webnovel

Seminar Seniman Muda

Sampailah gue di ruang seni, sengaja gue ambil jalan muter buat hindarin lewat depan perpustakaan. Seenggaknya saat itu pikiran sempit gue berkata bahwa, di sana emang gak bakal ada yang ngerasa terusik kalau gue enggan lewatin markas mereka. Jadi otomatislah, para penghuni "sana" enggak bakal bikin suasana hati gue makin drop hari ini. Situasi di dalam ruangannya gak begitu rame, karena dari yang gue liat cuman ada belasan orang yang berminat gabung sama nih ekskul. Anak-anak yang lain duduk seenaknya, sampai waktu seniman alumnus Anjiman itu akhirnya masuk dan ngagetin mereka yang lagi kongkow santui kek preman diantara anak-anak yang keliatannya pada 'pendiem'. Gue sebagai penonton masa bodo aja yang jelas, gue langsung sumringah waktu liat tuh senior nunjukkin pesona dirinya. Gue termotivasi lihat profil dia yang bisa dianggap sebagai penerus seniman besar ternama negeri kita. Gue juga penasaran, apa sih rahasianya biar bisa jadi kek gitu. Siapa tahu..., dia kesini juga sekalian mau bagi tips and trick-nya ya kan, lumayan. Baju yang dia pake bener-bener nyita perhatian gue, perpaduan antara corak artistik dan konsep sederhananya itu bener-bener cocok sama kriteria style idaman gue. Jujur aja, selera fashion gue sekarang bener-bener norak, gak kaya orang-orang Korea yang jago mix and match warna, juga model pakaian. Gue jelas bakalan kalah telak kalau sampai di-compare dengan tampang cool juga, aura karismanya tuh orang. Meskipun begitu, gue lihat tampang cewek disini biasa-biasa aja gak menunjukkan ketertarikan sama tuh senior, "Syukurlah..., keknya para cewek lagi pada buta akan pesona seorang Alferes haha...,". Ups, itu cuma sekelebat fantasi pikiran gue yang kebawa perasaan akan suatu ancaman serius yang bakal ngerusak popularitas seorang gue di sekolah ini. Entah kenapa, gue berasa bersyukur dan terkadang nyaman akan keindahan yang Tuhan berikan terhadap seorang gue hahaha...," gue senyum-senyum di tengah lamunan. "Ekhm," berdeham aja dia jaga imej banget. Tapi seenggaknya, para kaum hawa di sini tak sebanyak kaum adamnya sih.... Tujuh banding sepuluh lah, jadinya pada biasa aja kecuali ya memang memberikan dampak buat mereka yang nampak agak urakan dan seenaknya dalam bersikap sebelum beliau masuk. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat sore.... Bentar lagi, Maghrib ya...," mengecek jam dengan gaya sok kalemnya. Gue enek juga meskipun pasang wajah datar, jijik sama sifat sok cool-nya itu. "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh...," sahut sebagian peserta seminar tersebut. "Yang lain mana?" dia menanyakan kami yang jawab "Waalaikumsalam" doang dan mengeluarkan suara yang cukup pelan. Memang rata-rata ekskul semacam ini diisi oleh orang introvert yang notabenenya pendiam, orang yang suka menyendiri kek gue entah karena menyelami suatu karya dan sisanya, orang-orang berbakat serta tanpa kecuali orang-orang yang ikut kursus atau pelatihan seni rupa. "Ya udah, mungkin karena kalian belum kenal sama saya. Oke, saya bakalan jelasin maksud dan tujuan saya ke sini hari ini ya adek-adek...," menstabilkan suara mikrofon yang agak rebek. "Oke, nama saya Efendi, alumnus SMA Anjiman sepuluh tahun yang lalu. Saya mulai melukis karena terinspirasi dengan salah seorang seniman kelas dunia yang berawalan A. Saya tidak akan menjelaskan beliau siapa, saya pengen kalian kulik sendiri sekalian mengecek seberapa besar kalian tertarik dan memiliki wawasan soal seniman-seniman kelas dunia. Tanpa berbasa-basi, karena waktu kita yang makin mepet dan matahari udah gak sabar pengen istirahat jadi, untuk hari ini saya bakal menjelaskan bagaimana cara menemukan ide. Setelah saya jelaskan ini akan ada tugas ba'da Maghrib nanti setelah shalat jamaah, penasaran kan? Mari ikuti acara yang disediakan kakak-kakak senior kalian yang baik dan hebat untuk mengundang saya memberikan kiat-kiat yang saya ketahui sebagai seniman lukis sejati. Tolong bersabar, dan jangan sampai ketiduran atau kalian akan saya berikan hukuman dengan tegas," beliau bernada menekan. "Hah, hukuman? Belum apa-apa udah ada hukuman? Ini ekskul apa?" setiap orang bertanya-tanya pada teman di sekitarnya. Tanpa ada yang menjawab mereka langsung pasang badan bugar begitupun gue, yang siap-siap menyimak apa yang emang gue tunggu. "Baik, terima kasih banyak atas perhatian dan antusiasme kalian.... Saya lihat kalian udah pada pasang badan, mari saya mulai sampaikan materi perihal mencari ide-ide untuk membuat karya lukis. Mohon disimak baik-baik...," beliau minum air acua sebelum nyampein materi lebih jauh karena, kedengeran suaranya lagi gak baik-baik aja. Meskipun begitu, gak ada satu siswa pun yang berani memalingkan wajah dan mengalihkan pandangan mereka terhadap orang yang nampak begitu karismatik tersebut. "Oke, mari kita lanjutkan materinya," kakak itu berbicara sambil sempat berdeham-deham. Ngomong-ngomong, tuh alumni banyak basa-basi dah. "Nyampein materi aja belon, udah bilang 'mari kita lanjut penyampaian materinya'. Mana gak izin minum air lagi, dasar," belum apa-apa hati gue udah nyinyir aja dan raut wajah gue dipaksakan untuk tidak menunjukkan tampang sebal. Berusaha antusias mendengar secara penuh wejangan-wejangan dari pelukis yang sedang naik daun itu.

Akhirnya sampai pada materi yang udah gue tunggu-tunggu. "Untuk melukis ataupun menggambar kita memerlukan sebuah ide, di mana hal ini merupakan fase yang membuat seseorang sulit memulai membuat suatu karya yang diinginkan. Bagus-bagus kalau orang tersebut gak dikejar deadline karena bekerja pada suatu perusahaan, atau hal yang mengharuskan dia mengerjakan karyanya secara spontan. Ini sering terjadi khususnya pada seniman pemula seperti kalian, saya juga pernah mengalami hal yang sama bahkan sampai sekarang pun terkadang masih mengalami hal demikian. Maka dari itu, dibutuhkan beberapa pemancing ide seperti mencari inspirasi lewat coogle dan membiasakan diri menggambar secara rutin supaya kreativitas kita terus terasah," Kak Efendi menjelaskan apa yang emang gue cari hari ini. Lalu, adzan Maghrib pun berkumandang dari masjid sekolah tepat setelah seluruh materi tersampaikan. "Selepas adzan, mari kita ke masjid dan sholat berjamaah ya.... Oh iya, apa ada pertanyaan atau materi yang kurang jelas nanti akan coba kita diskusikan. Gimana? Ada pertanyaan, tidak...? Silakan!" beliau meneruskan pembicaraannya. Karena, kami hanya terpaku dan tidak ada yang bicara satu pun meskipun satu atau dua anak perempuan tampak malu-malu dan terlihat sekali dari gestur tangannya hendak diangkat mau bertanya pada seniman muda tersebut. "Ya udah, gak ada, kan? Yuk ke masjid," beliau bicara sambil menengok jam. Melihat tampang dua rekan gue yang ragu itu lalu gue menghentikan langkahnya dengan berkata, "Kak ada yang mau bertanya, nih...," gue bilang sambil mengangkat tangan. "Mana yang mau bertanya?" senior itu pun menoleh ke arah kami. "Itu Kak, dua orang yang duduk pas di seberang kakak tadi pas penyampaian materi," gue bilang gitu karena emang gak kenalan sama siapa-siapa. Dan gak ada gaya pakaian yang khas dari kedua anak itu. "Oh..., silakan sampaikan saja pertanyaannya," menunjuk dua orang tersebut. Tapi menyebalkannya, cewek-cewek itu malah menggeleng bersamaan sehingga mata Kak Efendi pun sempat ngeliatin gue sebelum akhirnya jalan duluan ke masjid buat ikut shalat berjamaah. "Dasar cewek, gue jadi malu sendiri kan. Dah lah...," gue akhirnya cuman bisa diem sambil dengerin adzan sampai selesai dan baru nyusulin orang-orang yang keliatannya rusuh buat pergi ke arah bangunan yang ada di pojok kanan sekolah ini (alias: masjid itu).