9 mesin waktu

sore ini kubuatkan semangkuk bubur untuk ibuku, seperti hari hari biasanya meskipun ku tau dia hanya akan memakan satu atau dua sendok bubur lalu memuntahkannya.

hari ini terhitung tepat setahun sudah ibu sakit, aku masih melihat orang yang ku sayangi itu terbaring lemah di tempat tidurnya dengan badan yang semakin kurus, sangat jarang sudah terdengar suara keluar dari mulutnya, tidak banyak yang bisa ku lakukan demi kesembuhannya selain dukungan secara emosional. bahkan merawat ibu setiap hari dalam masa kesakitannya ini pun tidak akan membalas jasa jasanya kepadaku selama ini, susah payahnya melahirkanku, mengajariku dan membesarkanku, itu takkan tergantikan. tinggallah doa yang bisa kupanjatkan kepada Sang Pencipta meminta kesembuhan kepadaNYA.

dari sudut kamar entah mengapa seketika mataku menuju ke satu lemari kaca milik ibu, disana terdapat banyak piala dan piagam penghargaan atas lukisan lukisannya, namun ada satu yang menarik perhatianku yaitu album foto berwarna merah tua, aku baru menyadari keberadaan album usang itu, membuatku sedikit penasaran akan isi buku album itu, coba kubuka album yang berisi foto foto lama itu, membuka sampul dari album itu seakan membawaku masuk ke dalam sebuah mesin waktu.

aku masuk dan terhanyut disana, aku terdiam melihat pemandangan di sekelilingku, aku berada di sebuah kota tua, aku tak melihat warna lain selain warna hitam dan putih, berjalan melintasi taman taman diselingi suara kicau burung, menuju satu rumah yang disinari cahaya dari atas, halamannya terdapat berbagai macam bunga yang indah, membawaku ingin masuk kesana.

kulihat seorang wanita muda disana dengan paras yang sangat cantik yang duduk disebelah seorang anak laki laki, mereka tertawa lebar sambil sesekali merangkul, betapa bahagia anak itu, tak ada sedikitpun gunda atau gelisah terlihat dari raut wajahnya dengan senyuman begitu lepas. namun tidak dengan wanita itu, terlihat seperti menyembunyikan sesuatu di balik senyumannya ke anak kecil itu, ada kepiluan yang tersirat dari senyum itu seolah kepiluan itu melekat selamanya.

dari rumah itu aku seperti dibawa ke tempat lain, aku masuk kedalam masa demi masa dan cerita demi cerita, menyelami kisah dan peristiwa disana, hingga aku tiba di satu rumah yang besar yang di atasnya dikelilingi oleh awan hitam mirip seperti mendung, kulihat juga seorang lelaki tua yang membelakangi wanita itu, wanita dengan wajah merah dan mata lembab yang membawa tas besar terlihat meniggalkan lelaki tua itu dengan berlari tak tau kemana tujuannya, tak terlihat ekspresi lelaki tua itu namun tampak dari belakang ia mengepalkan tangannya begitu kuat seperti menahan satu perasaan yang tak bisa dia keluarkan.

dari tempat itu lagi - lagi aku seakan dibawa pindah ke tempat lain, kali ini pemandangan reruntuhan ratusan rumah seperti baru saja terjadi peperangan, atau bencana yang menimpa tempat ini, dari ujung sana terlihat wanita tadi membawa kantong besar dan menggandeng anak kecil di sebelah kanannya, wanita itu berjalan dengan lambat dan tampak dahinya mengkerut dan sedikit menggigit rahangnya, terlihat seperti sebuah ekspresi kekesalan atau kekecewaan. disisi lain tatapan kosong dari anak kecil itu tampak tidak mengerti tentang apa yang sedang terjadi, dan apa yang sedang dirasakan oleh wanita muda yang sedang menggandengnya itu.

belum sempat aku bertanya pada wanita itu tentang apa yang sudah terjadi disini, tiba tiba aku seperti terjatuh lagi terhanyut semakin jauh, sampai pada satu ruangan putih dan aku melihat pemandangan yang sama dengan lukisan ibu, namun kali ini bukan di atas kanfas melainkan kulihat secara langsung, yaitu seorang anak kecil yang memegang ukulele dan baru bisa berjalan, di belakangya tampak wanita muda yang tersenyum dan bahagia karena melihat anak kecil itu telah pandai berjalan, namun dari gerak tubuh wanita itu terlihat sikap siaga seperti ingin segera menangkap anak itu jika anak itu sewaktu waktu terjatuh.

"Afdhan" suara ibu yang lemah seketika menyadarkanku dan membawaku keluar dari mesin waktu itu.

aku segera menghampiri ibu dan memeluknya yang sedang berbaring. di umur yang baru menginjak 42 tahun ini Ibu adalah sosok yang sangat tangguh yang masih bisa bertahan sejauh ini dengan segala penderitaan dan kesakitan yang di alaminya, padahal ku tahu begitu sakit menahan penyakitnya, namun masih saja dia ingin terlihat kuat didepanku.

"ibu tidak apa apa" ucapnya lemah ke telingaku sambil mengusap - usap kepalaku.

"ibu mau lihat kau wisuda Afdhan" lanjutnya.

seketika aku terdiam, membatin karena mengingat kuliahku tak akan mungkin selesai dalam waktu yang dekat.

"iya bu, secepatnya" ucapku menenangkannya.

~~~~~

keesokan harinya penyakit ibu yang kian parah ditandai dengan batuk yang semakin sering, ditambah kini dengan sesak nafas yang terlihat sangat menyiksanya, aku memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit karena melihat kondisinya seperti itu, meskipun keuanganku tidak mencukupi, satu satunya yang ku punya sekarang tinggal gitar, mungkin dengan menjual ketiga gitarku bisa menutupi biaya rumah sakit ibu.

setelah membawa ibu ke rumah sakit, tak berpikir lama aku langsung membawa semua gitarku itu ke toko musik milik temanku, hendak menjualnya. aku punya tiga gitar, dua gitar elektrik yang ku beli dari hasilku bermain musik, dan satu gitar akustik kesayanganku, yang dulu dibelikan oleh ibu saat hari ulang tahunku, meski kini aku sudah berhenti bermain musik namun gitar gitar itu sangatlah berarti, apalagi gitar pemberian ibu kala itu, banyak kenangan indah yang kulewati bersama barang berhargaku itu, namun disisi lain ada yang lebih berharga dari itu semua, ya kesehatan Ibu.

tak pernah terbayangkan jika ia meninggalkan aku saat ini, banyak hal yang belum sempat ku lakukan untuknya, selama ini aku hanya menyusahkannya, berbuat dosa padanya dengan tidak mendengarkan perkataannya, bahkan membuatnya sedikit bahagia pun rasanya jarang sekali atau bahkan tidak pernah.

selama ini aku hanya sibuk dengan urusan duniaku sendiri, asik bermain dengan teman teman,

sehingga aku lupa ada seorang Ibu yang rela tidak tidur demi menungguku pulang ke rumah walau waktu sudah hampir pagi, namun dia tak pernah menyerah padaku. aku hanya bisa berdoa kepada Sang Pencipta agar diberi kesempatan untuk membahagiakannya, membalas semua budi baiknya, menuruti semua permintaannya, dan diberi kesempatan merawat dia di masa tuanya yang akan menjadi ladang pahala untukku, sebelum semuanya terlambat. setelah Ikhtiar sekarang aku hanya bisa berdoa dan menyerahkan semua kepada yang Maha kuasa, pemilik segala penyakit dan kesembuhannya, maha pengasih lagi maha penyayang.

~~~~~~

Ya Allah, Rabb manusia,

hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan

Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan

Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu

kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain

Ya Allah jika penyakit dapat menggugurkan dosa

gugurkanlah segala dosa dosanya

angkatlah penyakitnya apabila itu baik baginya

dan Matikanlah dia apabila kematian itu lebih baik baginya"

Afdhan Danadyaksa

avataravatar
Next chapter