Wajah Miranti yang telah semakin memerah, dengan tanpa sadar telah saja menengadah dalam kernyit kening yang layaknya seseorang sedang menahan sesuatu. Dada sang wanita pun telah saja terlihat naik turun dengan cepat, saat menghirup napas pendek secara sedemikian seringnya. Seolah, keadaan tersebut menggambarkan betapa sang wanita seperti layaknya sedang menunggu detik-detik yang begitu mendebarkan hatinya.
"Iya ... disitu, Mas ... keatas lagi juga nggak papa ... bu-buka saja kainnya." Saat semuanya menjadi tak tertahankan lagi, mendadak saja Miranti mengatakan hal yang semakin berani.
Namun berbareng mengucapkan kalimat tersebut, saat itu ia malah terlihat meraih sebuah bantal untuk kemudian dipeluknya. Lalu dengan cepat, ia mengangkat benda itu untuk sengaja menutupkan sebagian ujung atasnya pada wajah. Nampaknya, ia melakukan hal seperti itu agar tak perlu melihat wajah Indra atau bahkan hal apa yang akan dilakukannya.
Si pemuda pun jadi paham akan keinginan istrinya. Karena seturut tebakannya, Miranti sedang berada dalam fase 'malu-malu tapi mau'. Sebab apa yang sedari tadi ia coba katakan dalam berbagai isyarat, ternyata memang benar-benar ia kehendaki untuk terjadi.
Saat wanita tersebut secara terus terang mengatakan bahwa ia ingin dianggap layaknya istri sah dalam perkawinan normal, tentu saja semua memiliki sebuah makna. Dimana, Miranti sedang berusaha menegaskan pada Indra, bahwa ia juga berhak untuk turut mengecap sensasi keintiman yang ingin ia dapatkan dari lelakinya.
Tapi alih-alih mengimbangi rasa malu yang ditunjukkan dengan menutupi wajah, Miranti malah bergerak untuk melakukan sesuatu yang memperlihatkan hal sebaliknya. Karena dengan perlahan, kini ia menarik kakinya agar semakin menaikkan lutut dengan menapakkan kaki lebih mundur lagi kearah pinggul. Sehingga, dengan seketika telah semakin tersibaklah kain daster yang semula masih sedikit menutupi paha mulusnya.
Melihat hal seperti itu, semakin tahulah Indra tentang hal apa yang harus dilakukannya ...
---
Dengan perlahan pula, si pemuda memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah kaki kanan Miranti. Lalu tanpa ragu lagi, ia mulai mengusap lembut paha sebelah kanan istrinya sambil kembali meremas ringan dengan menggunakan kedua tangannya ...
Sedikit bergeser, pemuda itu memposisikan duduknya di antara dua lutut yang masih saja terangkat itu. Lalu dengan lembut namun mantap tanpa sedikitpun keraguan, ia meraih tungkai kaki Miranti yang lalu ditumpangkan diatas pahanya sendiri. Sesudah melakukan hal yang sama pada tungkai kaki yang satunya, pemuda itu pun menyelusupkan pinggulnya ke di antara sepasang kaki jenjang tersebut.
Setelah melakukan beberapa penyesuaian penempatan posisi anggota badan, akhirnya mereka sama-sama bisa menemukan sebuah posisi nyaman untuk melakukan kegiatan selanjutnya. Hingga yang terjadi kini, nampaklah sosok Indra yang telah duduk tepat di antara kedua paha terbuka Miranti.
Pemuda itu menghadap tepat kearah si gadis yang tengah terbaring terlentang sambil tetap memeluk sebuah bantal untuk menutupi area wajah hingga dadanya. Dengan psosisi yang demikian, hal tersebut telah saja menjadikan Indra semakin leluasa. Sebab, kini ia tak perlu merasa malu lagi akan terpergok oleh mata Miranti saat melakukan sesuatu.
Tanpa perlu mengucap apapun, si pemuda telah langsung saja meraih kembali lutut kiri sang istri. Lalu dengan mesranya, ia pun mulai melakukan pemijatan di tempat tersebut. Kedua telapak tangannya yang terlihat tak lagi meragu, dengan penuh percaya dirinya telah langsung saja menggenggam sambungan lutut putih halus itu untuk dipijat dan diremasinya secara lembut namun sedikit kuat. Dimana pada tempat tersebut, beberapa kali ia menekan-nekan sejumlah titik untuk mengendurkan otot-otot kaki yang tegang.
Beberapa lama melakukan hal itu, iapun berancang pindah pada tungkai yang satunya lagi. Sementara sang wanita yang masih saja belum mau membuka bantal yang menutupi wajahnya, kini malah terlihat semakin memeluk erat ujung benda tersebut untuk dirapatkan pada dadanya.
Wajah Miranti yang jadi merona merah karena jengah, dengan serta merta telah bertambah saja ia selusupkan dibalik bantal. Sementara, bibirnya yang setengah terbuka nampak berusaha keras untuk menghirup udara sebanyaknya agar rasa sesak di dadanya terasa sedikit berkurang.
Indra berpindah lagi pada kaki yang lain, lalu mulai melakukan gerakan yang sama dengan menggosok dan meremas lembut. Kali ini, tangannya sudah mulai bergerak maju untuk merambah sebentuk paha yang sudah semakin menampakkan diri karena tersingkapnya kain penutup.
Perlahan dan tanpa terburu-buru, Indra kembali meremas. Lalu saat menemukan otot yang menegang, iapun mulai menekan dan mengusapnya dengan sedikit tekanan ringan.
"Hhhh ..." terdengar suara desah yang dilakukan tanpa sadar oleh Miranti.
Namun karena memang sudah ia niatkan, si pemuda tetap saja menekan dan meremasnya perlahan sambil memajukan jemari untuk menuju pangkal paha. Hingga yang terjadi kemudian, adalah terdengarnya desah suara napas memburu yang tak dapat lagi disembunyikan oleh wanita itu. Meskipun, nampaknya Miranti masih saja menyembunyikan reaksinya dengan semakin membekap mukanya di balik bantal yang terus saja dipeluknya.
Sampai akhirnya, jemari Indra pun semakin merambah maju dan hampir menyentuh pusat kewanitaan yang masih tertutupi selembar kain. Dan kembali, tanpa disadari telah saja diperdengarkan desah suara yang lebih keras dari bibir Miranti.
"Mmmmhh ... hhh ... Masss ... geli ..."
Akan tetapi, nampaknya Indra sudah lupa diri dan tak lagi mau menanggapi rintih dan desah yang lalu berganti dengan erang lembut itu. Si pemuda hanya menarik tangannya, lalu melakukan pijatan kembali pada batang kaki yang satunya lagi. Dan disana, iapun mulai menekan dan melembuti kehalusan kulit dari sang wanita matang tersebut ...
---
Angan Miranti pun semakin begitu membumbung tinggi, seiring hasratnya yang telah seketika diombang-ambingkan perasaan yang seketika telah membuatnya sedemikian ingin terlampiaskan. Karena tangan serta jemari nakal itu, nyatanya telah dengan sengaja menggoda dirinya hingga sampai mengggelinjangkan tubuh tiada henti.
"Mas Indra ... hhh, jangan nakal ..." akhirnya, sebuah suara manja langsung saja terdengar merengek.
Tapi anehnya, Miranti bahkan tak mau melakukan gerakan apapun untuk menolak perlakuan tersebut. Karena yang ia lakukan sebagai upaya pencegahan tak sepenuh hati, hanyalah sebatas menggeliat dan menggelinjangkan tubuh sambil tersengal menarik napas yang terasa sesak.
"Nikmati saja, Mbak ..."
"Iyaahhh ... oh, Mass Indraa ... hhh ..." wanita itu menjawab sambil mengeluarkan desahan yang serta merta telah langsung saja membangkitkan naluri si lelaki untuk melembuti dengan lebih mesra lagi.
Merasa jika semua sudah menjadi tak tertahankan, sang wanita kembali menggelinjang dengan keras. Lalu mendadak saja, ia bangkit untuk duduk sambil tetap mendekap bantal di depan tubuhnya ...
---
Dua pasang mata langsung saja saling menatap, saat dengan spontan sang wanita meraih telapak tangan Indra untuk digenggamnya erat karena rasa geli yang sudah terlalu berat untuk ditahannya.
Beberapa detik, Miranti menatap mata suaminya dengan pandangan sedemikian sayu yang sangat sulit untuk diartikan. Lalu pada detik berikutnya, ia menarik napas panjang sambil memejamkan mata.
Perlahan wajah wanita itu tertengadah. Lalu dengan sejuta damba, tangan yang masih menggenggam erat itu bergerak menuntun jemari sang pemuda untuk dibimbingnya menuju pada bagian tubuhnya yang sangat ia jaga selama ini.
Bersamaan dengan sambutan jemari yang dengan suka cita mulai mengelus kain lembab di bagian itu, Miranti kembali menjatuhkan tubuhnya untuk berbaring. Kemudian, dengan rapatnya ia kembali menyembunyikan wajah ke balik bantal dalam pelukannya.
"Mas Indra ... Hhhh ... hu um, disitu," desah Miranti ketika jemari si pemuda menekan lembut tepat pada bagian celana yang nampak sudah membasah itu.
Merasa mendapat sambutan yang sedemikian baik, Indra pun mulai meraba-raba keatas. Dan masih dengan perlahan, tangannya merayap menuju karet yang menjadi penahan kain penutup bagian intim milik istrinya. Hingga dalam beberapa detik saja, benda tersebut dapat terlolosi saat pinggul si gadis terangkat lalu diikuti dengan kerjasama kaki-kaki Miranti yang memuluskan jalan bagi meluncurnya kain tersebut.
---
Sepenuh perasaan sayang, si pemuda mulai mengelus milik Miranti yang kini telah menjadi terasa sedemikian hangat dan lembabnya. Bersamaan dengan itu pula, ia menundukkan kepalanya untuk menciumi lutut kanan sang wanita yang kini kembali terangkat.
"Mas Indra … hhh … Apa yang kau … uhhh … Mass …" begitu tak berdaya, Miranti terdengar berbisik dengan suara yang bercampur dalam desah yang sedemikian mengundang rasa simpati.
"Rileks dan nikmati saja," demikian balas Indra sambil terus mengecupi lutut hingga paha bagian luar, disaat wanita tersebut mulai menggelinjangkan tubuhnya sambil sedikit merapatkan sepasang kaki.
Seperti sudah tak memperdulikan apapun lagi, Indra terus saja melenakan Miranti dalam cumbu rayunya. Dan kelembutan yang terus saja membelai itu, telah saja mencipta hentakan-hentakan gairah yang terus mengombang-ambingkan perasaan sang wanita.
Getar jemari yang terus saja memesrai Miranti, seolah menyampaikan sebuah pesan yang hendak ia katakan tanpa sepatah katapun terucap. Karena pada saat itu, tujuan Indra hanyalah sekedar untuk menunjukkan bahwa dirinyalah yang kini memiliki kendali penuh dalam gairah yang telah memohon sebuah penumpahan.
Sementara, Miranti pun telah sepenuhnya menuruti … karena dalam gelora hasrat yang meronta, ia telah jatuh pasrah untuk hanyut dan tenggelam dalam perasaannya. Dan dengan sepenuh damba, iapun merelakan diri untuk larut dan melebur menjadi satu dalam tarian jemari lembut yang terus saja merayu dirinya.
Hingga suatu saat …
"Mas … Indra … Hhhh … sekarang, Mass … ohhhh …." Hanya desah dan rintihan itu yang keluar dari bibir Miranti, lalu ia terdiam seperti sedang menunggu sesuatu dengan seluruh otot tubuh yang menegang.
Kemudian,
"Shhhhh …. Hu ummm … yah, oooohhhh …" seketika saja, desis bibir sedemikian sensual itu mengawali jerit dan pekik tertahan yang keluar dari tenggorokan Miranti.
Lalu, untuk sesaat tubuh wanita itu terlihat bergetar dan mengejang dalam geliat kuat. Hingga sampai pada puncaknya, mendadak saja ia bangkit dari berbaringnya untuk duduk sambil terus saja meraih pundak Indra dan memeluknya dalam ciuman pada bibir dengan erat dan liar ...
***
Akhirnya, beneran nekad juga si Indra.
Kalau udah gini, apa dia nggak takut sama Vanessa yang galak?
Ya udah, tunggu aja kelanjutannya di hari Rabu besok.
Jangan lupa tinggalkan komen dan masukkan judul buku ini ke dalam koleksi rak buku.
Terimakasih.
Salam,