webnovel

Rumor

"Hei! Setidaknya katakan sesuatu!" teriakku sambil memukul meja.

"Kau harus lebih sadar diri, Andrian."

"Ada apa denganmu? Apa jiwa kejombloan mu mulai mengambil alih kepalamu. Jangan biarkan ilusi itu mengendalikanmu."

"Kau harus melakukan setidaknya 1000x latihan otot untuk bisa menjadi kekasih Tania."

"Bodoh!"

Faiz, Jihan, Farel, dan Mira secara bertubi-tubi melakukan pukulan telak padaku. Aku tersungkur diatas meja.

"Teman-teman, apakah kalian tidak terlalu berlebihan?"

Ya, ya, itulah yang kuharapkan dari seorang ketua kelas yang teladan. Rika, aku akan mentraktirmu makanan di kantin.

"Kita tidak boleh membiarkan si bodoh ini patah hati karena berharap pada hal yang mustahil," ucap Kai.

"Oi, apa yang kau katakan padaku dengan nilaimu yang lebih rendah dariku!"

"Eh, aku lebih baik darimu dalam matematika jadi aku bisa memanggilmu bodoh."

Aku melotot pada Kai yang tertawa dengan keadaanku.

"Lalu apa yang gadis OSIS itu inginkan dari Andrian? Apa mungkin dia merekrut idiot ini untuk menjadi pesuruhnya karena dia terlihat mudah ditaklukan?" tanya Jihan.

"Hei!" aku memberikan protes pada Jihan namun dia mengabaikannya.

"Tidak, jika dia ingin seseorang untuk dijadikan pesuruh, dia bisa mengundang orang lain dengan mudah. Dia kan punya fans yang sangat banyak. Lagipula, meskipun Andrian tidak terlalu pintar, dia tidak akan mau melakukan hal-hal seperti itu meskipun untuk gadis secantik Tania."

"Kamu benar, mana mungkin aku menerima perlakuan yang menghina harga diriku seperti itu. Lagipula meskipun dia cantik dan populer dia tidak sebaik Rika."

Aku tersenyum pada Rika. Disisi lain, wajah Rika sedikit memerah karena malu karena pujian dariku. Ah, aku lupa kalau dia lemah dengan pujian.

"Jika kamu berani menggoda Rika, aku akan menghajarmu!"

"Eh.. kenapa? Aku hanya memujinya, tahu!"

"Kalau begitu bersiaplah!"

"Ma-maafkan aku!"

Mengesampingkan kemarahan Mira, kami lanjut mengobrol sebentar kemudian kembali duduk ke tempat duduk kami masing-masing karena istirahat makan siang akan segera berakhir.

Di jam pelajaran terakhir yaitu pelajaran sejarah. Aku terlalu mengantuk untuk mendengar penjelasan dari guru. Akibatnya, aku tertidur sampai bel pulang berbunyi. Aku dibangunkan dengan kasar oleh Kai yang nampaknya menerima pukulan telak dari Mira karena tertidur saat jam pelajaran sama sepertiku. Aku agak kesal padanya tapi juga merasa kasihan karena sakit yang dia derita lebih besar dariku.

Saat aku melihat ke sekeliling kelas, aku menyadari kalau hanya ada aku, Kai dan Mira yang baru saja pergi bersama dengan Rika. Oh tidak, aku terlambat. Sial, aku harusnya memasang alarm sebelum aku tertidur.

"Hari ini apa kau ingin bergabung dengan klub musikku?" tanya Kai sambil memamerkan gitar yang dia bawa dari rumahnya.

"Maaf, hari ini aku ada latihan spike. Aku akan membalas para brengsek voli itu karena telah memborbardirku tanpa ampun saat aku berlatih menerima spike kemarin."

"Begitukah? Yasudah, aku akan pergi sendirian. Oh ya, besok aku akan memberimu CD dari lagu baru kami. Aku ingin meminta saran dari ayahmu lagi."

"Okee!"

Setelah aku melihat punggung Kai yang menghilang dari pandanganku, aku membawa sepatu olah ragaku dan berjalan menuju ruang ganti ekskul voli.

***

"Halo semuanya! Maaf karena terlambat! Tadi aku diserang oleh beberapa anak buah raja iblis yang kesasar di koridor."

Aku menyerbu ke lapangan dengan seragam voli sambil meneriakkan sebuah lelucon yang sudah kupikirkan sebelum aku datang kesini.

"Nah, karena orangnya sudah datang, mari kita tunda latihan dan interogasi anak ini dulu soal rumor itu."

Sebelumnya aku sudah bersiap dengan beberapa keluhan tapi apa ini. Aura dingin yang menusuk ini diarahkan padaku oleh semua orang yang ada di lapangan ini.

"Eh eh, ada apa ini? Pak pelatih! Kenapa kau membiarkan mereka! Hei.. lepaskan aku! Aduh, siapa tadi yang menjitak kepalaku! Tolong aku!!!"

Pada akhirnya, aku dibawa ke sudut lapangan dengan di kelilingi oleh anggota ekskul yang menatapku dengan ganas.

"Baiklah, mari kita lakukan ini dengan tenang. Aku yang akan menanyainya jadi kalian tidak boleh membunuhnya lebih dulu."

"Hah? Bunuh?! Kapten! Kenapa aku dijatuhi hukuman mati."

"Tidak apa-apa, tenang saja."

"Bagaimana aku bisa tenang?!"

"Oke, akan aku katakan padamu sekarang. Sebaiknya kau tidak berbohong padaku." Mendengar itu dari ketua yang biasanya tenang membuatku secara tidak sadar menelan ludahku.

"Apa kau berpacaran dengan ketua OSIS?"

"Tentu saja tidak!"

"Kau serius?"

"Tentu saja! Untuk apa aku berbohong!"

Orang-orang yang menatapku dengan ganas sebelumnya menghela nafas lega. Kupikir aku sudah melakukan kejahatan yang sangat buruk sehingga membuat mereka murka tapi apa-apaan ini.

"Yah, mana mungkin Tania berpacaran dengan libero amatir seperti dia."

Salah seorang lelaki yang tinggi bernama Wildan berjalan ke lapangan sambil tertawa terbahak-bahak.

"Oi, posisiku itu wing spiker!"

"Itu benar, seharusnya kita tidak termakan rumor murahan seperti itu. Kak Tania tidak mungkin suka dengan senior itu."

Ugh, apa-apaan ini, bahkan anak kelas satu dan kelas dua pun tahu tentang ini.

"Sudah-sudah, sepertinya kita telah salah paham padamu dengan cara yang sedikit buruk. Aku minta maaf karena telah menjitakmu tadi."

"Jadi itu kau, sialan!"

Aku menghela nafas kasar. Aku tidak menduga kejadian tadi pagi akan seburuk ini. Jika aku tahu akan jadi seperti ini, aku akan pergi ke tempat Kai tadi.

"Tolong maafkan mereka, kak. Aku yakin kak Andrian pasti kerepotan dengan rumor-rumor yang tersebar dengan cepat."

Seorang gadis yang menjabat sebagai manager ekskul voli bernama Yuli menghampiriku. Dia merupakan siswa kelas dua, yang artinya dia adalah adik kelasku. Sebelumnya, dia menjabat sebagai wakil manager sampai manager sebelumnya yang sudah kelas tiga memutuskan untuk pensiun karena ingin fokus pada pelajarannya.

"Yah, kau benar, aku tidak tahu ketua OSIS kita sepopuler itu. aku harus cepat-cepat memberikan klarifikasi soal ini."

"Kurasa bukan hanya itu, semua ini terjadi karena kak Andrian lah orang yang digosipkan dekat dengan ketua OSIS. Kakak juga lumayan populer tahu!"

"Tidak tidak, aku memang kenal dengan beberapa orang yang cukup populer seperti ketua ekskul sepak bola. Tapi aku tidak berpikir kalau aku termasuk ke dalamnya. Kamu tahu kan kalau aku bodoh dan tidak mahir dalam hal apapun?"

"Itu tidak benar, kakak cukup sering menjadi bahan pembicaraan diantara anak-anak kelas satu, lho. Bahkan salah satu teman sekelasku ada yang nge fans sama kakak."

"Benarkah? Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu aku hal sepenting itu?!"

"Ma-mana mungkin aku memberi tahumu hal-hal seperti itu! Yang lebih penting, kakak harus segera latihan! Semuanya sudah mulai tuh!"

"O-oke.."

Setelah menerima ceramah dari juniorku, aku memasuki lapangan setelah melakukan beberapa pemanasan (dengan asal-asalan).

***