webnovel

Runaway : Grown Ups

yuwiuee · Teen
Not enough ratings
4 Chs

BAB 2

Pegadaian G&D berada di tengah kota. Tempatnya ada di sebuah bangunan satu lantai dengan dinding yang dicat warna gading. Bangunannya kotak, tanpa atap. Seolah tempat itu hendak dibangun tingkat namun proyeknya berhenti di tengah jalan. Saat datang pertama kali, pengunjung akan disambut oleh lahan kosong yang mampu menampung dua mobil SUV⸺ tempat parkir. Setelahnya, pengunjung bisa duduk-duduk sebentar di teras yang punya sebuah bangku taman. Saat pegadaian itu buka, pengunjung bisa langsung masuk melalui pintu kaca yang gelap hampir hitam. Hanya dengan menempelkan dahi pada pintu kaca itu, seseorang bisa mengintip ke dalam. Di pintu kaca itu lah Gill memasang tulisan Buka atau Tutup.

Begitu masuk, pengunjung akan langsung tiba di ruang tunggu. Bentuk ruangan itu persegi panjang dengan pintu kaca di sudut kiri. Jarak satu meter dari pintu, Gill meletakan dua sofa panjang berwarna abu. Sofanya ditaruh menempel dengan dinding dan di antara keduanya ada meja kayu kecil yang selalu kosong kecuali ada orang asing yang meletakan sampah mereka di sana. Di depan sofa pertama dari pintu kaca ada jendela kaca dengan tralis besi di baliknya. Di balik tralis itulah Gill duduk dan melayani pelanggan-pelanggannya.

Ia menggunakan seperangkat komputer untuk mencatat, lalu sebuah lemari kayu besar sebagai tempat menyimpan barang-barang pelanggannya⸺ yang digadaikan. Di sebelah jendela bertralis itu, ada dinding yang memajang sebuah lukisan bunga, kemudian di lanjut dengan pintu dari jeruji besi yang selalu tergembok. Toiletnya ada di sisi paling kanan dari ruang tunggu, di dalamnya ada kloset, pancuran dan peralatan mandi. Siapa pun yang masuk ke sana akan berfikir kalau Gill tinggal di tempat itu.

Sembari berbaring, Lisa memperhatikan seisi ruang tunggu tempatnya beristirahat. Tempat ini tentu tidak senyaman rumahnya sendiri, tapi masih lebih nyaman di banding bangku-bangku taman tempatnya menginap beberapa waktu lalu. Seandainya ia menemukan tempat ini sejak hari pertamanya minggat. Sayang sekali. Usianya kini sudah dua puluh tiga dan seharusnya ia tidak melarikan diri. Di usianya yang sekarang, seharusnya ia sudah mulai tinggal sendiri. Entah itu kost atau membeli rumah sendiri. Setidaknya ia harus mencoba untuk hidup sendiri, keluar dari kenyamanan orangtuanya. Memikirkan itu membuat Lisa merasa begitu buruk. Ia merasa lemah, merasa bodoh, merasa begitu payah sebab masih sangat bergantung pada kedua malaikatnya.

Lihat diriku sekarang, disaat orang lain bisa bersenang-senang dengan kemandiriannya, aku justru terlantar dan makan makanan sisa karena tidak tahu apapun, karena tidak bisa melakukan apapun⸺ kesalnya. Lisa menginginkan kemandirian, namun ia tertampar kenyataan bahwa dirinya tidak semandiri itu. Hanya karena Gill memberinya sedikit makanan, juga tempat untuk tidur selama beberapa jam, Lisa sudah menganggap pria itu sebagai Paman Kaki Panjangnya.

Saat pagi datang, seperti janjinya, Gill datang di pukul sembilan. Pria itu datang dengan roti isi telur dan daging, juga sekotak susu. Gill memberi Lisa sarapan sebelum ia menyuruh gadis itu untuk pulang. Lisa amat berterimakasih padanya, namun pria itu menyuruhnya pulang. Rasanya, Gill benar-benar menganggap Lisa sebagai anak lima belas tahun.

Setelah pergi dari bangunan tempat Gill berbisnis, Lisa melangkah memasuki sebuah taman yang ada di dekat rumahnya. Taman itu berjarak sekitar enam kilo meter dari rumahnya. Gill memberinya uang tadi, untuk pulang naik bus dan membeli makan siang. Tapi Lisa memakai semua uang itu untuk naik taksi dan kini ia kelaparan lagi. Jadi yang bisa ia lakukan sekarang⸺ karena belum ingin pulang⸺ hanyalah merengek. Berharap Gill si Paman Kaki Panjang akan datang lagi, akan menolongnya lagi dan ia tidak perlu pulang.

Akhirnya Lisa pulang. Ia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Menjadi gelandangan tiga hari saja sudah cukup baginya. Lantas begitu ia sampai di rumah setelah berjalan setidaknya enam kilo meter, gadis itu meminta asisten rumah tangganya untuk membuatkannya makan siang. Untungnya saat itu kedua orangtuanya sedang pergi bekerja, seperti biasanya. Bahkan saat putri mereka hilang, mereka tetap harus bekerja, Lisa sedikit kecewa saat mengetahuinya, walau sebenarnya itu sama sekali bukan masalah.

"Mary, tolong antarkan makanannya ke kamarku dan jangan terlalu lama," pinta Lisa pada asisten rumah tangga yang bekerja untuk keluarganya.

Lisa naik ke kamarnya sementara Mary memasak sembari menghubungi tuan dan nyonyanya. Ia ingin melaporkan pada tuan dan nyonyanya kalau anak yang mereka cari selama ini baru saja pulang. Di kamar, Lisa mulai menanggalkan pakaiannya. Ia harus mandi sekarang. Ia tidak bisa menunggu lagi, berendam di dalam air hangat dengan sabun yang wangi dan segar. Ritual mandinya selesai bersamaan dengan tersajinya hidangan makan siang dari Mary.

"Mary, beritahu Ibu dan Ayah kalau mereka tidak perlu pulang. Aku yang akan ke kantor setelah makan siang. Aku harus berlutut di sana agar mereka memaafkanku, iya 'kan?" ucap Lisa sembari menikmati suapan pertamanya. Mary menurut, ia menyampaikan pesan itu dan untungnya tuan serta nyonyanya belum meninggalkan kantor. Untungnya, mereka semua percata kalau Lisa benar-benar akan menemui orangtuanya di kantor mereka.

Setelah melahap habis makanannya, Lisa berkemas. Ia ambil sebuah ransel favoritnya. Tidak terlalu besar, tidak terlalu mencolok, tapi bisa menyimpan beberapa tumpuk uang tunai. Handphone dan kartu-kartu uangnya akan membuat ia ketahuan, jadi Lisa tinggalkan semua itu di rumah. Perhiasan dan jam tangan yang tidak terlalu besar menjadi sasarannya. Ia bisa membawa barang-barang kecil itu dengan mudah di ranselnya. Kini ia siap untuk melarikan diri tanpa perlu jadi gelandangan seperti kemarin.

Pada Mary, Lisa berpamitan untuk pergi ke kantor orangtuanya. Ia bahkan meminta pelayannya itu untuk mencarikan taksi. Namun alih-alih pergi menemui orangtuanya, Lisa justru turun di depan kantor orangtuanya, berjalan selama dua menit untuk sampai ke halte kemudian naik bus dan melarikan diri sekali lagi. Kali ini ia punya tempat tujuan. Ia kembali ke Pegadaian G&D dan menemui Gill di sana.

Sayangnya, Gill punya beberapa pelanggan saat Lisa datang. Orang-orang itu datang untuk mengadaikan perhiasan atau barang-barang mewah mereka dan Lisa penasaran berapa uang yang orang-orang itu dapatkan setelah menggadaikan barang-barang itu. Saat datang, Lisa tidak langsung masuk. Gadis itu menunggu di teras, duduk dengan tenang di bangku taman di dekat pintu masuk. Ia tidak datang dengan tangan kosong kali ini. Ia sudah membelikan beberapa bingkisan untuk Gill, sebagai ucapan terimakasihnya.

Kira-kira tiga jam, Lisa harus menunggu sampai pelanggan terakhir pergi. Kalau dari tulisan di papan nama bisnis itu, Pegadaian G&D buka pukul sepuluh dan tutup pukul lima sore. "Hai, Gill," sapa Lisa begitu ia masuk ke dalam pegadaian itu. Dengan tenang ia berdiri di depan jendela bertralis kemudian menatap Gill yang melemparkan pandangan heran terhadapnya.

"Kenapa kau datang lagi?" tanya Gill kemudian. "Kau belum pulang?" susulnya.

"Sudah, aku sudah pulang dan sekarang aku sudah membuat keputusan. Aku memutuskan untuk mandiri seperti orang-orang seusiaku lainnya." Lisa terdengar sangat bersemangat saat mengatakannya, namun Gill justru mengumpat padanya. Gill mengatainya gila sebab pria itu masih percaya kalau Lisa adalah gadis berusia lima belas tahun yang sedang memberontak.

"Tidak, ini justru saat-saat paling waras sepanjang hidupku," jawab Lisa sambil menggeleng. Ia tidak merasa jengkel meski Gill mengatainya gila. "Aku juga sudah dapat pekerjaan, aku sudah melakukan wawancara dan langsung di terima, tempat kerjaku di cafe di ujung jalan sana," cerita gadis itu, masih di posisi yang sama, bicara melalui celah di jendela. Nada bicaranya penuh dengan kebanggan.

"Tidak mungkin," komentar Gill. Ia tidak percaya cafe di ujung jalan sana mau memperkerjakan gadis lima belas tahun itu.

"Sayangnya aku punya masalah, Gill," ucap Lisa, tidak peduli pada ketidak percayaan Gill. "Aku tidak punya tempat tinggal. Sampai aku menemukan tempat tinggal, boleh aku menginap-"

"Pergi," potong Gill. Ia usir Lisa, sebab ia tidak merasa perlu menampung anak itu di tempat bisnisnya, di kantornya. "Jangan gila, pulanglah, orangtuamu pasti akan khawatir," susulnya karena Lisa tidak mau pergi.

"Gill..."

"Ku bilang pergi!"

"Gill... tolong aku, ya?" ucap Lisa dengan wajah memelasnya, yang bisa tiba-tiba berubah menjadi tangis. "Gill... aku mempercayaimu... hanya kau yang bisa ku percaya untuk membantuku, ya? Aku hanya butuh tempat tinggal untuk beberapa hari. Aku tidak perlu ruangan lain... Aku hanya perlu dinding, atap, sofa dan kamar mandi. Aku tidak punya uang untuk menyewa tempat baru- ah! Ku gadaikan ini saja untuk tempat tinggal, ya?" Lisa membujuk, ia bahkan melepaskan jam tangannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan itu.

Bukan tanpa alasan. Lisa tidak membujuk Gill tanpa alasan. Ia tidak memohon pada Gill tanpa alasan. Berkat sebuah film detektif yang Lisa tonton⸺ Enola Holmes⸺ gadis itu mendapat sebuah pencerahan. Unexpected. Ia harus menjadi tidak terduga untuk bisa melarikan diri dan mengelabui orangtuanya. Hotel dan penginapan tentu akan jadi tempat pertama yang di cari orangtuanya. Terlebih kalau mereka sudah tahu Lisa mengambil beberapa uang dan perhiasan dari rumah. Rumah temannya pun bukan pilihan, entah karena ia tidak punya teman yang benar-benar dekat atau karena ia takut ketahuan. Karenanya, Pegadaian G&D bisa menjadi pilihan terbaik baginya, meski itu berarti ia harus tidur di sofa.

"Kenapa kau mempercayaiku? Memangnya kita saling kenal? Di usiamu itu kau sudah benari kabur dari rumah untuk tinggal bersama seorang pria?! Jangan gila!" marah Gill, ia terkejut juga bingung dengan sikap gadis aneh di depannya sekarang.

Kemarin Gill kasihan melihat Lisa. Karenanya ia membiarkan gadis itu tinggal di tempatnya, sementara ia tidur di mobilnya. Tapi kali ini Gill benar-benar tidak mengerti, bagaimana bisa gadis itu mengeluarkan semua isi kepalanya dengan sangat santai. Dengan sangat percaya diri, tanpa khawatir keamanan dirinya sendiri akan terancam. Tidak kah Lisa takut Gill akan melukai atau melecehkannya?⸺ Gill sama sekali tidak memahaminya.

"Memangnya kau pria? Bagiku kau bukan pria, tapi terlepas kau pria atau bukan, bagiku kau adalah orang yang baik."

"Ya! Tidak selamanya orang baik akan terus menjadi baik!"

"Baiklah... Baik... aku akan pergi," ucap Lisa, yang kemudian mengambil semua belanjaannya sambil mulai terisak—menangis.

"Ya! Kenapa kau menangis? Kau yang salah disini," protes Gill.

"Mau bagaimana lagi... aku tidak bisa menahannya!" marah Lisa disela-sela tangisannya.

"Lalu, kemana kau akan pergi?"

"Bukan urusanmu!"

"Ya... memang bukan urusanku... lebih baik kau pulang saja! Sekarang kau masih sekolah 'kan? akan lebih baik kalau kau lulus lebih dulu, tidak ada yang bisa kau lakukan tanpa ijazah," pesan Gill. Ucapannya membuat Lisa langsung menghapus air matanya. Gadis itu baru saja mendapatkan sebuah ide cemerlang.

"Jadi itu masalahnya? Karena bagimu aku masih kecil?" tanya Lisa.

"Ya, tentu saja itu masalahnya, itu masalah terbesarnya."

"Kalau begitu tidak masalah," Lisa kembali tersenyum, mengambil tasnya dan menunjukan kartu kependudukannya pada Gill. Tentu saja Gill terkejut dengan kenyataan kalau Lisa sudah berusia dua puluh tiga, bahkan bulan depan gadis itu akan berulangtahun.

"Lihat! Aku sudah berada diusia harus mandiri dan mencoba hidup sendiri. Selama hidupku aku selalu menjadi robot bagi kedua orangtuaku, hidupku sudah dirancang oleh kedua orang tuaku, ketika aku lulus SMA, aku ingin menjadi trainee disalah satu agensi K-Pop tapi ayah dan ibu memaksaku untuk mengambil kuliah bisnis. Aku tetap bertahan selama empat tahun terakhir. Tapi sekarang, mereka ingin aku kuliah di luar negeri dan begitu kembali... mereka akan menikahkanku dengan pria pilihan mereka. Saat itu aku sedang duduk di bandara dan merasa seperti dicekik, jadi aku mulai menangis-"

"Dan melarikan diri dari bandara?" potong Gill, sekedar menebak-nebak.

"Iya..." mendengar jawaban Lisa, Gill terus menghela nafasnya, menyadari kalau ada sesuatu yang salah disana. "Jadi semuanya sudah bereskan? Boleh aku menginap di sini selama beberapa hari? Sebenarnya aku punya uang, tadi, tapi aku membelikan ini untukmu jadi sekarang aku tidak punya uang lagi," tuturnya, mengulurkan sebuah tas belanja berisi jam tangan pria di dalamnya. Lisa bisa menyewa sebuah kamar di hotel dengan uang untuk membeli jam tangan itu, namun seperti rencananya tadi, ia ingin tinggal di tempat Gill.

"Hm... terserah," lagi-lagi Gill menghela nafasnya, kini rumah sekaligus tempat bisnisnya tidak akan setenang sebelumnya. Ia bahkan tidak tahu harus berterimakasih atau tidak atas hadiah yang Lisa berikan untuknya. Gill tidak menginginkan jam tangan, Gill juga tidak menginginkan anak kecil di rumahnya. Namun mengusirnya pergi juga terasa salah, baginya.

"Ya! Dengar! Kau harus pergi sebelum jam tujuh pagi dan pulang setelah jam sembilan malam, mengerti?" tegas Gill, memberikan sebuah syarat. Beruntung, itu bukan masalah bagi Lisa. Sebab apa pun yang Gill katakan, bagi Lisa pria itu tetaplah seorang pria baik. "Dan asal kau tahu saja," ucap Gill kemudian. "Aku tinggal di sini."

"Ya? Berarti kita akan tinggal bersama? Tapi kemarin kau pergi? Ah! Tapi tidak apa-apa, ada CCTV."