webnovel

Keputusan Rangga

Wardana's House

"Bagaimana, Ni?" tanya Ibunya, saat melihat anaknya sudah tiba dari Surabaya.

Gwen hendak menjawab ketika ponselnya berdenting, tanda satu pesan masuk. Senyumnya tersungging melihat nama pengirimnya, tapi tidak setelah membaca isinya. Dadanya bergemuruh hebat, matanya sudah mengembun seiring dengan cairan bening yang siap lolos dari pelupuk matanya. berharap kabar baik yang ia terima, nyatanya?

Kenapa takdir seolah tidak berpihak kepadanya? Apa salahnya sehingga ia diperlakukan seperti ini. Dengan mudahnya Carlo mengatakan hal konyol seperti ini sementara acara sudah di depan mata. Perempuan beramput panjang itu, benar-benar merasa dipermainkan. Berkali-kali ia menekan tombol panggilan untuk menghubungi nomor Carlo, tapi nomornya sudah tidak aktif.

"Kenapa, Ni?" tanya Ibunya.

Bukannya menjawab, Gwen malah menangis. Ibunya mengambil ponsel yang ada di genggaman Gwen. Membaca pesan yang tertera di sana, pesan yang mengatakan bahwa Carlo tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan dengan putrinya.

"Kurang ajar!" geramnya. "Kita kembali ke rumah itu. Ibu tidak terima ada lelaki yang berani mempermainkan anak perempuan Ibu."

"Ini sudah larut malam, Bu. Besok lagi yaa."

Tanpa menghiraukan ucapan Gwen, Ibunya segera berjalan menyebrangi paviliun tempat keluarga mereka menginap sementara sebelum acara pernikahan dan kembali ke rumah yang terlihat megah itu. Gwen tidak bisa pergi ke sana lagi, ia hanya melihat punggung ibunya semakin menjauh.

Ditekannya bel rumah berkali-kali, hingga penghuni rumah keluar dengan raut wajah kesal. Namun, Ibunya tidak peduli sedikit pun.

"Ya ampun, Anda tidak tau waktu ya? Kalau mau bertamu lihat sikon!"

"Mana Carlo? Seenaknya saja dia membatalkan pernikahan. Kalian semua mau menghina saya?!" pekiknya.

"Mentang-mentang saya hanya orang desa, kalian pikir bisa mempermainkan saya dan Nia? Keterlaluan!"

"Maksudnya apa ini, Bu? Saya tidak mengerti."

Ibunya menjelaskan semuanya, ia juga menyerahkan ponsel putrinya pada calon besannya, agar orang tua Carlo itu membacanya sendiri. Semua persiapan sudah hampir selesai, undangan sudah disebar, catering, sanak saudara yang datang, semuanya sudah siap. Akan ditaruh di mana wajahnya andai pernikahan ini batal? Dengan alasan yang tidak jelas.

Pak Rama terdiam. Kalau begini caranya ia pun akan menanggung malu, semua kolega bisnisnya sudah di undang tanpa terkecuali dan nama baik keluarga Wardana taruhannya.

"Ma, kamu pasti tau dimana Carlo?" tanyanya pada sang istri.

"Tidak tahu, Pa," jawab Bu Nita tak acuh.

"Ma, dia anakmu."

"Kalau dia anakku berarti bukan anakmu juga. Begitu? Mentang-mentang dia hanya anak tiri kamu, Pa." Bu Nita tak terima.

"Ya bukan begitu, maksudku harusnya Carlo cerita kalau ada apa-apa," jelas Pak Rama.

"Jadi sekarang bagaimana?" tanya ibunya lagi.

Pak Rama berusaha tetap meyakinkan kalau Carlo pasti bercanda, sayangnya calon besannya itu tidak percaya lagi. Melihat pesan yang dikirim Carlo tadi, ia semakin yakin bahwa Carlo bukan pria baik-baik.

"Biar aku yang menggantikan posisi Carlo," ucap Rangga, menghentikan perdebatan yang tentunya disaksikan hampir seluruh anggota keluarga termasuk Anika dari lantai dua.

"Rangga! Apa-apaan kamu?!" sentak papanya.

"Apa ucapanku kurang jelas? Aku akan menggantikan posisi Carlo untuk menikahi perempuan itu."

"Tapi..."

"Aku tidak bertanya pendapat Ayah."

Rangga melangkah mendekati ibu Gwen. Mereka saling bertatapan cukup lama, seolah sedang mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul dari dalam hati masing-masing.

"Bu, percaya saya bisa menjadi suami yang bertanggung jawab untuk anak Ibu?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Rangga.

"Siapkan dirimu." Ibunya menepuk pundak Rangga, kemudian berlalu.

"Rangga, jangan sembarangan bicara." Pak Rama tidak habis pikir dengan apa yang baru saja Rangga katakan.

"Otak itu digunakan untuk berpikir, jangan asal saja kalau bicara!"

"Memangnya kenapa? Harusnya Ayah berterima kasih, karena aku sudah menutupi kesalahan anak baik kebanggan ayah itu."

"Jaga bicaramu! Bagaimana pun juga dia kakakmu." Rangga hanya mengangkat bahunya sekilas, kemudian berlalu masuk dalam kamar.

Ia sendiri tidak tahu, pilihan untuk menikahi calon kakak iparnya ini benar atau salah. Rangga merasa kasihan pada perempuan yang sudah dipermainkan oleh kakaknya, cukup Bunda nya saja yang mengalami kepedihan itu, jangan orang lain. Ia juga berpikir dengan menikah mungkin kebebasan yang selama ini diimpikan akan terwujud.

***

Sesekali Gwen menyeka air matanya yang meluncur tanpa permisi. Kenapa harus Rangga yang akan menikahinya? Usianya sepantar dengannya. Bahkan ia lebih coock menjadi pacar Ruby, adiknya.

"Hapus air matamu!"

"Kenapa harus dia, Bu? Dia seumuran denganku."

"Kamu ragu dengan pilihan Ibu? Sementara pilihan kamu sendiri? Katanya laki-laki baik dan bertanggung jawab, belum menikah saja sudah membuat malu."

"Harusnya Ibu tidak perlu setuju waktu Rangga mau menjadi pengganti, Ibu juga tidak bertanya pendapatku. Nia rela kalau pernikahannya batal," ujarnya.

"Lalu semua uang dan tenaga yang sudah kita keluarkan? Sanak saudara yang sudah jauh-jauh datang? Kamu tahu Ibu hanya punya toko sepatu itu sebagai biaya hidup kita. Uang yang kita gunakan itu tabungan yang memang khusus untuk pernikahan kamu, lalu mau terbuang sia-sia begitu saja?"

"Ibu punya alasan, Ibu harap kamu mengerti," ucapnya sebelum meninggalkan Gwen. Semoga langkah ini memang tepat.

"Mbak..." Ruby memeluk kakaknya. Gwen membalas pelukan dan menghentikan isakannya.

"Aku hanya bisa berdoa yang terbaik buat Mbak."

Gwen tersenyum.

"Menurutmu apa alasan Rangga mau menikahiku?"

"Mungkin dia memang menyukai mbak," godanya.

"Kita sepantaran, dia juga masih kuliah, pantasnya jadi pacar kamu."

"Mbak, cinta tidak memandang usia. Siapa yang bisa jamin kalau Ka Rangga bisa lebih dewasa dari Mas Carlo?"

"Sok bijak!" Gwen menjawil hidung adiknya, mereka terkekeh bersama. Gwen berusaha tidak terlihat bersedih di depan adiknya. Harapannya hanya satu, semoga sang adik tidak mengalami hal yang sama di kemudian hari.

To Be Continued

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

JaneJenacreators' thoughts