webnovel

Sabine

Kisah Sabine yang akhirnya bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Meski harus melewati masa-masa sulit.

riem · Urban
Not enough ratings
44 Chs

Strong Sabine

Hubungan Niko dan Bira di kantor baik-baik saja. Sejak Bira menikahi Evi, dia tampak bahagia. Walaubagaimanapun, kata maaf dari Bira sepertinya tak terhitung lagi terucap di tiap-tiap harinya jika bertemu Niko. Niko tetap santai menanggapinya. Semua sudah selesai. Semua pihak pun lega. Niko pun tidak lagi mengungkit-ungkit masa lalunya.

Tapi masalah mereka cukup mempengaruhi keadaan di kantor. Mata-mata aneh tentu saja tertuju ke arah mereka berdua. Para staff ternyata sudah mengetahui masalah Niko yang 'mandul', dan Bira yang merebut istrinya.

Dan Niko selalu menunjukkan sikap yang sewajarnya dengan tidak menanggapi mata-mata aneh itu.

Tapi kini, mereka berdua malah diundang Akhyar makan siang di sebuah hotel mewah di daerah BSD. Sepertinya, Akhyar dengan serius membahas persoalan di antara keduanya.

"Maaf, jika terkesan mencampuri ranah pribadi kalian," mulai Akhyar.

"Apa kalian merasa nyaman bekerja di tempat yang sama?," tanyanya kemudian, Ternyata Akhyar juga mengetahui isu yang beredar di kantornya.

"Kalo ada yang merasa tidak nyaman, bisa saya urus kepindahan ke kantor lain," ungkapnya.

"Saya ok. Nggak jadi masalah," ucap Niko tegas.

Akhyar melirik Bira.

"Saya juga, Pak," ujar Bira.

Akhyar menatap keduanya secara bergantian. Keduanya adalah staff terbaiknya. Niko yang sangat teliti dan Bira yang pekerja keras.

Akhyar menghela napas. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman dengan persoalan mereka. Apalagi di setiap saat memulai rapat di kantor. Kedatangan Niko dan Bira secara bersamaan ke ruang rapat selalu mengundang wajah sinis plus kegaduhan.

"Saya mau pindah, Pak," ucap Niko akhirnya. Dia tahu betul, Akhyar sangat tidak nyaman.

"Nik..., lo. Ampun, Shhh," Bira hampir mengumpat. Dia yang sekarang tidak nyaman.

"Okay. Kamu saya pindahkan ke kantor Kashawn group. Kamu tahu Igor Kashawn, konsultan keuangan yang basenya di Singapore kan?,"

Niko mengangguk.

"Kamu akan bekerja di kantor papanya di sini. Saya akan hubungi Anwar Naufal, salah satu rekan saya, dia HRD di sana. Mungkin awal-awal kamu akan syok bekerja di sana, Niko. Mereka gila kerja,"

Niko tersenyum.

"Saya yakin kamu bisa,"

Niko mengangguk mantap.

_____

Niko merasa keputusannya tepat kali ini. Pindah tentu lebih baik, apalagi difasilitasi. Dia tidak peduli lagi dengan jumlah bayaran yang akan dia terima di kantornya yang baru nanti. Paling tidak, bayang-bayang Evi bisa dengan perlahan dia tepis. Bila perlu, hilang sama sekali.

***

Sabine heran. Beberapa hari ini ini dia mendapat panggilan misterius. Ketika diangkat, tidak ada yang bersuara. Dan dia mendapatkan panggilan tersebut di waktu yang sama. Pukul sembilan malam. Bahkan pernah dia mendapatkan panggilan tersebut saat dirinya bersama Akhyar. Sabine tidak langsung mengungkapkan kegelisahannya ke Akhyar. Dia tidak ingin menambah kegelisahan Akhyar.

Dan keheranan Sabine sepertinya terjawab. Asni, anak dari Bu Syahril, salah satu tetangga jauhnya yang berbeda gang, bertamu ke rumahnya sore ini. Asni adalah seorang gadis korban gosip Bu Teti yang mengatakan bahwa dirinya adalah piaraan Om-Om senang.

"Kamu kan anaknya Bu Syahril," tegur Bude Rita saat Asni bertamu ke rumahnya. Asni tampak sangat sopan. Dengan penuh senyum dia mengangguk mantap.

"Asni mau ketemu Sabine, Bude,"

"Loh? Kamu kenal Sabine?,"

"Hm..., baru kenal nama sih. Belum liat orangnya. Boleh? Sekalian mau kenal juga,"

"Bentar ya?,"

Bude Rita kembali memasuki rumahnya, terdengar suaranya memanggil nama Sabine.

______

"Ada yang mau ketemu kamu, Sabine. Asni, anak Bu Syahril yang tinggal di rumah petak milik wak haji Naim,"

Sabine terperanjat. Dia sama sekali tidak mengenal gadis bernama Asni. Tapi pikirannya cepat tertuju ke panggilan misterius yang dia dapatkan beberapa hari ini.

Bude Rita memandang punggung Sabine yang melangkah ke luar dengan raut wajah bingung. Seketika dia ingat gosip yang diungkapkan Bu Teti beberapa bulan yang lalu mengenai diri Asni. Bude Rita semakin was was. Wajahnya tampak menunjukkan kecemasan.

______

"Asni," ucap Asni seraya menyodorkan tangan kanannya ke arah Sabine. Dia tampak kagum saat melihat Sabine. Matanya cepat tersita ke tato kecil bunga tulip di leher Sabine. Sabine agak kikuk dibuatnya.

Sabine langsung menggerakkan kepalanya, menunjukkan isyarat bertanya. Belum satu patah katapun terucap dari mulutnya. Tatapannya masih tajam penuh curiga ke Asni.

"Gue mau ngobrol tentang Daddy Akhyar," ujar Asni akhirnya.

Sabine menarik napas dalam-dalam. Sebentar ditolehnya bagian dalam rumah.

"Jangan ngobrol di sini,"

Sabine kembali masuk ke dalam rumahnya.

______

Perasaan Sabine cukup resah saat menukar baju di dalam kamarnya. Terbayang wajah Akhyar yang gelisah. Sabine harus siap menghadapi masalahnya sekarang, berhadapan dengan para sugar babies yang manja-manja lagi pemarah. Setidaknya itu yang dia bisa lihat dari ekspresi Asni yang sedang menunggunya di depan.

Sabine meraih rokok dan mencis yang tergeletak di atas mejanya, dan memasukkannya ke dalam tas kecil buluknya.

"Bude. Aku ke luar dulu sama Asni. Ada hal penting,"

"Sabine...,"

"Nanti aku akan jelaskan semuanya...,"

______

Sabine mengarahkan Asni ke warkop Bu Ida. Warung kopi 24 jam yang lokasinya tidak begitu jauh dari sekolahnya.

"Lo ngopi? Gue bayarin," tawar Sabine ke Asni. Gadis imut itu tidak nyaman dengan warung kopi tradisional tersebut. Dia tidak terbiasa dengan bisingnya kendaraan bermotor yang sering melintas di depannya. Ditambah dengan bau asap knalpot dari berbagai macam kendaraan yang lewat.

"Nggak. Makasih," tolaknya.

Sabine mengamati Asni. Cantik dan sangat terawat. Ternyata Asni adalah salah satu gadis Akhyar yang sudah bergabung selama enam bulan lebih. Dia adalah seorang mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas negeri bergengsi di Jakarta.

"Lo harus jauhi Daddy Akhyar. Kita semua sudah tahu hubungan lo dengan Daddy Akhyar," Asni sepertinya mencoba menggertak Sabine. Tapi nadanya gemetar. Sedikit bergidik dengan gaya Sabine yang di luar dugaannya.

Sabine menghembuskan asap rokoknya. Dia diam. Cukup lama. Asni tampak menunggu reaksinya.

"Kalo nggak. Foto-foto lo bakal nyampe ke Bude Rita,"

Sabine memejamkan matanya.

"Ok. Gue janji nggak deket-deket Akhyar. Tapi kalo sempat lo kirim foto-foto gue dengan Akhyar ke Bude Rita, kita hancur sama-sama!," ancam Sabine balik.

Semalam, dia mendapat kiriman foto-foto mesranya bersama Akhyar di salah satu club malam. Dia tidak tahu darimana asalnya. Dia memang sempat mengira foto-foto itu berasal dari gadis-gadisnya Akhyar. Dan ternyata dugaannya benar.

"Dan gue nggak pernah main-main! Bilang ke teman lo, jangan jadi pengecut!,"

Tiba-tiba ponsel Asni berbunyi.

"Iya. Ada di depan gue nih. Pondok Cabe,"

Sabine mulai curiga. Sepertinya ada yang akan terjadi di luar dugaannya. Teringat kata-kata Bella bahwa gadis-gadis Akhyar cukup beringas jika ada yang tidak berkenan di hati mereka.

"Teman-teman gue mau ketemu lo," ucap Asni. Wajahnya yang sebelumnya agak takut-takut, kini mulai sinis melihat Sabine.

Dan kecurigaan Sabine pun semakin menjadi.

______

Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil mewah SUV berhenti tepat di depan warung kopi Bu Ida. Ada lima gadis cantik yang turun dari mobil dengan tergesa-gesa. Gadis-gadis Akhyar memang sangat berkelas. Semua cantik, tinggi, dan seksi. Semua yang melekat di tubuh mereka terlihat mahal-mahal.

Bu Ida pemilik warung pun terkesima dengan penampilan mereka.

Dan salah satu dari mereka ada yang mendekati dirinya.

"Pinjem warungnya, Bu," ujar salah satu di antara mereka dengan wajah sangat masam. Dua lembar uang merah tersodor ke wajah Bu Ida. Gadis tinggi itu menyuruh Bu Ida untuk masuk ke bagian dalam warungnya. Bu Ida yang ketakutan langsung menurut.

Sabine mengatur napasnya dalam-dalam. Ini benar-benar perang.

"Jadi elo yang namanya Sabine?," bentak gadis berambut ungu. Dia menatap tajam Sabine.

"Iya. Napa?," tantang Sabine. Dia langsung berdiri dengan gaya menantang.

"Eh lo Nantang?,"

"Lah. Siapa yang nantang? Gaya lo aja nanya gue kegitu?," Sabine mulai gerah.

"Lo anak kecil! Udah belagu!,"

"Emang napa kalo anak kecil? Masalah?,"

Asni sepertinya berubah saat melihat Sabine mulai berani. Tiba-tiba dia merasa kasihan dengan Sabine yang sendirian.

"Udah udah," Asni berusaha melerai.

"Eh. Lo, Ni. Ini sudah jadi urusan bersama. Jangan lo bela makhluk perusak ini!," sergah gadis dengan tindik di hidung mancungnya.

"Gue baik-baik. Lo lo yang keblingsatan. Mau apa lo? Kalo lo keberatan dengan kedekatan gue ama Akhyar, kita bisa selesaikan. Nggak musti bentak-bentak kegini!," tegas Sabine sambil menunjuk-nunjuk rokoknya.

"Baik-baik kata lo? Tuh rokok lo kondisikan!,"

"Lo mulai lagi? Ha?," bentak Sabine. Dia semakin panas. Karena lima gadis itu semua memandangnya tidak senang. Mereka seakan-akan ingin mengeroyoknya.

"Lo bunuh gue di sini gue kagak takut!," teriak Sabine sekencang mungkin.

"Eh! Sabun! Mentang lo dekat Akhyar. Lo pelacur!,"

"Mau lo apa! Lo pelacur juga!! Jgn bacot!

"Lo bacot!,"

"Ooo. Jadi kegini ya cara ngomong anak kuliahan di uni terkenal..., penampilan aja diurusin, tapi mulut nggak sekolah!,"

Tiba-tiba ada yang hampir menampar Sabine. Tapi dengan cepat Sabine menahan tangan gadis itu setelah membuang rokoknya. Lalu tangan yang lain meraih sesuatu dari sakunya.

"Lo lo jangan coba-coba melukai gue. Mundur lo!!," ancam Sabine setelah mendorong gadis yang ingin menamparnya. Sebilah pisau lipat disodorkan Sabine ke arah mereka.

"Hah? Berani lo?," remeh gadis berambut cepak.

Sabine yang merasa tertantang langsung memutuskan tali tas yang tergantung di tubuh gadis itu. Gadis itu terkejut. Dia berteriak histeris.

"TASKU!!! Oh My God! Lo berani ya!," Gadis itu kalap. Dia hendak menyerang Sabine. Diikuti yang lain. Sabine berlari menuju mobil yang dibawa mereka.

"SATU LANGKAH LO GERAK! GUE BAKAR NIH MOBIL!!!!," Pekik Sabine sekencang mungkin sambil menyalakan mencisnya.

Lalu setelah meludah benda kecil di tangannya, Sabine pecahkan kaca mobil itu dengan mudah.

"Aaaaa. Jangaaaaan," teriak salah satu di antara mereka.

Sabine benar-benar kalap. Wajahnya memerah menahan marah.

"Sabine sudah!," pekik Asni.

"Dia udah sepakat nggak ganggu lagi. Kan gue udah bilang. Kenapa jadi kegini?," teriak Asni ke teman-temannya.

"GUE TANDAIN MUKA LO LO! GUE NGGAK TAKUT!!!!," Ancam Sabine masih dengan mencis yang menyala.

"PERGI NGGAK LO!!," pekiknya lagi.

Pertengkaran hebat itu mengundang reaksi orang-orang yang lalu lalang. Bahkan banyak kendaraan yang berhenti ingin menyaksikan. Apalagi semua gadis yang terlibat pertengkaran itu semua cantik-cantik bak artis. Mereka bahkan mengira Sabine dan gadis-gadis lainnya sedang terlibat dalam sebuah skenario film yang akan tayang.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan, Gadis-gadis itu pun mulai gentar. Bahkan ada yang menangis ketakutan. Mereka sama sekali tidak menyangka dengan reaksi Sabine. Mereka mengira Sabine gadis lemah. Yang gampang ditakut-takuti. Ternyata semua terjadi di luar harapan.

***