webnovel

First Night

Setelah acara pembagian aksesori, mereka langsung diteleportasi menuju kamar masing-masing. Setiap kamar berisi dua orang dan mereka akan tinggal dengan sesama irregular untuk menghindari kebocoran informasi.

Begitu muncul di kamarnya, kepala Zuriel berputar-putar ditambah mual di perutnya. Inikah yang dimaksud dengan kemampuan itu? Karena ia memiliki kemampuan sense, kemungkinan ia terkena efek seperti ini karena kemampuannya jika melihat orang di sampingnya yang baik-baik saja.

"Ah! Sial....Pusing gila!!!" umpat Zuriel kesal.

"Apa itu karena kemampuan lo?" tanya orang di sampingnya. Zuriel menoleh dan mendapati orang itu adalah orang yang sama dengan orang yang tersenyum padanya tadi. Benar...wajah yang bersinar bak superstar itu...itu benar-benar superstar gagal dari distriknya.

"Oh...lo superstar gagal?!" ucap Zuriel spontan. Orang itu tampak kesal tapi ia menahan kekesalannya.

"Hah...gue Revan...Revan Rothstein kalo lo ga tau nama gue..." ucapnya memperkenalkan dirinya. "Ah...gue..." baru saja Zuriel hendak memperkenalkan diri, Revan memotong kata-katanya.

"Zuriel...gue tau..." Zuriel mengernyit bingung.

"Kok bisa?" tanyanya heran. Ia merasa tidak pernah bertemu dengan Revan sekalipun.

"Gue sering liat lo sama temen-temen lo pesta di klub yang selalu gue datengin..." jelas Revan. Zuriel berpikir sejenak.

"Maksud lo Gay Club?" tanyanya memperjelas.

"Yeah...gue tertarik sama lo dan nanyain tentang lo ke bartender...tapi karena lo bukan gay, gue ga lanjut..." jelas Revan jujur. Zuriel terkejut mendengar Revan yang terlalu jujur. Entah dia tidak peduli atau terlalu naif. Kemungkinan opsi pertama lebih memungkinkan.

"Trus lo ngapain kesana?...lo kan minor..." tanya Zuriel kemudian. Revan tampak tak percaya mendengar kata-kata itu dari mulut Zuriel yang-seumuran dengannya-.

"Heh...sadar diri kalo ngomong!! lu pikir lu bukan minor??" seru Revan agak kesal. Zuriel yang baru tersadarpun terkekeh.

"Iya juga ya...." ucapnya tak tahu malu. Zuriel mendudukkan tubuhnya di atas kasurnya. Revan yang sedari tadi duduk di atas kasurnya, kini bangkit untuk ke kamar mandi.

"Gue pake kamar mandinya duluan..." ucapnya. Zuriel yang tak tahu harus apa hanya diam memperhatikan Revan yang tengah mengambil beberapa hal di lemarinya. Ia memperhatikan Revan dari ujung kepala hingga kaki. Proporsi tubuhnya sempurna untuk seorang mantan artis, dan wajahnya yang bersinar itu menjelaskan kenapa ia bisa terkenal begitu cepat. Tapi, daripada itu semua... Zuriel lebih memperhatikan tinggi badan Revan yang cukup tinggi untuk seorang laki-laki. Walaupun masih lebih tinggi Zuriel. Zuriel tersenyum tipis kemudian ia bergumam.

"Tinginya pas..." Revan yang memiliki telinga yang sensitif, menoleh.

"Lo ngomong ke gue?" tanyanya. Zuriel bangkit berdiri dan mendekati Revan hingga jarak diantara mereka hanya tinggal beberapa senti. Sampai-sampai mereka bisa mendengar nafas satu sama lain dengan jelas.

"Ngapain lo tiba-tiba?" tanya Revan heran.

"Lo atas atau bawah?" tanya Zuriel yang membuat Revan mengernyit.

"Hah?! lo ngapain tiba-tiba nanyain itu???" tanyanya. Revan benar-benar bingung. Meski ia pernah tertarik dengan Zuriel, tapi hanya sebatas itu.

"Sejujurnya gue ga pernah tertarik sama siapa-siapa....jadi gue ga tau entah gue gay atau bukan....mau coba? bikin gue tertarik sama lo....?" tawar Zuriel yang lebih mirip dengan tantangan itu. Revan menatap Zuriel yang tampaknya serius. Ia tersenyum miring.

"Hah...lo gak berpengalaman..." cibirnya. Zuriel tertawa mendengar cibiran dari Revan.

"Menarik..." ucapnya sambil menatap mata Revan dalam-dalam.

"Jadi... ?" tanyanya lagi. Revan hanya diam sambil tersenyum miring menatap Zuriel. Tiba-tiba Zuriel merasa sesuatu menyentuh juniornya. Zuriel langsung mengerti dan tertawa keras.

"Gue bawah..." bisik Revan di telinga Zuriel. Zuriel tampak tak ingin menahannya dan langsung mearik pinggang Revan hingga menempel pada tubuhnya. Ia dengan sigap langsung melumat bibir Revan dan melumatnya. Bersamaan dengan itu, Zuriel memasukkan tangan kanannya kedalam baju Revan. Tangannya berhenti di puting milik Revan. Ia memain-mainkannya sampai membuat Revan berkali-kali mendesah.

"Erghh..Zuriel!" Zuriel tak peduli dan mulai menciumi leher Revan. tak tahan lagi, ia membuka baju Revan dan mengangkatnya menuju ke atas kasur.

"Sialan! lo bilang ga berpengalaman!!!" seru Revan yang telah terbaring di atas kasur. Zuriel hanya memberi senyum misterius sambil membuka pakaiannya. Melihat tubuh Revan membuatnya kegerahan.

"Lo sering workout ternyata yah?" tanya Zuriel sebelum mulai menciumi tubuh Revan hingga meninggalkan beberapa kissmark. tangannya dengan lihai memainkan puting Revan. Setelah puas, ia membuka celana Revan dan mengankat kedua kakinya.

"Zuriel!! Apa yang...Arghhhhhh!!!" Zuriel memainkan junior Revan untuk membuatnya diam. Kemudian ia memasukkan kedua jarinya kedalamm lubang milik Revan.

"Arghh..jangan disitu...euhhhhh..." Revan memasukkan jari ketiga dan mulai memainkan jarinya di dalam sana. Setelah dirasa cukup, Zuriel membuka celananya dan mengeluarkan juniornya yang menegang.Revan tampak terkejut melihat junior Zuriel yang besar.

"Kenapa sebesar itu sialan?!!!" umpatnya. Zuriel mengulum mulut Revan yang tak mau diam.

"Enghh...ahh..." desahan Revan membuat Zuril semakin menjadi-jadi. Ia langsung memasukkan juniornya.

"Argghhhh!!! Zur...rielll... pelan..euhhh,,,ahh"