Jo Geol tercengang, menatap orang yang berdiri di depannya dengan tatapan kosong dan bertanya.
"….. Apa katamu?"
"Aku bertanya mengapa aku harus melakukan ini."
Apakah dia berusia sekitar 40 tahun?
Pendekar pedang paruh baya itu menatap Jo Geol dengan ekspresi yang sangat menakutkan.
"Apa kau tidak mendengar perkataanku?"
Bukannya menjawab, tawa sinis keluar dari mulut Jo Geol.
Setengah bercanda, dia pernah berteriak tentang tidak ada posisi atas dan bawah di gunung hua, namun kenyataannya, gunung hua bukanlah sekte yang sama sekali tidak memiliki hierarki.
Dan pendekar pedang di depannya ini adalah seorang tetua yang pasti hidup dua kali lebih lama dari Jo Geol.
Dalam situasi seperti ini, bahkan Jo Geol sekali pun terdiam tanpa sempat memikirkan apakah argumennya benar atau salah.
"Apa….. Apakah ada masalah?"
Saat Jo Geol memutar matanya dan bertanya, pendekar pedang paruh baya itu mendengus keras seolah dia tercengang.
"Apakah kau bertanya apakah ada masalah? Kau harus bertanya apa yang bukan masalahnya. Tidak bisakah kau melihat dengan jelas dengan kedua matamu sendiri dan masih belum mengetahuinya?"
"Ya?"
"Bagaimana aku bisa berlatih di sini!"
Pendekar pedang paruh baya itu, Moyong Banghwa, menunjuk ke belakang dengan tangannya.
Segala macam orang yang mengenakan segala macam pakaian hanya melihat ke arahnya dengan diam.
Pendekar pedang, taoist, biksu, pengemis.....
Melihat mereka semua berbaur di tempat latihan yang luas membuatnya merasa seperti sedang melihat akhir dunia. Sungguh pemandangan yang aneh.
Tapi Jo Geol masih memiringkan kepalanya seolah bertanya-tanya apa masalahnya.
"Jadi, apa yang kau bicarakan….."
"Aku jadi gila!"
Moyong Banghwa memukul-mukul dadanya seolah jantungnya akan meledak.
"Maksudku latihan, latihan! Ini bukanlah pelatihan sembarangan, ini pelatihan untuk mempersiapkan perang!"
"Itu….. benar? Itulah kenapa kita bekerja sangat keras saat ini, kan?"
"Kau tidak tahu betapa frustasinya aku melihat seseorang sepertimu! Orang-orang dari sekte lain melihat ku dengan mata terbelalak seperti itu, bagaimana aku bisa berlatih di sini? Jika aku berlatih di sini, bukankah aku hanya akan terjebak dalam latihan dasar yang tidak sesuai dengan aliran sekte ku?"
"…..Ya?"
Jo Geol benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi dan matanya membelalak. Moyong Banghwa meninggikan suaranya.
"Sungguh tidak efisien untuk dilakukan pada saat kritis sebelum perang! Apa yang ada dalam pikiran budangju untuk memberikan perintah seperti ini?"
"Eh….."
Jika ini Jo Geol yang biasanya, ia akan berkata, 'Tidak, ini perintah dari atas, jadi mengapa kau menyalahkanku dan membuat keributan? Jika kau benar-benar frustasi, naiklah ke atas dan proteslah!' Jawabannya akan meledak seperti bola meriam.
Tapi ia tidak bisa melakukan itu sekarang.
Bagaimanapun, Jo Geol adalah seorang budangju (wakil pemimpin faksi). Ini adalah posisi di mana ada wajah yang harus dijaga dan gengsi yang harus dipertahankan. Faktanya, ia tidak bisa mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang tanpa berpikir panjang melakukan apa yang diperintahkan dari atas.
"Yah, tenanglah dulu. Pelatihan adalah sesuatu yang harus kau lakukan....."
"Tidaaaaaaak!"
Jo Geol tersentak mendengar tanggapan kuat yang datang sebelum dia selesai berbicara.
"Maksudku aliran, aliran khusus! Kalau bisa berlatih secara terbuka di depan murid sekte lain, kenapa disebut aliran khusus? Bukankah gunung hua juga mempunyai konsep seperti itu?"
Eh? Jo Geol sedikit memiringkan pandangannya.
'Apa ada konsep begitu di gunung hua?'
Itu….. Ada aturan yang mengatakan untuk tidak menyebarkan teknik rahasia sekte kepada orang lain, tapi menurutku tidak ada yang mengatakan untuk tidak berlatih di depan orang lain, bukan?
Jika Cheong Myeong mendengar perkataan itu… Jika itu adalah seni bela diri yang bisa dipelajari dengan melihatnya dari sudut mata, itu bahkan lebih rendah daripada level sampah kelas tiga, lalu mengapa kau menyebutnya aliran khusus?
'Atau ia pasti akan melompat dan menghajarnya karena mereka bersikap brengsek dan tidak ingin berlatih.'
Singkatnya, jika ini adalah gunung hua, klaim ini akan dianggap sebagai omong kosong belaka.
Namun sayangnya, ini bukanlah gunung hua, dan yang lebih disayangkan lagi, orang lain yang menonton sepertinya setuju dengan logika Moyong Banghwa tersebut.
"..… Jadi apa yang ingin kau katakan?"
"Aku tidak bisa berlatih di sini lebih lama lagi!"
"Ya?"
Jo Geol menanyakan pertanyaan itu kembali beberapa kali.
"Ti, tidak, apa maksudmu?"
"Apa yang kau tanyakan lagi setelah mendengar ini? Aku tidak bisa berlatih!"
Jo Geol menatap Moyong Banghwa dengan tatapan kosong.
"Dalam peraturan keluarga besar Moyong, aku tidak boleh mempraktikkan teknik rahasia di tempat yang dilihat orang lain! Namun budangju mengatakan untuk berlatih di sini, jadi ini bertentangan satu sama lain."
"Hal itu….."
"Tapi tidak ada yang bisa dilakukan, karena kita tidak bisa hanya mengulangi pelatihan monoton sebelum perang, bukan? Akan lebih baik aku pergi ke tempat di mana tidak ada orang yang melihat dan mengasah pedangku sendirian."
"Jadi sekarang….. Apakah kau mengatakan bahwa kau akan melakukan protes atau semacamnya?"
"Sebuah protes?!"
Jo Geol tersentak mendengar ledakan suara yang tiba-tiba itu. Jenggot Moyong Banghwa gemetar karena marah. Seperti orang yang menjadi gila karena diperlakukan tidak adil.
"Itu….."
Emosinya tampak begitu tulus dan kuat sehingga sulit disebut akting. Jo Geol menjadi semakin bingung harus berkata apa.
"Apa aku terlihat seperti sedang melakukan protes? Beraninya kau menghinaku seperti itu!"
"Tidak, maksudku adalah….!"
"Kami tidak meminta penjelasan dari budangju! Bukankah kalian bilang gunung hua adalah tempat seperti itu? Ini adalah tempat di mana kita tidak menggunakan otoritas untuk mengontrol satu sama lain, melainkan saling berdiskusi dan mengoordinasikan berbagai hal!"
Sebelum dia menyadarinya, subjek pidatonya dengan cerdik telah berubah dari 'aku' menjadi 'kami', tapi tidak ada seorang pun yang mau menunjukkan atau membantahnya.
Jo Geol semakin kebingungan.
"….. Aku?"
Apakah begitu? Gunung hua?
Bukankah itu hanya tempat dimana Cheong Myeong pergi memukuli semua orang? Diskusi dan koordinasi apa saja yang dilakukan?
Yang terpenting, mengapa dia bertingkah seperti lebih mengenal gunung hua daripada aku…..
Duk!
Moyong Banghwa menghentakkan kakinya sekuat tenaga.
"Jadi! Entah itu melalui pertanyaan kepada atasan atau diskusi antara para dangju-nim, tolong berikan jawaban yang bisa saya terima."
"….."
"Bukankah itu peran budangju!"
Jo Geol tidak bisa berkata apa-apa dengan mulut terbuka lebar, hanya terdiam, melihat dengan bingung punggung Moyong Banghwa yang berjalan pergi.
Segera, anggota faksi yang menonton dari tadi menyadari situasi tersebut dan berpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Setelah lebih dari separuh anggota pergi, ruang pelatihan dengan cepat menjadi kosong.
"Aku….."
Jo Geol yang ditinggal memasang ekspresi terpukul, dengan frustasi mengacak rambut keritingnya.
* * *
"Ugh! Benar-benar menjengkelkan sekali!"
Duakk!
Jo Geol dengan keras menendang dinding menggunakan kakinya.
"Itu akan rusak, hey!"
"Kalau rusak, bukankah kita bisa membangunnya kembali?"
"Pernahkah kau berpikir untuk tidak usah menghancurkannya supaya tidak perlu membangunnya kembali?"
"Ugh!"
Karena desakan dari Yoon Jong, Jo Geol mulai mengganti target dengan menghentakkan kakinya ke tanah.
"Aku hanya akan pergi menendang pantat mereka!"
"…..Baiklah. Itulah yang kami rasakan saat kami melihatmu. Apa kau paham sekarang….."
"Ah, kau hanya mengipasi apinya!"
Teriak Jo Geol sambil melontarkan tatapan tajam ke arah Yoon Jong.
"Bagaimana dengan sahyung? Apa faksi sahyung berjalan dengan baik?"
"Hmm. Mereka semua sangat antusias."
"Eh? Be…. Benarkah begitu?"
"Benar."
Yoon Jong tersenyum bahagia.
"Mereka sangat antusias hingga para pengemis dari persatuan pengemis bersikeras bahwa kami perlu sekalian berlatih Tagu Bongjin."
(tagu bongjin itu nama tekniknya serikat pengemis, artinya 'Teknik Tongkat Pemukul Anjing'. Jadi ini mereka menyindir yoon jong supaya sekalian aja belajar teknik rahasia mereka, orang disuruh latihan di tempat yang sama)
"….."
"Mereka seperti, 'Ayo, apa kita harus melakukannya sekarang? Kalau kita tidak melakukannya sekarang, ayo kita berlatih di tengah peperangan?'."
"Se, serikat pengemis berkata begitu?"
"Oke. Tentu, hmm….. Ya, mereka adalah orang-orang bebas. Ibarat angin yang datang dengan tangan kosong dan pergi dengan tangan kosong, tanpa terikat aturan dan tata tertib....."
"Bicaralah tanpa mengertakkan gigi, sahyung. Kalau kau begitu semua gerahammu bisa copot."
"Urgh…"
Yoon Jong memegangi kepalanya dan gemetar. Jo Geol menatap Yoon Jong dengan simpati.
Setidaknya Jo Geol terpukul oleh keluarga Moyong, tapi bukankah Yoon Jong terpukul oleh serikat pengemis? Karena jarak psikologis mereka lebih dekat dengan serikat pengemis dibandingkan dengan keluarga Moyong, guncangan yang mereka terima akan sangat besar.
"Dasar orang-orang brengsek!"
Jo Geol mengertakkan gigi lagi, seolah semakin dia memikirkannya, dia menjadi semakin marah.
Mereka tidak mengabaikannya terang-terangan. Namun, mereka memprovokasi secara cerdik dan terus menerus seperti menantang.
Seolah-olah mereka tidak mau mengakui mereka sebagai budangju.
"Jika ujung-ujungnya melakukan itu, mereka seharusnya memprotes dari awal!"
"Karena apa yang disetujui oleh atasan dan apa yang dirasakan oleh individu mungkin berbeda."
"Tidak! Apakah kita mengambil posisi itu karena ingin mengembannya? Kita dipaksa untuk melakukannya!" –keluh Jo Gol
"….. Bisakah kau berhenti memikirkan hal seperti itu?"
Dua orang tersebut bersama-sama menghembuskan nafas berat.
"Aku sekarat, sungguh."
Jika usia mereka berdekatan, mereka akan mencoba mengurusnya, tetapi karena mereka lebih tua dari Jo Geol atau Yoon Jong, mereka tidak bisa memperlakukan mereka dengan sembarangan.
Pada titik ini, bahkan mereka meragukan apakah kekuatan yang disebut di Kangho sebenarnya merujuk pada 'usia' daripada 'pengalaman'.
"Sialan, mereka benar-benar menyebalkan! Jika mereka ingin mempermasalahkan sesuatu, mereka harus menghadap para ketua sekte! Mengapa mereka mengganggu kita yang tidak bersalah?"
"….. Karena semua sekte sedang dibubarkan untuk sementara, para ketua sekte tidak dapat maju dan berkata apa pun. Bukankah itu alasan yang bagus?"
"Eww… Itu menjijikkan."
Jo Geol mengertakkan gigi, lalu berhenti dan menoleh seolah dia teringat sesuatu.
"Sasuk. Bagaimana dengan sasuk….. Hiiiiiiik!"
Saat Jo Geol melihat Baek Cheon menoleh dalam kegelapan, dia menjadi takut dan mundur selangkah.
"Ha, hantu! Ti, tidak! Sasuk! Apa yang salah denganmu?"
"Apa yang…. Tidak, Ya Tuhan. Mengapa kondisimu jadi seperti ini? Sasuk sekarang terlihat mirip seperti Jang Ilso itu."
Itu tidak berlebihan. Wajah Baek Cheon pucat pasi, seperti baru saja ditaburi tepung. Selain itu, terdapat bayangan gelap di sekitar matanya, sehingga sekilas terlihat seperti sedang memakai riasan.
Baek Cheon menatap kedua orang itu dengan mata terbelalak dan bibir gemetar. Lalu ia berbicara dengan lemah.
"Yoon Jong-ah."
"Iya?"
"…..Mungkin ini akan terdengar tidak sopan. Tidak, ini pasti tidak sopan."
"Apa yang kau coba katakan?"
"Aku iri padamu. Karena kau yatim piatu."
"Tidak! Sa, Sasuk, apa kau sudah gila?!"
Saat Jo Geol berlari ke arahnya dan berteriak seolah hendak menendangnya, suara lemah keluar dari mulut Baek Cheon.
"….. Ayahku terus menerus menyuruhku untuk memberinya instruksi yang benar."
"….."
"Jin Geumryong sialan itu menertawakan ku dari samping dengan tangan disilangkan."
Eh…..
"Setiap kali aku berkata sesuatu, dia selalu bertanya, 'Apakah itu hal yang benar menurut budangju sekarang?' yang mana sungguh membuatku-…."
"Sekarang, tunggu sebentar, Sasuk. Pertama-tama, jangan bicarakan majalah hitam. Apapun yang terjadi, ada batas yang harus dijaga sebagai manusia, bukan?"
('majalah hitam' itu adalah frasa yang digunakan untuk menghindari membicarakan topik yang sensitif atau tidak diinginkan)
"Apakah tidak ada cara untuk menjadi yatim piatu?" –keluh Baek Cheon
"TIDAK! Tidak ada hal seperti itu! Sadarlah, orang gila!"
Jo Geol meraih Baek Cheon dan mengguncangnya, dan Yoon Jong hanya menggelengkan kepalanya saat melihat adegan itu.
Seberapa parah rasa stresnya sampai dia bisa seperti itu..…
"Sungguh, mereka semua….."
Aku tidak tahu kenapa, tapi ini keterlaluan.
Apakah mereka berkata lebih penting menyingkirkan rasa jijik melihat para bajingan yang masih hijau ini karena memerintah mereka, daripada memiliki perasaan krisis karena perang yang akan segera terjadi?
Sekarang ia benar-benar bertanya-tanya bagaimana nasib Kangho.
"Kita berada di ambang peperangan dan mereka melakukan hal yang tidak masuk akal sekarang? Ini penting! Saat ini kita sedang sibuk berkoordinasi. Apa yang ada di kepalamu?"
"….. Mungkin segalanya akan membaik setelah peperangan dimulai."
"Tapi dari apa yang kudengar, semua tidak sesederhana itu. Saat perang dengan Magyo sebelumnya, mereka bertarung sampai mati di garis depan, tapi di balik layar, mereka melakukan hal yang sama seperti yang kita lihat sekarang. Dan itu berlangsung sepanjang perang. Ingat bagaimana mereka ingin memusnahkan kita semua karena tingkah mereka itu? Apa menurutmu orang-orang berubah hanya karena seratus tahun telah berlalu?"
"Jadi begitu….. Hmm? Tapi di mana kau mendengar cerita itu?"
"Ya?"
"Itu cerita dari seratus tahun yang lalu. Aku belum pernah mendengarnya." –ucap Yoon Jong
"Eh….? Dari mana ya aku mendengar cerita ini?"
Melihat Jo Geol memiringkan kepalanya, Yoon Jong menghela nafas dalam-dalam.
'Ini akan terus berlanjut sepanjang perang?'
Meskipun ada musuh tepat di depanmu?
Memikirkannya saja sudah sangat suram.
"Bagaimana dengan yang lain?"
"Namgung sogaju tampaknya dalam keadaan lebih baik."
"….. Karena dia akan menjadi kepala keluarga Namgung, akan sangat berat jika menyerangnya secara langsung."
"Lalu kenapa sasuk kita…..?"
"Yah, kalau itu sih... situasinya berbeda."
Yoon Jong menghela nafas dalam-dalam sekali lagi.
Kejadian ini membuatnya menyadari sesuatu.
Saat mereka dipuji sebagai "5 elit pedang gunung hua", ada bagian dalam dirinya yang merasa bangga.
Tapi sekarang, melihat hal-hal seperti ini, dia menyadari bahwa pujian orang-orang bukanlah pada 'orang-orang berbakat' di gunung hua, tapi pada orang-orang berbakat di 'gunung hua'.
Tanpa kejayaan gunung hua, pada akhirnya, mau itu Jo Geol atau Yoon Jong, mereka hanyalah anak nakal yang tidak dikenali dengan baik oleh Kangho.
"…. Maka Hye Yeon-seunim akan merasa lebih baik."
"Ya, mungkin. Lagipula, mereka berasal dari Shaolin dan terkenal dengan asketisme mereka. Dia akan diperlakukan berbeda dari kita."
"Kurasa begitu…"
"Do, dojang! Dojaaaaaang! Para dojang!"
"Huh?"
Saat itu mereka melihat seseorang berlari dengan tergesa-gesa. Ketika lebih dekat, mereka melihat bahwa dia adalah orang yang tidak terduga.
"Namgung sogaju?"
"Apa yang telah terjadi?"
Namgung Dowi yang berlari tepat di depan kami dengan kecepatan sangat tinggi, berteriak.
"Ini, Ini masalah besar!"
"Ya? Apa masalahnya?"
"Hye, Hye Yeon-seunim! Hye Yeon-seunim menyerang seseorang!"
"….Ya? Siapa?"
"Hye Yeon-seunim memukul seorang anggota faksi! Sekarang!"
Baek Cheon, Yoon Jong, dan Jo Geol saling berpandangan.
"….beneran bencana?"
"Tidak, itu kecelakaan, hey!"
"Aku juga mau ikut..…"
"Letakkan pedangmu, Sasuk!"
Yoon Jong yang sangat kebingungan melompat dan meraih kepalanya.
"A, Ayo pergi dulu! Mari lihat apa yang sedang terjadi."
Langkahnya mengikuti Namgung Dowi sangatlah mendesak.
btw terlihat dari perkataan moyong banghwa, mereka sama sekali tidak menghormati jo geol dkk sebagai budangju (wakil pemimpin faksi), soalnya mereka gak nyebut -nim setelahnya, sedangkan kalau nyebut moyong wigyeong/zhong ligok/tang gunak dkk nyebut dangju-nim (pemimpin faksi).
Padahal udh dijelaskan sebelumnya oleh cheong myeong kalau posisi dangju itu cuma untuk melindungi budangju, yang mimpin tetap budangju. hadehhh