"Aku menyukai sikapmu anak muda. Aku akan berterus terang kepadamu. Kau dicurigai sebagai telik sandi Majapahit karena pakaian dan perilakumu sangat mencurigakan."
Raja tersenyum. Pemuda ini paham bahwa dalam situasi perang, entah perang dingin atau perang terbuka, kedua belah pihak memang diajarkan meletakkan rasa curiga di urutan pertama supaya tetap berada pada kondisi waspada.
"Tidak Hulubalang. Saya yakinkan andika bahwa saya sama sekali bukan seperti yang dituduhkan. Saya hanya pengelana biasa yang tersesat ke sini. Tidak punya apa-apa selain celana aneh yang saya kenakan ini." Raja menatap langsung mata Hulubalang. Seorang interogator handal biasanya bisa melihat apakah orang berkata jujur atau tidak dari tatapan matanya saat berbicara.
Hulubalang itu terdiam sejenak. Pemuda ini sangat meyakinkan. Sepertinya dia jujur. Atau justru malah seorang telik sandi hebat yang sanggup menyembunyikan dirinya yang sesungguhnya.
"Baiklah anak muda. Tapi sementara ini kau harus ditahan karena kami harus meyakinkan diri bahwa kau memang seperti yang telah kau ceritakan. Kami akan mencari tahu beberapa hari ini. Jika terbukti omonganmu benar, kau akan kami bebaskan."
Raja mengeluh dalam hati. Dia tidak boleh membuang waktu. Kasihan Citra atau Kedasih. Tapi tentu saja dia tidak mau mengambil jalan kekerasan karena itu akan mempersulit dirinya untuk bebas melakukan pergerakan ke mana-mana.
Di Istana Galuh Pakuan. Citra duduk bersimpuh di hadapan ayahandanya, Baginda Raja Lingga Buana. Maharaja Kerajaan Galuh Pakuan.
"Semua keputusan ada di tangan Ayahanda. Tapi tentu jika Ananda boleh memberikan pendapat, Ananda lebih menyukai Ayahanda tidak menerima lamaran Baginda Raja Hayam Wuruk." Citra memberanikan diri. Ini saat yang tepat untuk mulai membelokkan sejarah yang berdarah.
Baginda Raja Lingga Buana tercenung. Sebagai seorang raja yang ingin rakyatnya sejahtera, negaranya makmur, dan damai selalu, tentu dia harus tepat mengambil sebuah keputusan besar. Lamaran dari Raja besar Majapahit bukanlah main-main. Menolak berarti menyinggung harga diri. Namun dengan menerimanya, dia telah berbuat tidak adil kepada putri yang disayanginya ini. Raja Lingga Buana menghela nafas panjang. Terlalu berisiko untuk bertentangan secara terbuka dengan Majapahit saat ini.
"Kau akan berangkat ke Majapahit untuk menemui calon suamimu Anakku. Dua purnama depan tepat saat purnama mulai meredup. Aku sendiri yang akan mengantarkanmu ke Trowulan." Hal yang ditakutkan Citra menjadi kenyataan. Keputusan itu ternyata tidak bisa diubah. Aku harus bersabar dan menunggu kesempatan baik untuk keluar dari semua kerumitan ini. Masih ada waktu 2 bulan. Kemana sih Raja?
Raja termangu di sel tahanan yang kecil. Terdapat beberapa sel tahanan yang disekat-sekat. Raja tidak tahu apakah di sel sebelah kanan dan kirinya itu ada orangnya atau tidak. Sampai sebuah suara berkata. Berbisik lirih.
"Apakah kau telik sandi Majapahit yang tertangkap juga?" Raja melengak. Suara itu pelan sekali tapi terdengar cukup jelas. Padahal sekat antar sel tahanan cukup tebal. Ah, ini dia! Terdapat sebuah lubang kecil di sekat.
"Apakah kisanak telik sandi yang tertangkap?" Raja balik bertanya. Suaranya agak keras.
"Sssttt! Jangan terlalu keras. Kau cukup berbicara di lubang di sebelah kirimu. Pelan saja. Nanti kita ketahuan." Raja tertarik. Berarti orang di sebelahnya ini memang benar telik sandi Majapahit. Untuk memastikan Raja melempar pertanyaan kunci.
"Apakah kau pernah mendengar Resi Saloko Gading? Aku diperintahkan beliau ke sini." Raja tidak sepenuhnya berbohong.
"Siapa yang tidak tahu Penasehat Raja yang sakti itu. Tentu saja aku mengenalnya. Tapi beliau sudah cukup lama menghilang dari istana. Menurut kabar, beliau moksa." Ah, jadi kalau orang manjing tewas, maka kejadiannya linier dengan realita di masa asalnya. Resi Saloko Gading manjing sudah cukup lama dan akhirnya tewas di tangan Puteri Merapi dan kawan-kawannya. Orang-orang mengira Resi itu moksa. Pasti itu juga yang terjadi pada 3 Datuk Hitam.
Raja yakin bahwa orang di sebelahnya ini memang benar seorang telik sandi. Bagus juga jika dia bisa mengorek keterangan lebih jauh.
"Aku sudah lama tidak kembali ke Trowulan. Bagaimana keadaan perbatasan sekarang ya? Apakah Pesanggrahan Bubat jadi dirombak besar-besaran?" Untuk pertanyaan yang terakhir Raja mengarang bebas. Namun dia berharap ada jawaban dari orang di sebelahnya.
Tidak ada jawaban. Raja memepetkan telinga ke lubang. Siapa tahu orang itu berbisik sangat pelan. Raja malah mendengar sebuah dengkur panjang. Sialan!
Terdengar langkah kaki beberapa orang masuk ruang tahanan.
"Anak muda! Bersiaplah! Kau akan dibawa ke markas besar." Salah satu penjaga membuka pintu sel tahanan Raja.
Raja terperangah. Apalagi ini?
"Saya sudah berkata dengan jujur. Apalagi yang kalian inginkan?" Raja memutuskan akan bertindak keras. Membuang-buang waktu saja. Kasihan Citra dan Kedasih. Seluruh otot tubuhnya menegang.
"Panglima Narendra sendiri yang akan menemuimu. Kau harus bersyukur belum berakhir di tiang gantungan!" Penjaga itu mendengus kesal. Marah dengan sikap pemuda yang tidak mengenal takut ini.
Panglima Narendra? Wah ini menarik! Sampai level panglima turun tangan langsung berarti dia dianggap orang penting. Ini bisa menjadi pintu masuk ke istana yang sebenarnya. Meskipun risikonya dia dihukum gantung, masuk penjara, atau kerja paksa. Tapi baiklah dia akan menyabarkan diri sedikit lagi. Raja mengendurkan urat syarafnya.
Raja pasrah saja saat para penjaga menggiringnya keluar dan membawanya masuk ke gerbang utama istana kerajaan. Mereka menuju sebuah bangunan besar yang nampak kokoh. Markas besar pasukan Galuh Pakuan.
Seorang penjaga markas membawanya masuk ke sebuah ruangan di mana sudah menunggu seorang lelaki gagah berkumis tipis dan beberapa orang lain lagi.
Setelah penjaga pamit mengundurkan diri, lelaki gagah itu berkata dengan penuh wibawa.
"Kami sudah memastikan bahwa kau adalah telik sandi tingkat atas dari Kerajaan Majapahit anak muda. Kami akan mempertimbangkan untuk meringankan hukumanmu jika kau mau bekerja sama dan memberikan informasi yang kami butuhkan. Jika tidak, sudah pasti bahwa hukumanmu adalah gantung!"
Raja kaget bukan main. Apa-apaan sih ini? Bagaimana mereka bisa mengambil kesimpulan secepat ini? Dengan cara apa mereka memverifikasi aku sebagai mata-mata?
Raja menatap tegas Panglima Narendra.
"Panglima, apakah andika sudah seyakin itu? Bagaimana caranya saya bisa membuktikan sebaliknya?"
Panglima Narendra menyusuri tubuh Raja lalu berhenti di celana jeans hitam yang dikenakannya.
"Karena jenis celana yang kau kenakan tidak pernah ada di Galuh Pakuan. Kami yakin celana seperti itu hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang merupakan tokoh penting telik sandi Majapahit."
Raja terperangah. Lantas tertawa tergelak-gelak tanpa bisa ditahannya lagi.
**