webnovel

REWRITE THE STAR'S

"Kamu adalah kata semu, yang tak jua menemukan titik temu." Arunika Nayanika, gadis cantik pemilik netra hitam legam dan pipi bolong disebelah kiri. Terkenal tidak bisa diam juga asal ceplas-ceplos saat berbicara, membuat gadis itu banyak memiliki teman, meski hanya teman bukan sosok yang benar-benar berarti dalam hidupnya yang disebut sahabat. Gadis yang sering menguncir kuda rambutnya itu adalah gadis yang rapuh. Dibalik sifat bar-bar dan asal ceplosnya, ia memiliki trauma berat dengan segala hal yang disebut 'rumah'. 'Rumah' yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk kembali, saat dunia menyakiti. Namun tidak, untuk sosok Arunika. Sekolah, menjadi tempatnya melepaskan luka dan trauma pada 'rumah'. Hingga, Tuhan mengirimkan sosok luar biasa bernama Sandyakala Lazuardi. Sosok dingin, ketus, pedas dan misterius. Yang mampu membuat Arunika menemukan arti 'rumah' sebenarnya. Namun, berbanding terbaik. Menurut Sandyakala bertemu Arunika adalah kesialan dalam hidupnya, yang tak seharusnya tertulis dalam lembar cerita.

Mitha_14 · Teen
Not enough ratings
214 Chs

Topeng Wajah

Goresan 6 ; Topeng Wajah

Jangan perlihatkan rasa sedih mu pada dunia, perlihatkan saja bahwa kamu tidak apa.

- Unknown

----

Arunika berjalan dikoridor dengan sesekali menyenandungkan lagu yang sedang booming. Ia tidak menyadari jika banyak pasang mata yang menatapnya iba atau bahkan tidak suka. Ah iya, Arunika tentu saja menyadarinya, hanya saja ia pura-pura tidak terjadi apa-apa.

Mood-nya saja sudah kembali bahagia, hanya karena Sandyakala. Iya, laki-laki itu bener-bener membuatnya bisa, biasa saja melewati dunia dengan tulus bahagia.

Biasanya, jika sudah dari rooftop, perasaan itu tak selega seperti sediakala. Tapi, ia harus tetap menggunakan topeng wajah ceria.

Langkah kakinya, membawa gadis itu mulai mendekati pintu yang tepat diatas kusen ada papan kayu bertuliskan XII IPS-1. Suara-suara teriakan, umpatan, nyanyian menjadi latar belakang kelas Arunika. Semakin dekat, akan semakin terdengar semakin keras suara-suara itu.

Mereka memang jauh dari kawasan guru-guru, karena kelas XII IPS-1 ada di gedung Selatan, gedung yang hanya dilalui jika ingin ketaman belakang. Rooftop gedung Selatan pun tidak pernah ada yang menggunakan kecuali Arunika, saat gadis itu butuh ketenangan untuk melepas topeng wajah nya, setelah semua kembali membaik topeng itu akan kembali ia kenakan. Kalian tau mengapa rooftop itu bisa sepi? Karena ia sudah menakut-nakuti teman-teman kelasnya tentang hantu perempuan penunggu rooftop, dan ya. Hantu itu Arunika sendiri hehehe....

Semakin dekat, Arunika sengaja membuat sepatunya yang bersinggungan dengan lantai. Mengeluarkan suara layaknya pantofel milik guru. Misinya berhasil, saat suara-suara itu tak lagi terdengar. Ia cekikikan sendiri, tidak menyadari ada sosok lain yang sejak dirinya keluar dari rooftop, diam-diam mengikutinya.

Senyum laki-laki itu tercetak, senyum tipis yang mampu membuat siapa saja akan berteriak histeris.

Arunika bingung, dimana sosok pengamat kelas? Ah iya, ia baru ingat jika sekarang sudah jam satu siang pasti si pengamat kelas sedang asik tertidur dibangku pojok.

Saat Arunika hampir sampai diambang pintu, kakinya tersangkut dengan tali sepatu miliknya. Membuat keseimbangannya tak terkendalikan. Ia pasrah kala tangannya tidak bisa menggapai apapun, untuk kembali menopang tubuhnya kembali tegak. Mungkin ini adalah karma karena lagi dan lagi ia menjahili teman satu kelas.

Matanya terpejam. Namun, bukan rasa sakit yang ia dapatkan tubuhnya malah seperti mengambang dan ada tangan yang merengkuh pinggangnya. Sejenak Arunika masih setia dengan posisinya, ia tak menyadari jika sosok itu menatapnya begitu intens bahkan netra hitam itu memandangi bibir mungil Arunika yang berkomat-kamit tidak jelas, sejenak sosok itu tertegun, hampir saja ia mendekatkan wajahnya untuk meraup bibir gadis itu kalau suara nyaring tidak terdengar masuk kedalam indra pendengaran.

"Lagi latihan dansa. Mas, Mbak?" Suara milik Denandra masuk kedalam indra pendengaran keduanya, membuat Arunika buru-buru membenarkan posisinya.

"Oh... Ini yang bikin kelas kita kicep. Arunika!! Lo mengambil kebahagiaan kita!!" Suara lantang itu milik si biduan kelas.

Drama penyiksaan pun dimulai. Eh bukan, drama keluarga pun dimulai, bukan juga. Drama alay pun dimulai. Yap! Itu yang benar.

Arunika membulatkan matanya, kala senyum iblis milik Denandra mengembang, dasar Denandra siluman maung.

Gadis itu memilih untuk berlari, menjauh dari kejaran si biduan dan Delon. Oh iya, biduan itu namanya Rio. Namun lebih akrab dipanggil kribo oleh XII IPS-1, kalian masih ingat si kribo yang dengan kurang ajarnya naik diatas bangku kan? Nah itu dia, Rio aka kribo.

Tanpa Arunika sadari, dua pasang mata dari arah berbeda menatap gadis itu dengan senyum super super tipis, yang tercetak diwajah masing-masing.

***

Saat jam menunjuk keangka tiga tepat. Bel SMA Guardian bergema keseantero sekolah, membuat mereka tersenyum senang ala-ala devil yang terbebas dari neraka.

Farah menatap Arunika yang buru-buru memasukan buku kedalam tas, bahkan sampai jatuh kelantai, sangking terburu-buru nya gadis itu.

Arunika menyadari jika Darah memperhatikannya, membuat gadis itu berucap tanpa menatap ke lawan bicaranya, ia tetap fokus membereskan buku-bukunya.

"Kenapa lo lihatin gue? Cantik ya? Oh jelas..." Arunika bertanya namun ia juga yang menjawab, dengan nada semangat ala Arunika.

Dengan wajah polosnya, Farah mengangguk. Cewe yang lebih sering tulalit itu, membuat Arunika tertawa. Tawa yang tidak manusiawi sampai-sampai tangannya memukul-mukul lengan Farah, pukulannya pelan namun menyakitkan.

"Woy! Berisik Arunika." Arunika menatap Zidan dan mengacungkan jari tengahnya, membuat Zidan mendengus sebal.

Alerio, Zidan dan Sandyakala memang satu kelas dengan Arunika. Tapi, mengapa gadis itu tidak menyadari kejanggalan, tentang Alterio yang membantunya tadi? Didepan kelasnya. Padahal laki-laki itu masuk kedalam kelas IPA.

"Arunika!" Farah menarik pelan pergelangan tangan Arunika, kala gadis itu ingin berlari mengejar sosok Sandyakala yang baru saja keluar dari kelas.

"Kenapa sih, Far?" Matanya terus melihat kearah punggung tegap yang sudah hampir menghilang dari pandangan.

"Tadi Sandyakala cariin kamu, dia tanya aku tau gak Arunika dimana."

Detik itu Arunika mati.

Eh enggak, hampir pingsan.

"Seriusan Lo!!!" Arunika berucap semangat, membuat Farah mengangguk berlebihan.

"Oke, gue mau ngejar ice prince dulu ya. Bubay!" Arunika berlari menjauh dari Farah. Namun, hampir saja ia menabrak sosok yang baru ingin masuk kedalam kelasnya.

Alterio menatap Arunika dingin.

"Eh, makasih ya tadi..." Arunika tersenyum, meski tidak digubris sama sekali oleh Alterio.

Laki-laki itu malah berlalu begitu saja tanpa sepatah kata apapun, membuat Arunika mengedikan bahu cuek dan kembali berlari mengejar Sandyakala, meski sesekali ia jatuh dan bangkit kembali. Selain bar-bar, ucapannya tidak bisa dijaga. Arunika juga

sosok yang sangat teramat ceroboh. Dan tentu saja, gerak-gerik itu tak pernah lepas dari tatapan dingin, yang sedang menatap lewat jendela.

Dengan banyak rintangan, mendaki gunung yang tingginya seperti gunung Harvest dan menyelam kedalam Palung paling dalam layaknya Palung Mariana. Arunika akhirnya bisa sampai didepan laki-laki yang baru saja akan menjalankan motor Vespanya berlalu dari pelataran parkiran SMA Guardian.

"Sandyakala, bareng dong..." Arunika menatap Sandyakala dengan tatapan memohon, layaknya anak kecil yang sangat ingin makan permen.

"Aku tau loh kamu tadi cariin aku kan sama Farah?" Arunika tertawa kecil diakhir perkataanya, sebenernya Sandyakala hampir saja membulatkan mata karena pertanyaan Arunika, namun laki-laki itu tetap dalam mode wajah yang super duper cuek.

"Sandyakala ih... Kok diem aja sih. Aku bareng kamu ya ya ya..." Arunika menarik pelan tas Sandyakala membuat laki-laki itu menghela nafas pelan.

"Syarat." Arunika menjadi tulalit dengan ucapan satu kata milik Sandyakala, yang tidak sampai diotak miliknya.

"Syarat?" Arunika kembali berucap.

"Besok malem bawa buku pelajaran dan dateng kerumah gue."

Arunika yang mendengarkan itu, tentu saja mengangguk setuju. Dengan kecepatan super kilat ia sudah duduk di jok belakang motor Vespa milik Sandyakala. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam, meski Arunika terus saja tersenyum senang, seperti orang gila.

••••