Suasana mencekam dilantai lima rumah sakit kota Marseille Prancis, terlihat hancur berantakan. Semua pasukan militer negara mereka kembali menjaga ketat rumah sakit. Beberapa prajurit membantu pihak rumah sakit untuk mencari sesuatu yang berharga diruang perawatan.
Thustan menghampiri kedua orang tuanya masih meringkuk ketakutan dikamar mandi, "Mi, Pi," dia menghampiri kedua orang tuanya, memeluk dengan sangat erat.
"Mami baik baik saja kan?" Thustan membawa Anelle keluar dari kamar mandi menuju kamar lainnya yang disediakan pihak rumah sakit.
Anelle dan Pierre mengangguk tanpa berani menjawab semua pertanyaan putra kesayangan mereka.
Solenne membawa semua perlengkapan untuk memeriksa keadaan Anelle, "Nyonya apakah anda baik-baik saja?"
Anelle mengangguk pelan, tangannya terasa dingin, mata memerah menahan tangis. Ketakutan luar biasa menghantui pikirannya, bagaimana tidak, pekerjaan putra kesayangan ternyata sangat mengancam keselamatan sang putra.
Cekreeek,
Mereka memasuki kamar yang berada dilantai dua sesuai arahan pihak rumah sakit atas izin Herald Tribune sang Jenderal kesatuan angkatan udara di Prancis.
Solenne membantu Anelle, memberi satu botol air mineral kemasan, untuk menenangkan pikiran wanita paruh baya itu, "silahkan Nyonya."
Pierre menutup gorden jendela kamar yang terbuka lebar.
"Pi, kenapa ditutup. Kita saat ini berada di selatan gedung perkantoran. Sementara kejadian tadi datang dari arah Barat!" Thustan menjelaskan kepada Pierre.
Pierre mengangguk, "aku tidak ingin kondisi semakin mengancam. Aku khawatir dengan keselamatanmu, nak."
Thustan mengangguk, dia masih mengusap punggung Anelle dalam rangkulannya, "Mami tenang saja. Semua akan baik baik saja."
Anelle memeluk tubuh putranya sangat erat, "Mami sangat ketakutan. Apakah mereka sering melakukan hal sepeti ini padamu, apa yang mereka cari?"
Thustan melepas pelukan, melihat wajah wanita yang selalu menyayangi dirinya selaku putra satu satunya, "Mami tenang, besok aku sudah boleh pulang. Kita akan selalu bersama sama. Mereka hanya mencari sesuatu dariku, tenanglah."
Anelle kembali memeluk Thustan, mendekap erat penuh kasih sayang. Lebih dua minggu dia melihat putranya harus berjuang melewati masa kritis. Kini harus mengalami penyerangan sekutu. Perlahan mata Anelle tertuju pada Solenne yang masih duduk disampingnya.
"Hmm, apakah kamu baik baik saja?" Anelle menatap lekat Solenne.
Solenne mengangguk, menundukkan kepalanya tanpa mau menatap kearah Anelle.
"Syukurlah. Oya, kenapa kamu menangis tadi?" Anelle menanyakan dihadapan Thustan.
Sheeeer,
Seketika darah Solenne mendesir hebat, mengingat perlakuan kasar putranya, "tidak apa apa Nyonya, saya hanya sedikit kurang enak badan," dia bergegas meninggalkan ruangan, tapi prajurit militer Prancis itu menahan lengannya.
"Tetap disini, karena kita masih terancam. Ini perintah!" Thustan melepaskan genggamannya.
Solenne kembali menunduk, bibirnya terasa terkunci, tidak ingin melawan ataupun menjawab pria yang tega menyakitinya.
***
Diarah barat Negara Prancis, Bordeaux masih berkembang pesat hingga saat ini. Nama kerajaan yang berganti menjadi kota yang mulia eponymous dengan pemeliharaan anggur dalam kekuasaan Siclandus keturunan XXV Masson pada abad ke 18. Pria dingin dan kaku namun memiliki perasaan kasih terhadap wanita keturunan mereka. Kini semua mata tertuju kepadanya karena kehilangan putri ke-dua kerajaan.
"Dimana Solenne!" teriak Siclandus pada para pengawal pribadinya.
Semua pengawal hanya menunduk, tidak mampu berucap, karena perasaan takut menyelimuti pikiran mereka, "kami sudah mencari putri ke-dua, Tuan. Tapi hingga saat ini, kami tidak menemukannya."
Siclandus menarik nafas panjang, memijat pelipisnya, menatap kearah Luisa sang istri pangeran yang selalu setia menemaninya hingga 27 tahun pernikahan mereka, "apakah Gabriel sudah memberi kabar padamu, sayang?"
Luisa hanya tersenyum tipis, dia berlalu meninggalkan Siclandus sang suami yang memiliki ego sangat tinggi.
"Luisa, Luisa!" Siclandus mendengus kesal, karena istrinya enggan berbicara semenjak kepergian Solenne meninggalkan istana.
Luisa berlari menuju kamar pribadinya, tapi Siclandus mengejar dan menarik tangannya.
"Ada apa denganmu, apakah Gabriel sudah menemukan Solenne, sayang?" Siclandus kembali melunak memohon pada istrinya.
"Saya tidak mengetahui tentang putrimu, saya hanya mengikuti semua perintah sang pangeran demi kebahagiaan putri kita." Luisa memilih masuk ke dalam kamar, enggan berdebat panjang dengan sang suami.
Siclandus merasa tidak dihargai, menggedor pintu kamar agar Luisa mau membuka pintu untuk membicarakan tentang putri mereka, "Luisa, come on. Daniel adalah putra penerus kekayaan Keluarga Kind. Dia sangat kaya sayang."
Luisa hanya tersenyum tipis dari balik pintu kamar meniru bibir suaminya sembari mengejek, "Solenne tidak mencintai Daniel. Dia masih berusia 22 tahun. Tidak mungkin kita akan menikahkannya saat ini. Kamu dengar Pangeran ku," teriaknya tidak menghiraukan panggilan suaminya lagi.
Wanita cantik itu memilih bergabung secara virtual, melalui sambungan telepon bersama sahabat sosialitanya. Dia hanya seorang istri yang kesepian karena kedua putri mereka memilih untuk meninggalkan Bordeaux saat ini, tanpa bisa ditemukan identitas mereka.
Siclandus menarik nafas panjang, memilih meninggalkan Luisa yang ingin menenangkan dirinya, "wanita selalu susah untuk ditebak. Padahal dia yang mengenalkan Kind padaku, tapi dia yang menentang perjodohan ini."
Para pengawal diperintahkan untuk mencari kedua putrinya Gabriel dan Solenne. Dia enggan menunggu lama untuk mendapatkan kabar kedua putri tercinta.
Yudas orang kepercayaan Siclandus menghampirinya, "Tuan, apakah kita akan mengekspor produk anggur terbaru untuk tahun depan. Ada beberapa permintaan dari wilayah terpencil Eropa," jelasnya.
"Aku akan mengurus semua produksi anggur kita, aku harap semua buruh tetap berada disini hingga musim depan," Siclandus memijat pelipisnya.
Pria berwajah tampan itu, masih enggan tersenyum. Berusaha mencari keberadaan putrinya melalui sahabat lama yang berada di Marseille.
"Aku yakin Pierre akan membantuku mencari Solenne dan Gabriel, karena dia memiliki toko roti dan rekan mereka sangat luas," Siclandus bergumam dalam hati, meraih telpon genggam menghubungi sahabat terbaiknya.
Sambungan telepon terhubung, Siclandus sangat berharap sahabatnya akan menjawab dengan sangat cepat.
"Hmm, kemana dia. Apakah Pierre tidak mengingatku lagi?" Siclandus bergumam dalam hati.
Sang Pangeran penerus kerajaan Bordeaux meletakkan handphone miliknya diatas meja. Dia hanya ingin mencari informasi tentang putri tercinta.
"Kemana perginya Gabriel dan Solenne, kenapa mereka tidak mau memberi kabar apapun kepada keluarga hmm," Siclandus memilih kembali kekamarnya, yang bersebelahan dengan kamar istri tercinta.
Pintu connecting menghubungkan antara kamar pribadinya dan kamar Luisa, ketika mereka sedang berselisih paham seperti saat ini.
"Sayang, Luisa! apakah hari ini kamu tidak merindukan aku?" Siclandus menciptakan suasana hati yang gembira demi mendapatkan perhatian Luisa kembali.
Luisa sangat memahami bagaimana perasaan suaminya, sengaja menekan tombol hijau agar pintu connecting terbuka lebar. Menunggu kehadiran cinta sejatinya untuk menghabiskan waktu bersama.
Pria mapan nan tampan itu berdiri dipintu kamar, menggoda istrinya dari kejauhan. Sengaja menari nari bak penari striptis sambil menyanyikan lagu-lagu cinta.
"Hmm, apakah kamu menginginkan pria sejati ini sayang?" Siclandus menggoda Luisa, semakin mendekat.
Luisa tersenyum kecil, menyaksikan adegan Siclandus, perlahan membuka pakaiannya menanti suami tercinta, ingin mereguk kenikmatan cinta bersama.
________
Mohon maaf sebelumnya, saya menghapus semua bab yang sudah realis disini, karena saya sudah menjual buku saya di platform Famlink. Dan sudah terikat kontrak dengan mereka secara eksklusif. 🙏
Silahkan kunjungi Novelah, Finovel dan Star on.
terimakasih atas perhatiannya.