webnovel

Reza

Seminggu kemudian,

Hari ini Aku pulang. Ayahku Pak Manto dan ibu sudah  menunggu di depan rumah. Ibu terlihat tidak sabar menunggu anak sulungnya itu untuk pulang meski hari sudah mau mendekati Subuh. Mereka menyuruh Tama untuk menjemputku, Tama dengan senang hati melakukannya karena dia juga sangat senang kakaknya itu pulang. Berbeda dengan Ayahku, Pak Manto yang bersikap biasa saja, seolah tidak ada rindu sedikit pun terhadap anaknya itu. Baginya, untuk apa menunggu anak pembangkang yang tidak mau menurut apa kata orang tua. Justru aku lebih menurut kepada Pak Rangga, yang bukan siapa-siapanya. lebih dekat dengannya daripada dengan  ayah kandungku sendiri. Hal  itu yang membuat ayah geram.

Tak berapa lama, sebuah mobil datang didepan rumah. Dari kaca jendela, aku menyapa ibu yang terlihat bahagia melihat kedatanganku, sepuluh bulan dikapal cukup membuat ibu was-was dengan kondisiku. Tentu dia terlihat tenang saat aku tiba. Berbeda dengan ayah yang tampak memalingkan muka acuh ketika aku menyapanya.

Kebersamaan kami itu tak berapa lama karena Tama harus mengantarkanku ke rumah kosong ujung desa itu untuk karantina. Setelah aku dan Tama pergi, ibu masuk kedalam rumah. Tapi ayah menyalakan ponselnya untuk menelfon seseorang.

" Rafa sudah datang, ayo cepat kamu kesana." Perintah Ayah kepada seseorang. Setelah selesai menelfon, tersungging senyum miring di sudut bibirnya, "Kamu harus diberi pelajaran anak pembangkang, supaya kamu nurut dengan Ayah." Kemudian dia menyusul ibu masuk ke dalam rumah.

***

Ayah mengendarai mobil dari kota menuju ke desa, setelah mendapatkan telefon dari ibu bahwa aku menghilang dari rumah karantina itu. Dia sebenernya sudah tidak perduli denganku tapi karena dia sangat menghargai ibu, maka dia pun pulang hari itu juga.

Ketika melewati hutan, tiba-tiba hujan turun begitu lebatnya  sehingga mengurangi batas pandang. Ayah pun tetap menerjangnya karena hari mau mendekati magrib. Tapi samar-samar pandangannya menangkap sesosok wanita berbaju merah yang berjalan sendirian ditengah hujan, siapa wanita itu? kenapa dia jalan sendirian disini? Lantas Ayah meminggirkan mobil untuk mendekati wanita itu.

Saat sudah dekat, wanita itu terdiam. Ayah pun menawarkan boncengan kepada wanita itu. sesaat seperti ada yang menutup wajahnya. Dia berusaha menghalau. Dia heran wanita itu mendadak menghilang. Tak ambil pusing, dia melanjutkan perjalannnya. Tiba-tiba dia merinding, Dia meraba tenguknya, bulu romahnya berdiri.

"Mas, ayo kita pulang."

"Iya sebentar sayang, sebentar lagi sampai kok." Ucapnya mesra seolah dia sedang bersama kekasihnya, kemudian dia tercekat. Suara siapa itu? pandangannya lalu tertuju ke spion. Terlihat sosok hantu Sarti menatapnya sendu itu berada tepat di belakangnya,  merapatkan badan di jok tempat ayah duduk. Seumur hidup ayah tidak pernah percaya dengan keberadaan hantu, tapi sekarang dia melihat dengan mata kepalanya sendiri.  Ayah yang ketakutan lepas kontrol ketika melewati  jalan yang menurun dan berkelok  sampai menabrak pembatas jalan, mobilnya masuk jurang, ayah meninggal seketika.

"Maling-maling!" 

Warga yang sedang ronda memergoki tiga orang yang melompat dari pagar tembok milik salah satu warga di desa sebelah. Karena ketahuan, mereka pun segera berlari, warga pun mengejarnya sembari teriak-teriak , beberapa diantaranya sempat memukul tiang listrik, sehingga malam yang hening itu menjadi riuh.

Mereka mengejar maling itu sampai ke areal perkebunan Tebu. Tiba- tiba para maling itu berhenti dan berbalik arah. Warga yang berjumlah delapan orang itu, semula semangat untuk mengejar maling malah begidik ngeri. Dengan pencahayaan lampu senter, dibelakang ketiga pencuri itu terlihat sosok raksasa tinggi besar, berkepala babi dengan taring yang runcing, bulu hitam memenuhi tubuhnya. Warga terpana sejenak, lalu bergegas kabur.

"Pecundang." Desis Reza, ketua dari kelompok maling itu "Ayo kita ke basecamp."  Ujarnya melangkah duluan diikuti kedua anak buahnya. Sosok raksaksa pun mengikuti mereka. Maling itu pun lenyap di antara kegelapan malam.

Warga sampai kehabisan nafas setelah sampai di pos ronda.  Mereka meninju angin , kesal tidak bisa menangkap para maling itu. Akhir-akhir ini warga desa itu sering di satroni oleh mereka. Hal ini tentu membuat warga resah. Aparat keamanan juga belum bisa mengungkap  pelakunya. kini mereka mengetahui  kenapa maling-maling itu susah ditangkap.

****

Sesampainya di basecamp.

"Saya mau berhenti jadi maling." Kata teman Reza yang bernama Dennis

"Maksudmu?"

"Iya, aku tidak mau mencuri lagi. Aku ingin hidup normal."

"Kau pikir dengan kemampuan Magismu, aku bakal menahanmu gitu? Kalau mau berhenti ya berhenti saja jangan pake drama." Sahut Reza santai, dia sedang mengeluarkan uang dan emas dari tas, lalu  mengitungnya, " Lagian ada gak adanya kamu, kelompok ini akan tetap mencuri, merampok. Tul gak Ndro?"

Hendro hanya mengangguk. Selama ini mereka berhasil lolos dari kejaran warga  berkat kekuatan magis yang dimiliki Dennis, dia punya penjaga berupa raksasa. Sosok Raksasa itulah yang sering membantu aksi mereka. Tapi Hendro sangat tahu watak dari seorang Reza Pramudya, Pemuda yang keras dan dominan, sehingga dia tunduk dengan perintah bosnya itu. Reza juga tipe orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun.

"Kenapa kamu masih disini ayo pergi? Apa kamu sedang nunggu bagian? Katanya mau berhenti nyuri." Ejek Reza terkekeh. Dennis mendengus kesal, sepertinya selama ini dia dimanfaatkan oleh Reza,"Ok, aku keluar, tapi ingat suatu hari ini kamu akan menyesal."

"Heh, kamu pikir aku peduli hah?" Reza mencengkram kerah baju Dennis,"Enggak sama sekali, sudah pergi sana." Reza melepas cengkeramannya dan mendorong tubuh Denis. Denis hanya mendelik, lalu dia berlalu dari basecamp itu.

"Bos yakin ngeluarin Dennis?" ujar Hendro hati-hati.

"Kamu mau keluar juga?" bentak Reza membuat Hendro menciut."Lagian jin penjaga dennis itu hanya menakut-nakuti saja dia tidak akan berbuat terlalu jauh." Ujar Reza menantang, "Ingat sebelum ada Hendro kita sudah mencuri, jadi jangan pernah bergantung dengannya."

Suasana sekitar basecamp sangat sunyi, bahkan suara binatang malam pun tidak terdengar.  Hendro tercekat saat melihat apa yang ada di belakang Reza. Reza pun terheran-heran.

"Heh, kenapa kamu?" Namun temannya Reza ini hanya terdiam dia menutup wajahnya ketakutan. Kemudian dia melihat lagi di belakang Reza.

"Boa, Pulang Yuk."

"Nanti aja, lagi tanggung nih ngitung duitnya. kita bakal kaya raya"

"Ngitungnya besok aja Bos, yang penting kita pulang dulu."

"Ada apaan Sih?"

Hendro tidak menyahut , dia keburu pingsan. Reza bingung lalu dia menoleh kebelakang. Betapa terkejutnya dia saat melihat sosok mengerikan sedang menatapnya nanar. Seketika Reza  lari tunggang langgang sambil berteriak setan-setan menuju ke rumah.

Tapi teror seolah tidak selesai sampai disitu. Hantu mulut robek,  Pak Muis  selalu membayangi kemanapun dia pergi. Membuat Reza jengah. Hantu itu menampakan  diri di setiap kesempatan dan terus berucap, "Kamu harus mati Reza."