webnovel

Relung Renung

ahmadafandi · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

Pelosok Negeri

hari ini aku sedang mengemas pakaianku, mempersiapkan kepindahanku ke pelosok negeri, menerima tawaran dari tante Rika untuk tinggal disana, selain pakaian yang ku siapkan, mental juga ku siapkan untuk tinggal dan hidup di tempat yang baru. meski berat meninggalkan kampung halaman, kota yang melahirkanku dengan semua kenangan di kota ini, namun harus ku kubur semua demi menjadi diri yang baru.

aku tiba di bandara pukul 16:30, sementara schedule penerbanganku pukul 17:20, di ruang tunggu bandara aku duduk di kursi panjang, ku letakkan tas keril di sebelahku, sambil memperhatikan di sekelilingku, kulihat pasangan suami istri dengan anaknya yang terlihat gembira, terlihat juga seorang pria berpakaian rapih terlihat sibuk dengan pembicaraan di handphonenya terlihat juga orang tua yang terlihat bingung sambil sesekali melihat tiketnya, dari arah lain terlihat seorang laki laki dengan tas ransel yang seakan terburu buru memasuki gate keberangkatan pesawatnya.

sungguh setiap orang sangat dekat dengan kepergian, entah meninggalkan atau ditinggalkan, pergi menjauh ataupun mengejar keinginannya, pulang ke kampung halaman atau pergi mencari suasana yang baru. namun berbeda denganku, aku bukan meninggalkan ataupun pergi menjauh, bukan pula mengejar impian, aku berada dalam fase mengikuti arus kehidupan, belajar dari setiap hal yang ku temui di perjalanan menuju satu tempat yang kuharap bisa menemukan siapa diriku sebenarnya, dan apa yang sebenar benarnya keinginan seorang sepertiku.

waktu keberangkatan telah tiba, seluruh penumpang berjalan menuju gate keberangkatan lalu satu persatu masuk ke dalam pesawat, kali ini aku beruntung karena mendapatkan tempat window seat, aku bisa bebas melihat pemandangan dari sini, di sebelahku duduk seorang perempuan berkaca mata dan mengalungi kamera pocket, di tangannya terlihat dia memegang sebuah buku, dengan sampul abu abu, aku tau betul buku itu buku dari penulis muda ternama, tentang perjalanan seorang wanita yang sudah muak dengan kehidupan formalnya yang membosankan dan hendak mengelilingi nusantara demi mendapat kebahagiaan. ku sandarkan punggungku di kursi pesawat, dan siap untuk meninggalkan kota ini. ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, harapku.

pesawat lepas landas dengan mulus, aku melihat ke luar jendela, pemandangan kotaku yang semakin lama semakin kecil lalu kemudian menghilang tertutup awan, kini aku benar benar meninggalkannya, namun seperti ada yang tertinggal disana, seiring tekanan di telinga yang semakin menusuk rasa kantuk juga semakin membawaku ke dalamnya. hingga pesawat tiba di tempat tujuan kami, tempat yang tak pernah berhasil ku bayangkan sebelumnya, proses perjalanan yang cukup panjang dan memakan waktu yang lama, setibaku di pintu kedatangan langsung di sambut senyum hangat petugas petugas bandara, "selamat datang", setiap sudut ruangan bandara yang ku lewati terdengar kalimat itu, menggambarkan keramah - tamahan warga sekitar, seolah menyambut kedatanganku ke tempat ini. tak lama kemudian dari kejauhan sudah terlihat wajah Tante Rika dan om Dhani yang sudah menungguku, "selamat datang Afdhan" kata mereka menyambutku, ku jabat tangan mereka dan memelukku.

sesampai di rumah mereka, rumah yang cukup luas untuk dua orang sepasang suami istri, pantas saja tak jarang mereka keluhkan tentang sepi, di tembok rumah terlihat foto foto mereka berdua, foto bersama anak anak dari yayasan mereka, di ruang tengah juga terdapat lukisan yang besar milik almarhum ibuku, menambah suasana sejuk dirumah ini, ku hela napas berdamai dengan perasaanku bahwa akan ku habiskan hari hari di rumah ini, setidaknya aku tidak hidup sendirian seperti di kotaku aku punya dua orang yang sama menyayangiku disini.

"ini kamarmu ya, sekarang istirahat, besok kita akan melakukan perjalanan" kata om Dhani menunjukan kamar ku,

"wah perjalanan kemana?" tanyaku penasaran

"jalan jalan, hitung hitung memperkenalkan kau dengan pulau ini, kita akan melakukan perjalanan kurang lebih tiga hari, tenang saja pasti menyenangkan" lanjut om Dhani meyakinkanku.

akhirnya aku beristirahat, kamar ini sangat nyaman bagiku, dengan cat berwarna biru muda memberikan kesan luas, tenang dan nyaman. keesokan harinya, hari yang ku tunggu, aku sudah mempersiapkan tas ranselku untuk melakukan perjalanan ini, kita bertiga mengendarai mobil dan memulai perjalanan.

"meskipun tak se megah kotamu, tapi yakinlah pulau ini lebih indah dan damai" kata tante Rika dari kursi belakang.

kita melewati jalan yang menanjak dan menurun serta berkelok kelok, jalan yang membelah gunung ini menyambungkan antar daerah di pulau ini, akses jalan yang sangat layak dan aman digunakan ini menjadi bukti perhatian pemerintah terhadap pembangunan sampai ke pelosok negeri. sepanjang perjalanan mataku dimanjakan dengan pemandangan yang indah, unik, tak pernah kulihat sebelumnya, dari kejauhan terlihat sebuah jembatan yang megah yang katanya menjadi perbatasan dua kampung di bawahnya mengalir sungai yang memantulkan biru cahaya dari langit, sungguh pemandangan yang sangat apik.

kita sampai di tujuan pertama kita, sebuah danau, sangat unik ada danau di tengah pegunungan, pikirku.

"ini adalah danau terluas di negeri ini" Om Dhani memperkenalkan

benar saja, danau ini sangat luas dan berada di tengah pegunungan, seolah menjadi penyeimbang antara lebatnya dan liarnya belantara, dari atas terlihat danau ini berbentuk hati, airnya yang jernih dikelilingi pepohonan yang rindang, dengan kicau burung yang menyambut kami, menambah nilai plus dari tempat ini.

"konon katanya disini adalah tempat mandi para dewa, dan raja raja jaman dulu, juga jadi tempat perjodohan anak anak raja" tambah Tante Rika memperkenalkan.

memang pulau ini masih sangat lekat dengan kebudayaan, kepercayaan terhadap sejarah dan mitologi nenek moyang mereka, belum tersentuh modernisme. pertanda begitu ragam budaya di negeri ini. kita duduk sejenak di tepi danau dan memasukkan kaki ke air danau tersebut, sontak aku kaget karena airnya yang sangat dingin, namun setelah lama kakiku disana akhirnya nyaman juga.

rasanya masih ingin berlama lama di tempat ini, namun perjalanan harus dilanjutkan, kita melanjutkan perjalanan sampai ke sebuah kaki perbukitan, memarkir mobil dan harus berjalan ke atas sekitar lima sampai tujuh menit, di sana ada sebuah perkampungan, dari suku asli pulau ini, hanya om Dhani yang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa suku asli itu, Om Dhani juga terlihat sudah sangat akrab dengan penduduk sekitar, mereka menyambut dengan antusias kedatangan kami.

"kelihatannya om dhani sangat akrab dengan mereka ya tan?" tanyaku kepada tante Rika

"iya, Om dhani punya banyak relasi dengan kepala kepala suku disini" jawab tante Rika

kita disuguhkan segelas minuman berwarna putih sepintas seperti susu, namun baunya sedikit pekat,

"ini arak, rasanya manis kok, tapi kalo kebanyakan bisa bikin mabuk" ujar tante Rika,

"mereka biasanya menawarkan minuman ini tanda mereka menyambut dengan antusias kedatangan tamu" tambah tante rika lagi sambil menegung arak itu.

karena hari sudah malam akhirnya kita memutuskan untuk menginap di tempat itu semalam, dan melanjutkan perjalanan esok hari, hari semakin malam di tengah perkumpulan warga sekitar di bawah lampu yang terbuat dari bambu yang berisi minyak, aku duduk. warga suku asli di pulau ini menyambut kami dengan antusias memberikan makanan dan minuman, berbagi cerita tentang sejarah nenek moyang mereka, memperkenalkan alat musik tradisional mereka, aku coba memainkan alat musik yang terbuat dari akar pepohonan itu, yang ternyata alat musik itu dimainkan untuk memanggil arwah dan roh nenek moyang mereka, namun mereka semua suka dengan caraku memainkan alat musik mereka, katanya aku berbakat dengan alat musik itu. sungguh malam yang luar biasa.

esok pagi telah tiba, kita melanjutkan perjalanan, warga sekitar memberikanku alat musik sebagai buah tangan, mereka juga memberikan kami kalung dengan buah kalung terbuat dari taring babi hutan, kita juga sempat berfoto dengan mereka, aku meninggalkan kesan baik di tempat itu, dari warga yang sangat ramah bersahabat, tempat yang nyaman dan hidangan makanan yang lezat.

perjalanan dilanjutkan melewati gunung, lembah, jembatan yang indah, dan pesisir pantai. sesekali aku melambaikan tangan kepada penduduk sekitar yang kita lewati, mereka membalas lambaian tangan ditambah senyuman, tak pernah kurasakan kehangatan dan keramahan manusia sebelumnya di kotaku sampai aku berada di pelosok negeri ini.

kita sampai di tujuan terakhir kita yaitu satu perkampungan yang juga menjadi daerah perbatasan dengan negeri tetangga, kita akan menginap lagi satu malam disini. tempat dimana kita bisa pergi ke luar negeri dengan beberapa langkah kaki saja. meskipun dijaga dengan ketat dari aparat petugas keamanan dari kedua negeri namun terlihat sangat aman dan damai. meskipun dari dua warga negara berbeda namun masyarakat sekitar terlihat sangat ramah satu sama lain, menjunjung tinggi tanah warisan nenek moyang mereka, menjunjung tinggi toleransi beragama, suku, ras dan bahasa,

mereka yang dibatasi dengan garis pembatas negara namun persaudaraan mereka tak terlampau oleh batas.

perjalanan ke batas negara menjadi penutup perjalanan kita, bukan hanya mengenal tempat ini tapi lebih dalam dari itu, aku sadar akan keberagaman budaya, suku, agama, bahasa, namun keberagaman itu bukan menjadi halangan untuk bersatu namun itu adalah pelengkap guna pemersatu, memetik banyak pelajaran dan mengevaluasi. dari setiap tempat yang disinggahi membuatku lebih menghargai perbedaan, lebih menghargai lingkungan, tempat yang jauh dari kota, hingar bingar kendaraan, dari rasa apatis dan ingin menang sendiri.

~~~~~

pelosok negeri

seribu gunung menyapa bersenandung

keindahan begitu luas hingga tak terhitung

melihatlah keluar dan membuka mata

akan ragam wajah pertiwi yang sangat nyata

mahakarya bagai lukisan dari sang pencipta

gunung, lembah dan pesisir pantai

hijaunya pohon dan jernihnya sungai

tanah yang kaya

adalah warisan yang harus kita jaga

anugerah yang harus disyukuri

jangan kau kotori

Afdhan Danadyaksa