webnovel

Rubby Alaska

Rubby Alaska adalah gadis urak-urakan seperti anak-anak nakal yang tidak pernah takut akan apa pun. Ia hanya bersenag-senang dalam hidupnya tanpa memikirkan beban hidup yang ia miliki. Tinggal dirumah dengan ibu tiri membuat ia tidak betah menetap disana. Hiburan malam menjadi tempat istirahat yang sempurna baginya. Orang-orang disekeliling Rubby enggan berdekatan karena Rubby seperti manusia hidup tanpa hati dan rasa mengasihi. Nada yang pernah sedekat nadi dengan Rubby pun memilih menjauh darinya. Rubby berubah menjadi gadis pemberang sejak ditinggal pergi sosok mama. Kepergian sosok mama ternyata membawa seluruh jiwa Rubby. Ia tidak bisa lagi merasakan kasihan, senang, atau sedih sejak orang tuanya bercerai. Namun, siapa sangka pria yang hidupnya sempurna baik secara fisik maupun batin mulai masuk ke dalam hidup Rubby. Rubby tida pernah menginginkan belas kasih orang lain dan ia amat membenci pria tersebut. Ia benci orang-orang tahu bertapa menyedihkan hidupnya.

Tokki_js24 · Teen
Not enough ratings
1 Chs

Chapter 1

-Hari ini aku belajar bahwa tidak semua yang kokoh itu tegar dan tidak semua yang jahat itu buruk-

***

"Ada apa tu ribut-ribut?" Panji melihat ke arah lapangan basket yang dipenuhi oleh siswa-siswi yang berkumpul.

"Nggak tahu juga gue. Samperin kuy," Milo berjalan lebih dulu didepan ketiga temannya. Lapangan basket tersebut benar-benar ricuh. Panji, Milo, dan Jeno menerobos kerumunan untuk melihat apa yang sedang dipertontonkan oleh semua orang. Panji mengerenyitkan dahi meliha seorang wanita dengan tampilan yang jauh dari kata rapi lebih cocok menjadi preman. Rambut digerai sebahu yang diwarnai hijau tua, baju dikeluarkan, tidak mengenakan dasi, mengenakan anting-anting sebelah merupakan style wanita tersebut. Ia sedang menuangkan es teh ditangan kirinya ke kepala seorang wanita yang terduduk dihadapnnya. Semua orang hanya menonton tanpa berani melerai. Namun, berbeda dengan Panji. Ia langsung menghampiri dua wanita tersebut dan memegang tangan wanita berandal untuk menghentikan aksinya. Bukannya berhenti wanita tersebut malah melepaskan es teh yang ada digenggamannya dan mengenai korbannya.

"Upss, kelepas. Sorry yaa," ucap wanita brandalan tersebut dengan senyum yang menjengkelkan. Orang-orang yang melihat menunjukkan berbagai ekspresi. Mereka benar-benar merasa malang dengan wanita yang seluruh bajunya terkena tumpahan teh.

"UDAH MERASA KUAT LO HAH?" teriak Panji sambil menatap tajam pada Rubby. Ya, nama wanita brutal tersebut adalah Rubby. Lebih tepatnya Rubby Alaska.

"Jangan bentak gue, bangsat," ucap Rubby dengan suara pelan namun tegas disetiap penekanan kata. Panji benar-benar kehilangan kesabaran. Ia berulang kali mengatur nafas agar tidak lepas kendali.

"Lo ikut gue ke Ruang BK sekarang," titah Panji.

"Iya,iya ah. Bawel lo."

Panji terdiam. Ia tidak menyangka Rubby akan mengiyakan perintahya. Ia menatap Rubby dengan tatapan tak percaya. Begitupula yang lainnya, bagimana bisa ia mengucapkan kata iya dengan enteng pada saat diseret ke Ruang BK.

"Apa lo liat-liat gue? Hati-hati naksir entar lo. Gue juga nanti yang ribet." Panji langsung tersadar dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Panji melepaskan tangan Rubby.

"Ikut gue" Panji berjalan lebih dulu diikuti Jeno dan Milo. Rubby masih berdiri kokoh ditempatnya tidak berpindah sedikit pun. Ia menatap gadis malang yang terduduk di lantai basket tersebut. Wanita itu adalah teman sekelasnya. Ia bernama Nada. Dulu mereka berteman, namun sejak kejadian 10 tahun yang lalu semuanya berubah. Rubby tersadar dari lamunan ketika Panji menarik rambutnya.

"Sakit bego."

"Lo cuma berani ngomong doang ya?"

"Jangan ngerendahin gue," Rubby menggeretakkan giginya. Ia benar-benar geram melihat tingkah Panji yang ikut campur urusan orang.

"Lah, emang bener kok. Tadi lo lantang banget bilang iya, tapi sekarang masih berdiri di sini," Panji semakin tertantang dengan Rubby. Ia menatap Rubby dengan tatapan merendahkan. Wajah Rubby memerah karena menahan amarah ingin sekali ia menonjok rahang Panji. Tunggu giliran lo, batin Rubby.

"Malah diem lagi kayak Patung Liberty."

"Gue nggak suka mengikuti gue suka diikuti. Jadi, lo cowok mulut XL jalan di belakang gue."

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"

Rubby melangkahkan kakinya kemudian berhenti mendengar perkataan Panji. Dengan senyum khasnya tanpa membalikkan badan ia berkata, "Banyak orang yang benci sama gue disini. Mana tahu ada yang mau bunuh gue dari belakang. Jadi, lo harus jagain gue."

***

Sesampainya di Ruang BK, Rubby duduk di kursi favoritnya di sekolah ini berhadapan dengan guru BK yang sudah muak melihat Rubby. Bagaimana tidak, setiap minggu Rubby selalu berkunjung kesini membawa bermacam-macam masalah. Panji, Jeno, dan Milo berdiri di samping guru BK tersebut.

"Rubby. Sekarang kamu bikin ulah apalagi?" tanya Pak Bero dengan nada lesu. Panji, Jeno, dan Milo terkejut mendengar nada bicara Pak Bero. Pasalnya, Pak Bero merupakan guru yang paling ditakuti di sekolah. Ia terkenal dengan suara yang menggelegar ketika sudah berhadapan dengan siswa yang bermalasah. Tapi sekarang seperti kehilangan semangat dalam berbicara.

"Gue kasih minuman sama temen gue." Jawab Rubby santai.

"Kasih minuman? Bicara yang jelas Rubby."

"Iya. Gue ngeliat teman sekelas gue, kayaknya dia kehausan. Kebetulan banget gue lagi minum es teh. Jadi gue kasih deh ke dia."

Pak Bero mengurut pelan pelipisnya. Ia tidak menegrti apa yang dibicarakan oleh Rubby. "Panji jelasin sama bapak kenapa kamu bawa anak ini kesini."

"Jadi begini pak, tadi Rubby nyiramin Nada teman sekelasnya pakai es teh di tengah-tengah lapangan basket," jelas Panji disertai anggukan dari dua temannya.

"Kenapa kamu lakuin itu Rubby?"

"Gue udah bilang, tadi si Nada itu kehausan jadi gue kasih minum."

"Harus banget membasahi seragamnya? Harus kamu lakukan di lapangan basket didepan semua orang?" Pak Bero mulai memanas terlihat dari eksperinya yang mulai marah.

"Harus dong. Supaya es tehnya meresap keseluruh permukaan tubuh dan orang-orang harus tahu kalau gue ini sebenarnya baik makanya gu.." belum selesai berbicara Pak Bero langsung menggebrak meja mebuat Panji, Jeno, dan Milo tersentak. Milo menggeggam lengan Jeno karena ketakutan.

"Apaan sih lo? Lepasin,"bisik Jeno.

"Gue takut. Keluar yuk lagian ini bukan urusan kita," sahut Milo dengan berbisik pula.

"Nggak usah banci Mil," kata Panji. Milo terdiam, ia memilih menunduk sambil membaca ayat qursi padahal ia tidak hapal.

"BICARA YANG SEBENARNYA ALASKAAA"Pak Bero benar-benar tidak tahan lagi menghadapi Rubby. Bukannya takut Rubby malah berdiri hendak keluar dari ruangan.

"Jangan pernah lo sebut nama itu. NAMA GUE RUBBY BUKAN ALASKA PAHAM?" bentak Rubby."Btw, lo guru kan? Lebih paham masalah sopan santun. Tapi, kenapa lo dengan nggak sopannya motongin omongan gue. Dasar nggak becus. Oh ya satu lagi, kalau udah muak sama gue keluarin aja gue dari penjara ini." Baru saja Rubby melngkahkan kaki keluar ruangan langkahnya terhenti mendengar perkataan Pak Bento.

"Besok orang tua mu bapak panggil."

"Terserah. Semerdeka lo aja ya. Gue permisi. Assalamualaikum," Rubby langsung meninggalkan ruangan tersebut. Panji yang tadinya berdiri sekarang duduk di depan Pak Bero.

"Pak, itu si Rubby dibiarin pergi gitu aja. nggak dikasih hukuman?" tanya Panji.

"Tau nih bapak. Waktu itu saya nggak pake dasi disuruh bersihin koridor. Masa si Rubby dibiarin gitu aja," tambah Jeno.

Pak Bero menghela nafas dan menminum air mineral. "Kalian baru tahu tentang Rubby. Bapak sudah bosan dari semenjak dia pindah sampai sekarang ngurusin masalah dia. Sebenarnya saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Rubby."

"Hah? Nggak bisa gimana pak. Udah penampilan nggak ngikutin tatib, ngomong sama guru nggak ada sopan-sopanya terus bapak bila dia nggak bersalah?" protes Milo.

"Bapak nggak bilang kalau Rubby tidak salah. Bapak bilang ini semua tidak sepenuhnya salah Rubby. Rubby itu benar-benar tidak memiliki kasih sayang. Terbukti sudah berapa kali bapak memanggil ayahnya kesini tapi tidak pernah sekali pun datang. Dia tinggal dengan ibu tirinya yang juga seorang wanita karir."

"Ayah dan ibunya bercerai Pak?" tanya Panji.

"Iya. Tapi, ibunya tidak pernah menemui Rubby sejak bercerai dari ayah Rubby. Sebenarnya, bapak bisa saja mengeluarkan Rubby dari sekolah. Namun bapak kasihan dengannya sekarang dia sudah kelas dua belas dengan catatan masalah yang begitu banyak ditambah lagi dia statusnya dikeluarkan bukan dipindahkan dari entah berapa sekolah mana ada sekolah lain yang akan menerima dia. Mau jadi apa dia kalau tidak punya ijazah SMA?"

Panji benar-benar mendengarkan penjelasan dari Pak Bero. Muncul rasa kasihan di dalam dirinya. Bagaimana bisa Rubby setegar ini dengan kondisi tidak diperdulikan siapa pun bahkan Rubby tidak memiliki teman. Panji yang hanya satu minggu didiami mamanya saja tidak kuat apalagi harus ditinggalkan seperti itu. Jika ada kesempatan Panji ingin berteman dengan Rubby sekedar menjadi tempat curhat pun tidak masalah