webnovel

Pacar Official

Wardana's House

Ruby berdiri di samping meja dapur. Tangannya siap memotong apple pie ketika Bi Yuni memanggilnya.

"Nona, biar saya saja yang siapkan. Nanti saya bawakan ke meja makan," pinta si bibi lalu mengambil pisau dari tangan Ruby.

Ruby memandang si bibi sambil merengut kesal. Tanpa sadar ia melipat tangan di depan dada dan menghela napas panjang. "Bibi tidak tahu ibuku," desah Ruby. Si bibi yang jauh lebih pendek itu langsung tertawa. "Tadi itu sudah enak-enak, aku tinggal duduk dan menikmati makan malam. Ternyata Lukas malah membuat ulah dan aku tidak sengaja menendang kakinya. Yang ada sekarang aku harus ke sini dan berpura-pura menyiapkan apple pie." Ruby menggeleng-geleng seakan nasibnya benar-benar malang. Si bibi terkekeh geli sambil memotong pie kecil-kecil.

"Tuan Muda Lukas memang usil, Nona. Banyak teman wanitanya." ujar bi yuni sambil meletakkan pisau lalu mengambil piring saji kecil dari dalam cabinet.

Mendengar ucapan si bibi, Ruby langsung memukulkan tinju ke telapak tangan. "Nah itu! Dia benar-benar playboy sejati, Bi. Sudah dibilang aku tidak mau, masih saja ngotot mau dekat-dekat."

Bi yuni meletakkan satu per satu pie yang sudah ia potong ke piring. "Hati-hati Nona, biasanya benci itu akhirnya malah jatuh cinta," sindir bi yuni. Ruby mengernyit kesal.

Melihat apple pie nya yang sudah tertata cantik, Ruby langsung mengelus perut. "Yang ini lebihan ya, Bi?" tunjuk Ruby langsung mengangguk. "Aku makan di sini ya, bi?"

"Harusnya aku yang makan potongan pertama pie itu." Lukas tiba-tiba muncul dan berhenti di depan Ruby sebelum ia sempat memasukkan pie ke mulut. Kedikan dagunya yang menunjuk ke potongan apple pie membuat Ruby dan Bi Yuni terdiam untuk beberapa saat. "Apple pie ini khusus buatku, kan? Sebagai tanda perdamaian antara kita." Lukas tersenyum lebar dan menggapai garpu yang kebetulan tergelatak di sampingnya.

Garpu itu tertancap ke salah satu potongan pie saat perut Ruby berbunyi. Wajah Ruby memerah. Lukas menghentikan gerakan tangannya lalu memandang Ruby geli.

"Itu aku buat dari apel-apel jatah makan pagiku." jawab Ruby dengan wajah memelas. Seakan ia ingin menangisi nasib tragis apel-apelnya. Ia berbalik memandang Lukas penuh kesal. "Semua ini karena kamu," lanjut Ruby sambil menuding Lukas. "Kenapa kamu seperti tidak terima kalau aku tidak mau dekat-dekat sama kamu?"

Lukas meletakkan garpunya dan langsung menyambar telunjuk Ruby. Ia menggenggamnya sangat erat sampai-sampai Ruby tidak dapat menarik lepas. "Terus kenapa kamu tidak mau dekat-dekat sama aku?" Lukas balik bertanya.

Ruby menarik napas panjang dan mendengus kesal. Ia tidak habis pikir bagaimana makhluk di depannya ini bisa sedemikian keras kepala. "Lepasin!" ancam Ruby, makin kesal. Sepatu haknya membuat tingginya dan Lukas tidak bebeda jauh. Ia sudah siap menyerang Lukas dengan tangan kirinya.

"Nope." Lukas menggelengkan kepala dan melepaskan genggamannya pada jari Ruby, kemudian menangkap tangan kiri gadis itu. Lukas langsung menggandengnya manusia pintu kaca yang menghubungkan dapur dengan halaman belakang rumahnya.

Ruby terpaksa mengikutinya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Lukas.

"Bi, ambilkan kue yang tadi saya bawa dan satu potong apple pie itu ke taman belakang. Jangan lupa dua garpu." teriak Lukas tanpa menoleh.

"Hei! Hei!" Ruby berusaha berontak. Tangannya yang bebas memukul-mukul pundak Lukas. Semua usaha Ruby seakan tidak ada efek sama sekali.

Mereka berdua semakin mendekati sebuah taman yang terletak di ujung belakang rumah. Berbagai tanaman dan pohon membuat suasana di sekeliling taman semakin indah. Lampu-lampu taman yang memberikan suasana romantis malah membuat Ruby makin kesal. Ia paling jijik dengan segala hal yang berbau romantis.

Lukas setengah melemparkannya tanpa aba-aba. Ruby terpelanting ke bantalan sedikit keras. Lapisannya yang kedap air berwarna hijau muda membuat Ruby merapa tempat duduknya berlandas itu.

"Kamu wanita pertama yang aku bawa kemari. Ini tempat favorit mendiang ibuku saat sore," jelas Lukas yang tersenyum bangga. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. Senyumnya yang terlihat sombong membuat Ruby kembali merengut.

"Bahkan pembantumu tahu banyak wanita yang datang ke sini mencarimu," cela Ruby cepat. Tidak mau kalah sombong, ia langsung duduk tegap. Menaikkan dagunya dengan angkuh dan melipat kedua tangan di depan dada. Namun, Lukas malah tersenyum lebar.

"Kamu makin seksi saat marah," gurau Lukas. Kalimat yang ia ucapkan terdengar sangat santai. "Aku sudah memaafkanmu." imbuh Lukas cepat saat Ruby hendak membuka mulut. Ruby langsung terdiam. Lukas menunjuk dahinya. "Aku menerima permohonan maafmu atas sundulan kepalamu." Lalu menunjuk ke kaki kirinya. "Juga atas tendangan keras tadi di ruang makan."

"T-tapi aku...." belum sempat Ruby melanjutkan kalimatnya, si bibi datang dengan nampan bundar lebar dan meletakkannya di sebelah Ruby. Tanpa ia sadari ia sudah memandangi nampan itu.

Lukas hanya diam memperhatikan Ruby. Ia mengangguk sekilas pada si bibi lalu kembali memandangi Ruby yang sudah mengambil garpu.

"Ini apa?" tunjuk Ruby dengan garpunya. Lalu ia menempelkan garpu ke bibirnya dan menunggu Lukas menjawab.

"Resep terbaru dari resort. Berbagai macam france classic dessert yang akan aku jual mulai bulan depan. Total akan ada lima belas macam. Karena aku tahu keluargamu akan datang, jadi aku rasa ide yang bagus untuk membawanya pulang sekaligus meminta kalian menilai rasanya." Lukas mendekat perlahan sambil menjelaskan kepada Ruby. Ia berhenti tepat di hadapan Ruby lalu berjongkok. Kedua tangannya sudah keluar dari saku celana. Sementara ia melihat Ruby yang mulai menggigit bibir bawahnya. Lukas menyadari wajah Ruby yang makin memerah.

"Aku belum bilang maaf," ucap Ruby pelan. Pipinya memenas karena wajah Lukas semakin dekat.

Senyum Lukas melebar. Kemudian mereput garpu yang masih berada di depan bibir Ruby. Lukas menggunakan garpu itu untuk mengambil potongan apple pie ke mulut. Mata Ruby mengikuti gerakan tangan Lukas.

"Pie ini sudah mewakili kata maafmu," jawab Lukas yang masih sibuk mengunyah. "Hmmm... it's so good."

Tangan Ruby kembali terlipat di dada. "Aku terpaksa membuatnya, jadi itu tidak mewakili permintaan maafku. Dan lagi, bukan aku yang salah. Kamu yang sudah menyinggung perasaanku."

"Well, kalau begitu aku minta maaf." Lukas menatap Ruby dengan polos. Ia lalu menunjuk semua dessert di nampan. "Dan lihat aku membawa lebih dari satu macam dessert sebagai permohonan maaf dari hatiku yang paling dalam."

"Kamu yang tadi bilang ini semua experiment dan kamu membawanya untuk meminta pendapat kami." Ruby mengangkat dagu dan menggeleng, tidak habis pikir melihat perayu ini masih bermain kata di depannya.

Lukas meletakkan garpunya. Kali ini ia semakin mencondongkan tubuh ke Ruby. Kedua tangannya menekan bantalan, sedikit menyentuh pinggul Ruby. Membuat Ruby mendelik. Kepala Ruby secara otomatis bergerak mundur berusaha menjaga jarak dengan wajah Lukas.

"Jangan dekat-dekat," ucap Ruby cepat.

Lukas membuka mulut dan berbisik pelan. "Kenapa kamu berpura-pura tidak menyukai ini?"

"A-apa?!" pekik Ruby bingung. Kedua matanya terbuka makin lebar.

"Kamu menikmati permainan ini, kan? Kamu merasa kalau aku semakin tertantang."

Sebuah palu seakan menghantam kepalanya. Ruby tidak habis pikir. "Aku tidak menantangmu! Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"

Lukas tersenyum menyepelekan, membuat Ruby semakin bingung.

"Aku benci apa pun yang berwarna pink, aku jijik kencan romantis, aku tidak suka film romantis, dan aku tidak tertarik lilin-lilin dan bunga. Aku bahkan tidak suka denngan lampu-lampu seperti ini." Ruby menunjuk hiasan-hiasan yang ada di sekitarnya. "DAN AKU TIDAK SUKA LELAKI PLAYBOY SEPERTIMU,"

Ia sengaja menekankan kalimat terakhir itu agar Lukas tidak salah menduga. Ruby lalu meletakkan kedua tangannya di bahu Lukas. Dengan penuh percaya diri, ia memberanikan diri untuk menatap Lukas, mendekatkan dahinya ke dahi laki-laki itu.

"Aku tidak menantangmu, Lukas. Kita tidak saling kenal."

Ruby semakin terkejut dan panik ketia kedua tangan Lukas langsung melingkar di sekeliling pinggulnya. Lukas memeluk tubuhnya lalu menempelkan dahinya ke dahi Lukas.

"Kalau begitu biarkan aku mengenalmu." Senyum percaya diri Lukas membuat Ruby ternganga. "Sekarang jantungmu berdebar kencang, wajahmu memerah. Aku akan menunjukkan padamu bahwa kamu juga menyukai permainan ini."

Ruby mendengus. "Lepaskan!"

"Oh, sudahlah! Terserah apa katamu!"

"Aku jawab tantanganmu kali ini," sahut Lukas. "Silahkan kamu buktikan kalau kamu memang tidak menikmati rayuanku."

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ruby curiga.

Lagi-lagi Lukas mengejutkannya. Laki-laki itu menangkup kedua tangannya ke pipi Ruby. Kemudian menarik dengan cepat dan menempelkan bibirnya.

Ruby terperanjat. Kedua matanya terbelalak. Sejenak kemudian bibirnya mulai terbuka, membalasnya dengan lembut. Ia bisa merasakan manisnya apple pie di bibir Lukas. Kedua matanya terbuka dan mendapati mata Lukas yang tertutup menikmati. Dan dengan cepat, Lukas melepaskan bibirnya sambil tersenyum penuh kemenangan di hadapannya.

"Mulai saat ini kamu adalah milikku. Oke? Pacarku Ruby." jelas Lukas dengan penuh keyakinan.

"Kamu benar-benar cari mati," bisik Ruby.

To Be Continued