webnovel

Romance Story Of Otaku's

Tau Otaku?Ya Itu Sebutan Untuk Seseorang Yang Menyukai Anime Dan Sebagainya Yang Bersangkutan Dengan Negara Jepang. Kalian Tau Kan Kenapa Otaku Sering Di Hina?Ya Karna Otaku itu kebanyakan tidak berguna,Sukanya Sama 2D,Terlalu Tinggi Menghayalnya dan tidak mempunyai masa depan. Tapi,Bagaimana Jika Ada Seorang Otaku Laki-Laki Tetapi Bermuka Tampan?Otomatis Dia Populer Di Kalangan Anak Cewek,Ya...,Dia Kan Gak Suka Cewe 3D dan susah bersosialisasi Terus Gimana? Kazuto Kirimasu,Murid SMA Otaku Tapi Mukanya Ganteng Dan Beda Dari Yang Lain,Tapi ia terpaksa tidak berteman dengan orang lain,karna takut mereka mengetahui masa laluku. Nah Gimana Sih Rasanya Populer?Ya Di Bisik-Bisikin Dan Banyak Yang Coba-Coba Sok Kenal. Bagi Kazuto Itu Adalah Hal Yang Paling Dia Benci. Bagaimana Tidak?Kan Otaku Itu Kebanyakan tidak suka keramaian,Sedangkan Dia Itu Populer. Kazuto sengaja menutupi masa lalunya dengan tidak berteman dengan siapapun. Bagaimana Kazuto Menjalani Kehidupan di sekolah barunya?

Farid_Aprilian · General
Not enough ratings
48 Chs

Begitulah Cara Kazuto Kirimasu Menghabiskan Waktu Liburannya X

"Hei…" Aku menyapanya dengan pelan sebagai balasannya.

"Yep, sudah lama sekali!" Rias menyeringai lebar.

Dia pastilah sedang berjalan-jalan dengan temannya karena wajah seseorang dapat terlihat tepat di belakangnya. Dia adalah Miura Jovanca. Dia dari Kelas F, tapi dia juga sang Ratu dari Neraka Berapi-api yang berada tepat di paling puncak sistem kasta sekolah SMA Sobu. Kurang lebih semua pria teramat takut dengannya.

Dia mengenakan sepotong gaun one piece mini elegan yang membiarkan punggungnya terlihat, dan sepatu mule yang dipakainya pada kakinya itu menggesek tanah. Matanya yang melirik ke arahku berwarna hitam pekat dari mascara dan eyeliner serta eyeshadownya, membuat tampangnya terlihat seperti Orestes Destrade. Kenapa, apa dia ada pertandingan hari ini?

"Huh, Kazuo."

Dia cuma benar lima huruf depannya saja…

Walaupun aku hanya bisa merasa dia sedang benar-benar mengolokiku dari caranya menyapaku, sebenarnya bukan begitu adanya. Lebih sering daripada tidak, para lelaki dan perempuan di atas kasta sekolah itu tidak memiliki rasa dengki terhadap orang-orang di bawah mereka. Kamu tidak merasa dengki kalau dari awalpun kamu tidak merasa tertarik. Orang-orang secara alamiah bersikap acuh tak acuh terhadap hal-hal yang tidak mereka pedulikan.

"Rias, aku akan menelepon Ebina sekarang," kata Miura, dan tanpa menunggu jawaban Rias, dia pergi beberapa langkah dari Rias dan menuju ke tempat berteduh. Karena dia tidak tertarik denganku, tidak ada alasan baginya untuk memiliki urusan apapun denganku.

Itulah hal baik mengenai anak-anak populer yang kehidupannya terlepas dari kehidupanmu. Kedudukan sosial seseorang itu sepenuhnya terkait-kait untuk menghindari konflik. Banyak kerumitan yang timbul dari perselisihan antar kelas. Konflik lahir terutama karena orang-orang yang hidup dalam dunia yang berbeda dimasukkan ke dalam satu latar yang sama. Jika orang-orang sepenuhnya dipisahkan, mereka bahkan tidak akan pernah bertemu dari awal.

Persis setelah Miura bersandar pada dinding dan mulai berbicara melalui teleponnya, Rias membuka mulutnya seakan untuk memastikan sesuatu. "Aku sedang berjalan-jalan dengan Miura dan beberapa orang lain hari ini… bagaimana denganmu, Kazuto?"

Itu membutuhkanku beberapa saat untuk merespon. "Um, berbelanja?"

Dengan penuh kehati-hatian, aku memperlihatkan kantung plastikku sehingga aku bisa menatapinya. Sudah begitu lama semenjak aku terakhir kali berbicara dengan seseorang selain keluargaku, jadi aku tidak bisa menghimpun kata-kata untuk melengkapi kalimat tersebut.

"Oh, oke. Kamu tidak jalan-jalan dengan seseorang?"

"Tidak."

"Huh? Kenapa? Ini liburan."

Kenapa, tanyanya? Itu membuat merinding bagaimana persamaan 'liburan = jalan-jalan' terlintas padanya dengan begitu mudahnya. Apa dia itu salah satu gadis-gadis dengan sindroma 'depresi jika jadwal kegiatanku tidak penuh'? Kata-kata itu dengan cepat terlintas dalam kepalaku, tapi kata-kata itu gagal mencapai mulutku.

"Liburan itu untuk istirahat."

Entah bagaimana aku berhasil merangkai bersama empat kata penuh. Baiklah, kemampuan berbicaraku sudah perlahan-lahan muncul kembali padaku. Karena ketidak-sabaranku, aku mencoba mengucapkan dua kalimat kali ini, tapi aku harus mencegah diriku untuk tidak tertawa bodoh.

"…um, apa ada sesuatu yang salah?" tanya Rias dengan agak kuatir.

******

Dia mungkin menguatirkan tentang ketidak-mampuanku untuk mengucapkan sesuatu yang masuk akal. Tapi tunggu dulu! Jika dia benar-benar sekuatir itu tentangku, dia sepatutnya memulainya dengan tidak menanyakan orang tersebut apakah ada sesuatu yang salah.

"Tidak begitu," kataku.

Ekpresi meragukan Rias tidak berubah.

-Bersambung-