "Alisha, gue punya anak." Ucapan pemuda itu menggema di seluruh ruangan. Alisha belum bisa mencerna apa yang dikatakan Reyzanu sehingga ia lebih memilih diam. "Sumpah, ini ketololan gue yang paling tolol, Sha. Gue ngehamilin anak orang," Reyzanu menambahkan. Alisha bisa tahu kalau pemuda itu benar-benar frustasi sekarang. Siapa pun, mungkin Alisha juga akan merasakan hal itu jika berada di posisi Reyzanu. "Kapan?" "Gue ketemu cewe itu pas balik libur semester, di club, bertepatan pas ulang tahun gue." "Gue paham, one night stand, kan? Terus gimana?" "Tanggung jawab, lah. Sebenernya pas si cewe itu bilang dia hamil anak gue, gue juga udah ada niat mau nikahin dia pas anaknya lahir, tapi dia gak mau." "Tapi gimana kalo sebenernya dia bukan anak lu?" Alisha beradu pandang dengan Reyzanu yang menatapnya kaget, namun pemuda itu menggeleng pelan. Ia berucap sembari membukakan kaleng soda milik Alisha, "Itu pertama kalinya dia having sex dan dia gak ngelakuin lagi setelah sama gue. Gue bener-bener tolol, Sha." "Ya … udah kalo lu sadar. Jadi apa yang sebenernya bikin lu panik? Tadi perasaan gak gini." "Dia gak mau urus anaknya, gue juga gak mau anak itu masuk panti asuhan, gimana kalo dia dapet orang tua yang gak bener?" "Kenapa gak lu aja yang rawat?" Tawa Reyzanu yang kali ini menggema. "Lu mau gue kena sambit sama ayah gue, apa? Yang ada gue langsung dicoret dari kartu keluarga." "Emang lu belum ngomong ke orang tua lu soal ini?" "Mana berani. Gue perlu solusi." Belum sempat Alisha membalas perkataan Reyzanu, suara bel membuat keduanya saling berpandangan sebelum Reyzanu melesat menuju pintu utama.