webnovel

Bab 3

Tidak banyak yang menaruh perhatian pada kejadian di apron sepi itu. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Kalaupun ada yang melihat 6 orang saling berhadapan mengukur kekuatan sebelum pertarungan, dikira barangkali para pemuat barang-barang ke pesawat sedang bersitegang.

Dan ketegangan itu pecah seketika saat 4 orang menyerbu Raja dan Sin Liong dengan ganas. Kelebatan kelewang tajam membelah udara bertubi-tubi. Mengarah bagian tubuh mematikan Raja dan Sin Liong.

Kedua pemuda itu dengan tenang mengelak dan berloncatan kesana kemari sekaligus mengirimkan pukulan balasan. Pertarungan hidup mati itu semakin seru saat 4 orang dari masa lalu itu tidak hanya menggunakan kelewang untuk menyerang, namun juga dibarengi dengan pukulan-pukulan tangan kosong yang sangat berbahaya karena mengandung hawa panas luar biasa yang sanggup membakar tubuh lawan apabila terkena.

Raja menyadari bahwa bertarung dengan orang-orang yang manjing dari masa lalu ini bukan main-main. Mereka berdua tak boleh sedikitpun lengah. Karena sekali terkena pukulan berhawa panas itu, kulit bisa melepuh dan terbakar hebat. Lagipula mereka dikejar waktu saat ini. Tiket lanjutan ke Yogya menunjukkan jam boarding tak lebih 30 menit lagi.

Karena itu Raja tak mau membuang waktu. Buru-buru didorongnya tubuh Sin Liong menjauh sementara dia mengerahkan tenaga pada kedua lengannya yang membuat kedua lengan itu berkilat keperakan dengan warna logam.

"Tring! Tring! Tring! Tring!"

Berturut-turut Raja menangkis tebasan kelewang menggunakan lengannya. Diikuti dengan dorongan kedua tangannya menghalau serangan keempat orang yang mengirimkan pukulan berhawa panas.

"Plak! Plak! Desss! Braakkk!"

Raja terhuyung-huyung ke belakang dengan dada panas dan sesak. Sedangkan keempat lawannya terlempar seperti layangan putus dengan darah mengalir di hidung dan sudut bibir mereka. Jelas sekali bahwa tenaga mereka tidak sanggup menandingi Raja. Mereka terluka dalam cukup parah. Namun keempatnya bangkit kembali dengan susah payah dan berniat kembali menyerang Raja.

Sin Liong maju hendak membantu Raja. Namun dari jauh beberapa orang nampak berlari kencang ke arah mereka. Sin Liong mengeluh dalam hati. Gila, mereka punya banyak bala bantuan. Sin Liong bertanya melalui pandang matanya kepada Raja. Are you ok?

Raja hanya mengangguk ringan. Dia bersisian dengan Sin Liong bersiaga menghadapi serangan selanjutnya. Sudah jelas mereka akan terlambat boarding ke Yogyakarta. 15 menit lagi dan mereka masih berjibaku dengan pasukan tangguh ini.

Bala bantuan musuh sudah tiba. 3 orang yang juga nampak terlatih. Salah seorang yang sepertinya pimpinan orang-orang ini berkata lirih namun lugas.

"Pergilah boarding Tuanku Raja. Biar kami yang menghadapi cecunguk Majapahit ini."

Raja bengong. Eh ternyata ini malah bala bantuan untuk mereka. Sin Liong membenarkan sambil memberi isyarat anggukan kepada Raja setelah memastikan hal tersebut dengan melihat tato kecil di pergelangan tangan 3 orang yang baru tiba ini. Trah Pakuan. Pasti Papanya yang mengatur semua ini.

"Ayo Raja! Kita masih sempat mengejar boarding kalau melakukan sprint!" Sin Liong tidak membuang waktu. Digamitnya lengan Raja dan mulai berlari menuju gate keberangkatan dalam negeri. Raja otomatis mengikuti Sin Liong. Berlari sekencang mungkin.

4 orang dari Majapahit itu hendak mencegat langkah Raja namun keburu dihadang oleh 3 orang dari Trah Pakuan yang langsung menyerang habis-habisan. Terjadilah pertarungan babak kedua di apron sepi itu. 4 lawan 3. Namun karena keempat orang dari masa lalu itu sudah terluka cukup parah, pertarungan menjadi berimbang.

Meskipun mempunyai tubuh sangat terlatih dan kuat berkat latihan rutin selama ini, tak urung Sin Liong ngos-ngosan juga saat tiba di gate 12 tempat boarding pesawat ke Yogyakarta. Sambil menyusun nafasnya yang kembang kempis Sin Liong menoleh ke belakang karena tak tampak sama sekali bayangan Raja di belakangnya.

"Sin Liong! Sini!" Seseorang melambai di balik pintu kaca garbarata menuju pintu pesawat. Raja!

Sin Liong ngedumel panjang pendek sambil menunjukkan boarding pass di layar handphone kepada petugas. Sialan, apakah Raja terbang menuju kesini? Dia bahkan sama sekali tidak terlihat kecapean.

Kedua pemuda ini naik pesawat dengan cepat. Mereka penumpang terakhir yang ditunggu sebelum pintu ditutup.

Di dalam pesawat yang sedang melakukan taxi menuju runway, Raja dan Sin Liong melihat dari jendela mobil-mobil keamanan bandara meraung-raungkan sirine dan melaju dengan kecepatan tinggi menuju apron tempat pertarungan mereka tadi. Ah, sudah ada yang melapor rupanya.

"Bagaimana nasib mereka Sin Liong?" Raja mengkhawatirkan keselamatan orang-orang dari Trah Pakuan.

"Tentu saja mereka akan diproses hukum Raja. Orang-orang yang membantu kita akan ditahan. Sedangkan orang-orang manjing dari Majapahit itu pasti akan menghilang kembali ke masanya untuk menyembuhkan luka-luka mereka."

"Kau hebat tadi kawan! Bisa mengalahkan mereka dan sekaligus terbang ke boarding gate tepat waktu!" Sin Liong masih belum habis pikir.

Raja tertawa lirih.

"Aku tidak terbang Sin Liong. Aku hanya berjalan cepat dan tahu-tahu sudah sampai di gate."

Sin Liong mengangkat bahu. Pasti masih ada hal-hal aneh yang akan terjadi lagi dari orang reinkarnasi ini.

Pesawat menderum take off menuju Yogyakarta International Airport di Kulon Progo. Bersamaan dengan keberangkatan pesawat dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung yang ditumpangi Citra dan Kedasih menuju tempat yang sama.

Di tempat lain. Di Bubat. Mada duduk masgul dengan kepalan mengepal. Lelaki tinggi besar ini mendapatkan laporan bahwa anggotanya gagal melakukan infiltrasi saat berusaha merebut manuskrip dari tangan Raja dan Sin Liong.

"Lagi-lagi kita gagal! Putri, apa yang harus kita lakukan untuk mencegah mereka menyatukan Manuskrip itu?" Mada bertanya lirih kepada Putri Calon Arang yang duduk tak jauh darinya. Berdampingan dengan seorang lelaki setengah baya berjenggot kelabu yang panjangnya menyentuh nyaris ke dadanya.

"Tidak ada cara lain Paduka. Kita kirim utusan pinilih kali ini. Panglima Gagak Hitam dan Puteri Merapi." Putri Calon Arang menjawab hati-hati.

Mada tersentak kaget.

"Maksudmu kita siap konfrontasi dengan Istana Yogyakarta? Terang-terangan? Kau tahu kedua orang ini adalah musuh bebuyutan Mataram yang tidak segan-segan menurunkan tangan maut meski di dalam istana?"

"Itu yang terbaik bisa kita lakukan Paduka. Mereka sangat tangguh. Terutama pemuda reinkarnasi itu. Saya setuju dengan Putri." Kakek tua itu menimpali.

Mada mengurut keningnya. Urusan bisa sangat runyam dan membesar kalau sampai terjadi bentrokan di dalam istana Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat. Apalagi jika ada yang bermatian. Fiiuuhh. Tapi kalau mereka sempat mencegat sebelum kedua orang itu masuk istana, maka risikonya sangat rendah. Termasuk peluang keberhasilan juga tinggi karena kedigdayaan kedua orang masa lalu yang disebutkan oleh Putri Calon Arang tadi memang bukan main-main.

Mada menghela nafas dan menurunkan perintah.

"Lakukan Putri. Kau perantarai kedua orang itu supaya manjing di Yogyakarta."

***