webnovel

Roa Ludwig

Berjalan dengan penampilan yang jauh berbeda dari sebelumnya, kini tak ada orang yang menjauhi Ark lagi karena penampilannya.

Meski tak ada yang menjauhinya lagi, tetap saja masih tak ada orang yang mau berbicara kepadanya.

Beberapa kali dirinya mencoba untuk mendekati seseorang untuk menanyakan perihal kediaman Zanan Sutton atau informasi apapun yang berkaitan dengannya. Namun untuk suatu alasan yang tidak ia mengerti, orang-orang itu memilih untuk menghindar dan menjauh darinya.

Tak Ark ketahui jika penyebab orang-orang memilih tak ingin berbicara kepadanya adalah karena pakaian yang ia kenakan.

Beberapa dari orang yang melihatnya berjalan di kejauhan diam-diam saling berbisik satu sama lain.

"Hei, lihat dia. Pakaian yang ia kenakan dari ujung kepala sampai ujung kaki berasal dari pabrik pakaian terkenal."

"Kau benar, semua pakaiannya bermerk Kaisar Penguin! Itu kan merk pakaian paling terkenal di seluruh penjuru Kerajaan Winterhaven. Jangan-jangan pemuda itu sedang berlibur di Kota Whitelore kita?"

"Tak kusangka jadi sejauh inikah perbedaan antara kita, masyarakat Kota Whitelore dan masyarakat Wintervale?"

Mendengar perkataan teman bicaranya, si B pun bertanya kepada si A, "Darimana kau tahu jika dia berasal dari Kota Wintervale?"

Menggelengkan kepalanya, si A pun menjelaskan, "Hanya orang-orang dari ibukota kerajaan saja yang memiliki uang sebanyak itu dan menghamburkannya untuk membeli pakaian semewah itu."

Tak tahu jika dirinya menjadi bahan pergunjingan dan pergosipan orang-orang yang ia lewati, Ark yang sudah mulai lelah secara mental karena masih tidak menemukan petunjuk apapun tentang Zanan Sutton akhirnya memilih untuk beristirahat di depan sebuah gerbang raksasa suatu bangunan.

"Harusnya aku bertanya kepada paman pemilik toko pakaian sebelum keluar dari tokonya. Karena terus mengajakku berbicara, aku jadi lupa bertanya kepadanya." Gumam Ark sembari mengeluarkan unek-uneknya.

Tak selang berapa lama setelah Ark mengeluarkan unek-uneknya itu, dari atas dinding sebelah kanan bangunan bergebang raksasa tempat Ark menyandarkan tubuhnya untuk beristirahat sejenak, seorang pemuda seusianya tampak menatapnya dengan penasaran.

Sangkin penasarannya pemuda tersebut, Ark pun dipanggil oleh pemuda itu untuk sekedar mengobrol selayaknya remaja seusianya.

"Hei, apa kau berasal dari Kota Wintervale? Apa yang kau lakukan di depan gerbang perguruanku?"

Menolehkan wajahnya ke sumber suara, Ark yang melihat seorang pemuda berambut cokelat tengah berbicara kepadanya segera tersenyum sopan sembari menjawab, "Aku bukan berasal dari Kota Wintervale dan adapun mengapa aku duduk bersandar di depan gerbang perguruanmu ini adalah karena aku lelah."

Mendengar jawaban Ark yang mengatakan jika dirinya bukan berasal dari ibukota Kerajaan Winterhaven meski gaya berpakaiannya merupakan ciri-ciri dari penduduk kota tersebut. Pemuda berambut cokelat itu terdiam beberapa saat karena terkejut.

Untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka, sang pemuda berambut cokelat bertanya, "Jika kau lelah bukankah lebih baik jika kau beristirahat di rumahmu dibandingkan di depan gerbang seperti itu. Kau bisa mati membeku lho."

Apa yang dikatakan oleh pemuda berambut cokelat itu memang benar. Orang normal pasti akan mati membeku jika terus berdiam di satu tempat tanpa bergerak pada saat suhu dingin seperti ini. itu karena tanpa adanya pergerakan, sumber panas dari dalam tubuh juga tidak dihasilkan dan menyebabkan bekunya bagian tubuh mereka.

Tapi sayangnya Ark sama sekali bukan orang normal. Di usianya yang kedelapan belas tahun ini, dirinya sudah terbiasa dilatih oleh sang kakek agar tubuhnya mampu menahan dan beradaptasi pada suhu dingin sejak usia tujuh tahun.

Tentu saja Ark sama sekali tidak menyadari jika sang kakek telah melatihnya sejak kecil. Itu karena satu-satunya hal yang ia rasakan dari sikap sang kakek kepadanya adalah, 'Tongkat', 'Pukulan', dan 'Rasa sakit'.

Menjawab anjuran dan peringatan dari pemuda berambut cokelat berpakaian seragam berwarna biru tersebut, Ark pun menjawab dengan sebuah kalimat singkat, "Aku tidak bisa pulang sekarang karena aku belum menemukan orang yang dicari oleh kakekku."

Merasa tertarik dan penasaran, pemuda berambut cokelat itu kembali bertanya, "Kau ingin mencari seseorang? Kenapa kau tidak bertanya kepada orang-orang di jalan?"

Menggelengkan kepalanya, Ark menjawab, "Tak ada yang mau menanggapiku. Mereka semua menghindariku sejak aku datang ke kota ini."

Yang paling menarik perhatian pemuda berambut cokelat itu bukanlah tentang tidak ada orang yang mau menanggapi pertanyaan Ark. Juga bukan mengenai Ark yang selalu dihindari orang-orang sejak ia tiba di Kota Whitelore.

Yang menarik perhatian dari pemuda berambut cokelat itu tak lain adalah ketika Ark berkata jika ia bukan berasal dari Kota Whitelore.

Di seluruh penjuru Kerajaan Winterhaven, hanya terdapat tiga kota di mana satunya merupakan ibukota yakni Wintervale. Whitelore yang merupakan kota terkecil namun dikenal sebagai kota pemasok bahan mengingat jaraknya sangat dekat dengan lautan beku maupun sebuah hutan yang dinamakan sebagai Hutan Putih.

Terakhir adalah kota yang dikenal sebagai benteng dari Kerajaan Winterhaven sekaligus kota yang dikenal dengan keindahan bunga wisterianya. Kota itu tak lain dinamakan Winteria.

Jika Ark barusan membantah asalnya dari Ibukota Kerajaan, Wintervale. Maupun bukan penduduk lokal dari Whitelore. Maka satu-satunya kota yang tersisa adalah Kota Winteria.

Sebagai seorang pemuda berjiwa petualang, pemuda berambut cokelat itu sangat ingin mengetahui seperti apa kota-kota selain daripada Kota Whitelore yang merupakan kampung halamannya.

Entah kenapa di saat yang bersamaan sebuah ide gemilang juga muncul di dalam pikirannya.

Turun dari atas dinding dan membuka gerbang besar yang menjadi tempat bersandar Ark dengan kedua tangannya, pemuda berambut cokelat itu mulai memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Hei, kenalkan. Namaku, Roa Ludwig, murid dari Perguruan Tulip Putih."

Membalas perkenalan pemuda berambut cokelat yang mengaku memiliki nama Roa Ludwig sekaligus status sebagai murid dari sebuah perguruan bela diri paling tenar di Kota Whitelore. Ark pun menjawab dengan santai tanpa rasa takjub atau apapun mengingat dirinya tidak tahu menahu tentang seluk beluk isi dari Kota Whitelore secara menyeluruh.

"Hai, namaku, Ark Dawnfall. Salam kenal."

Melihat Ark tersenyum ramah membuat Roa yang masih merasa sungkan sebelumnya menjadi lebih santai dalam berbicara.

"Kau bilang kau sedang mencari seseorang kan? Katakan padaku siapa yang kau cari, aku, Roa Ludwig, mengetahui semua identitas orang lokal di kota ini selama mereka bukan pendatang baru dari kota lain."

Melihat ekspresi penuh kebanggan terpancar jelas di wajah Roa, Ark yang merasa beruntung langsung memberitahu jika dirinya tengah mencari sosok bernama Zanan Sutton atas perintah kakeknya.

Tapi begitu dirinya baru selesai memberitahukan siapa yang saat ini tengah ia cari, Roa yang sebelumnya memperlihatkan ekspresi bangga langsung berubah menjadi bengong seketika.

"U-uhum. Jika aku boleh tahu apa yang membuatmu ingin bertemu dengannya?" tanya Roa yang hendak mengkonfirmasi tujuan dari Ark.

Hanya saja pertanyaannya itu tidak membuahkan hasil. Ark hanya menggelengkan kepalanya seraya menjawab, "Aku tidak tahu. Aku hanya diberi tugas oleh kakekku untuk menyerahkan sebuah surat kepadanya. Kakekku bilang surat itu sangat penting jadi aku tidak bisa kembali tanpa memberikan surat itu kepada orang yang bersangkutan."

Saya selalu mengharapkan dukungan dari teman-teman semua ^^

Vanitastumcreators' thoughts