"Jo ... tunggu napa? Aku pake gaun panjang nih, susah jalannya!" Archy mengeluh sambil mengikuti langkah kaki Jo yang terasa sangat cepat meninggalkannya. "Mana pake high heels, susah banget buat jalan tahu!"
Jo berbalik dan memandang Archy dengan tatapan datar. Ia bisa melihat pengantinnya itu berjalan pelan sekali sambil menarik-narik gaun panjangnya. Jo mendesah pelan, perlahan ia berjalan mendekati Archy dan membantu gadis itu mengangkat gaun.
"Lagian kenapa cewek ribet-ribet sih? Udah tahu susah masih aja dipake baju megar kayak gini." Jo mengomel sambil mengangkat gaun tersebut. "Lain kali suruh orang, jangan nyuruh gue."
"Ih jahat banget sih? Lagian cuma bantu ngangkatin gaun kok kayak dimintai tolong bikin candi?" Archy mendengus kesal. "Ya udah gue jalan sendiri!"
"Oh ya udah."
Jo langsung melepaskan gaun itu dan berjalan duluan tanpa tedeng aling-aling. Dasar manusia kardus! Archy ingin sekali menendang Jo hingga lelaki itu minta ampun kepadanya. Enteng sekali ia berbuat seperti demikian, benar-benar pria paling menyebalkan yang pernah Archy kenal!
Untungnya beberapa pelayan membantu Archy. Mereka juga memasangkan sandal rumah mengganti high heels tujuh centi itu sehingga Archy bisa berjalan cepat ke arah kamar pengantin yang terletak di ujung rumah. Archy heran, kenapa jarak dari kamar ke kamar di kediaman Suryakancana itu sangat berjauhan? Lalu kenapa Nathan memilih kamar paling ujung sebagai kamar pengantin?
Archy tertegun memandang kamar pengantin dengan dekorasi super mewah tersebut. Wanginya tidak usah ditanya, benar-benar menyegarkan sekaligus membuat rileks setiap orang yang masuk! Suasana tersebut bertambah romantis dengan beberapa hiasan bunga yang berada di sudut-sudut kamar tersebut. Sayang suasana itu rusak karena Archy malah harus bersama dengan lelaki menyebalkan seperti Jo. Andai saja semua ia lewati bersama Nathan, tentu mereka akan melewati malam pengantin dengan penuh cinta serta penuh keromantisan.
Kalau dengan Jo? Nampaknya malam itu akan menjadi malam satu suro bagi Archy.
"Kalian berdua ngedekor kamar pengantin kayak gini?" tanya Jo yang nampak berkacak pinggang memandangi kasur. "Apa gak takut gatel kena ulat? Bisa-bisanya sekamar isinya bunga semua, berasa tidur di toko bunga tahu?" omel Jo.
"Yeh, gue kan sama Nathan menikah. Wajar aja dong banyak bunga, masa kita ngedekor kamar pengantin pake galon?" Seloroh Archy pada Jo dengan sengit.
Jo hanya mendengus mendengar pernyataan Archy. Ia memandang pakaian yang menggantung di kamar itu. Nampak dua buah pakaian tidur yang membuat Jo sakit mata. Bagaimana tidak? Pakaian "haram" itu tergantung dan membuatnya tidak bisa membayangkan akan seperti apa jika Archy mengenakan pakaian tersebut.
"Tapi lo gak akan pake baju ini kan? Lo gak akan pake kan?" Jo memastikan.
Archy yang malu itu langsung menarik pakaian tersebut dan menyembunyikannya di lemari. Astaga, niat hati menggoda Nathan yang melihat malah adiknya! Sungguh ini membuat mental Archy lelah, tapi ia harus bagaimana lagi? Jo yang telah menjadi suaminya, dan ia harus benar-benar tabah menjalani semua itu.
"Ya gila aja, masa gue pake baju dinas di depan elo. Gue gak mau disentuh sama lo!" Archy mencebik kesal. "Gue bawa piyama, gak usah geer ya."
"Emangnya gue mau lihat lo pake baju gituan? Mending gue lihat babi telanjang kali daripada lihat lo pake baju belom jadi kayak gitu. Gak usah geer, gue gak tertarik sama lo."
Archy yang sudah tidak tahan itu menginjak kaki Jo keras-keras. Lelaki itu mengaduh kesakitan sambil mendesis, kedua bola matanya menatap Archy dengan nanar.
"Heh, jahat banget lo nginjek gue! Beneran ya udah manja, rese banget lo jadi orang!"
"Lo yang mulai ya, Bapak Jo. Gue ini orangnya kalau enggak di duluin enggak akan ngelunjak. Jangan main-main sama gue, sepanjang hari gue akan bikin lo menderita di sisi gue."
Jo tertawa kecil, ia berkacak pinggang dan tubuhnya menunduk. Wajah Jo tepat berada di depan wajah Archy dan memandangi gadis itu dengan tajam. Sebenarnya Archy takut, akan tetapi ia berusaha baik-baik saja dan memberanikan diri melawan Jo. Jangan sampai Jo berbuat seenaknya pada Archy, lelaki rese itu harus ditegasi supaya tidak bisa sembarangan memperlakukan Archy!
"Dengar ya anak manja. Pertama gue enggak tertarik sama lo, kedua gue juga kepaksa ngelakuin ini sama kayak lo. Gue males ribut apalagi sama istri Kakak gue sendiri! Gue gak akan nyentuh lo apalagi ngelakuin aneh-aneh, jadi tolong jangan bikin gue emosi semalaman. Kamar ini besar dan gue akan tidur di sofa. Lewati malam ini tanpa membuat gue serasa uji nyali, oke?" Jo menegaskan kalimatnya.
Archy hanya meringis mendengar penuturan Jo. Lelaki itu menarik diri kemudian melepas singlet hitamnya hingga dada dan perut Jo terpampang dengan jelas. Archy terpekik, ia menutup muka dan menyembunyikan pandangannya.
"Jo! Lo ngapain buka baju?!" Archy merasakan pipinya memerah. "Lo bener-bener kurang ajar ya?!"
"Dih, lo gak pernah lihat cowok telanjang dada emang? Gue mau mandi, lagian kan elo gak tertarik sama gue, kenapa harus malu?" Jo berjalan mendekati Archy. "Apa jangan-jalan lo deg-degan ya lihat gue buka baju?"
Pertanyaan itu membuat Archy ingin berteriak pada Jo seperti gorila lepas. Ia melempar piyama yang seharusnya dikenakan Nathan ke arah Jo. Archy menyeka rambut jatuh di mukanya kemudian menatap Jo lekat-lekat.
"Kagak ya, gue kagak nafsu lihat badan lo yang tatoan itu! Tapi seenggaknya lo mesti sopan, buka baju di kamar mandi kek?"
"Oh iya? Terus gue harus gimana cara nutupin mandi gue ke elo? Bukannya sama aja ya gue buka baju di kamar mandi pun?"
Archy baru sadar bila kamar mandi di ruangan tersebut dibuat transparan sehingga dari arah ranjang ia bisa melihat jelas aktifitas seseorang yang tengah mandi. Bukan tanpa alasan Nathan membuat seperti itu, tentu saja untuk kebutuhan batin suami istri yang bisa dikonsumsi bersama. Namun, Archy saat itu kan bersama Jo. Sial sekali ia harus melewati malam pengantin dengan perasaan menyebalkan seperti ini!
"Gue gak akan lihat." Archy memalingkan wajah.
"Awas kalau pura-pura ngintip, gue gak akan segan-segan jambak rambut lo." Jo mengancam.
Archy berbalik dari arah kamar mandi. Terdengar bunyi shower dinyalakan dan jantung Archy berdebar sangat kencang. Oh sial, andai Jonathan tahu semua ini apa yang akan ia lakukan? Archy harus cepat-cepat menemukan keberadaan Nathan sehingga semua hal mengenai Jo akan berakhir. Tapi ke mana ia harus mencari Nathan? Bahkan Kepolisian saja belum menemukan keberadaan Nathan saat itu.
Archy sedang asyik berpikir, tapi entah mengapa ia merasa kakinya geli. Bola matanya berputar ke arah kaki dan ia bisa melihat ada seekor cicak sedang duduk manja di atas punggung kakinya. Seketika tubuh Archy panas dingin, ia langsung berteriak histeris.
"Mama!!!"
Archy melonjak-lonjakan tubuhnya dan cicak itu malah naik ke arah gaun. Dengan otak yang tidak bisa berpikir jernih karena ketakutan, Archy melepas gaun yang dikenakannya dan ia berlari ke arah Jo dengan kondisi hanya memakai pakaian dalam. Ia menangis histeris, sungguh Archy sangat takut pada cicak di sepanjang hidupnya! Lebih baik berlindung pada Jo yang menyebalkan daripada harus berhadapan dengan cicak.
Jo yang sedang keramas itu terkejut melihat Archy masuk begitu saja sambil menangis dan bergidik ngeri. Jo buru-buru menutupi tubuhnya dengan mata melotot.
"Lo kenapa masuk sembarangan sih?! Mana gak pake baju! Lo mau apa?!" Jo berteriak sambil menutupi bagian bawah tubuhnya yang masih penuh sabun.
"Ada cicak naik ke gaun gue. Tolong gue takut banget, hueeeeee."
Jo bisa melihat Archy benar-benar ketakutan, tubuh gadis itu gemetar hingga Jo mau tidak mau menarik Archy mendekat. Perlahan Jo memegang bahu Archy, berusaha menenangkannya.
"Tar gue bunuh. Udah jangan nangis, tunggu gue beres mandi. Ehm ... gue bingung nih gue gak pake baju." Jo terlihat malu.
Archy yang masih menangis itu berjongkok sambil menutup mukanya yang menangis. Sebelah tangannya memegang kaki Jo hingga kemudian ia membuka mata dan di hadapan wajahnya terpampang masa depan yang seharusnya tidak ia lihat. Jo menyesal kenapa tidak mencegah gadis itu berjongkok?
"Aaaaaa!!!"
Archy langsung pingsan saat tak sengaja menatap kepunyaan Jo secara jelas. Jo benar-benar hilang akal, harus bagaimana ia sekarang?
"Ya Tuhan, kenapa gue harus mengalami ini semua? Dia yang jongkok dia yang pingsan. Anjir, rusak sudah masa depan gue." Jo bermonolog.
Perlahan ia menarik Archy dan menggendong gadis itu keluar dari kamar mandi. Bagaikan mimpi buruk, apakah Archy dan Jo harus benar-benar melewati malam itu bersama-sama? Apalagi yang akan terjadi nanti?
**