webnovel

Sebuah Kotak Putih

Menyadari bahwa semua rencananya berantakan, dirinya pun tidak berhasil mendapatkan Lucio, mau tidak mau Menteri Aran harus mencoba menahan segala gejolak di dalam benaknya karena amarah. Sang Menteri jelas terlalu murka mendapati kenyataan bahwa dia baru saja dipermalukan dengan telak, terlebih itu di hadapan para prajuritnya sendiri.

Sementara di sisi lain, begitu Manteri Aran berhasil berbalik badan dan meninggalkan kawasan pondok obat milik Mr. Rolleen, Lucio tidak bisa menyembunyikan senyum puas di bibirnya. Ini sebuah kemenangan besar yang mengagumkan, pikirnya.

"Tampaknya kamu terlihat senang, Anak Muda."

Suara Menteri Louis terdengar dari arah belakang, sementara Lucio bergegas berbalik dan mendapati pria baya berambut putih itu sedang tersenyum menatapnya. Lucio balas tersenyum meski terlalu kecil. Ya, itu salah satu senyum terbaik yang berusaha dia tampilkan mengingat bagaimana berharganya sosok Menteri Louis. Jujur saja, bila pria itu tidak datang ke pondok hari ini, ada kemungkinan Menteri Aran beserta anjing-anjingnya yang menyebalkan tidak akan beranjak sebelum mendapatkan Lucio dan Cleo. Pria picik sepertinya sudah seharusnya diberi pelajaran telak untuk membuatnya diam, meski tidak benar-benar memaksanya mundur dari rencana jahatnya.

Itu menjengkelkan!

"Menteri Louis, Anda sudah ingin pergi?" Lucio menatap jubah yang membungkus nyaris seluruh tubuh sang menteri. Penampilannya telah menggambarkan seseorang yang hendak bepergian.

Menteri Louis menatap dirinya sendiri dengan senyum, baru kemudian dia membalas tatapan Lucio sembari terkekeh kecil. "Ah, kamu benar, aku sudah harus pergi mengingat urusanku dengan Mr. Rolleen telah berakhir. Aku juga menyerahkan beberapa perbekalan penting untuk kalian, jangan sungkan sebab itu hak kalian."

Lucio melangkah mengimbangi langkah Menteri Louis menuju kuda hitamnya. "Terima kasih atas bantuan Anda beberapa saat lalu. Aku pikir Menteri Aran tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum membawa kami." Lucio menunduk, menatap kakinya yang dialasi sepatu kulit yang tidak biasa. "Aku merasa tidak perlu menjelaskan bagaimana piciknya Menteri Aran."

"Ya, aku tahu itu." Menteri Louis terkekeh. "Dia orang yang sangat ambisius. Mungkin pula dia sedang merencanakan sesuatu yang jahat sekarang, namun aku rasa, dia tidak pernah berniat merusak kerajaan ini meski kenyataannya dia salah langkah."

Lucio terdiam.

"Kalau begitu aku harus pergi," sambung Menteri Louis.

Lucio mendongak begitu menyadari bahwa kini Menteri Louis telah berhasil menunggangi kudanya sembari memegangi tali kekang. "Berhati-hatilah Menteri," kata Lucio seraya mengiring kepergian pria itu. Sang menteri mengangguk sekilas lalu menyentak kudanya dengan suara khasnya. Begitu langkah pertama berhasil diambilnya debu-debu kembali berseliweran di sekitar.

Sementara itu, Mr. Rolleen yang sejak awal berdiri di depan pintu pondok mengamati interaksi singkat Lucio dan Menteri Louis, memilih beranjak dan mendekati pria muda itu.

Ditepuknya bahu Lucio begitu tiba, lantas tersenyum penuh bangga sesaat setelah lucio berbalik dan menatapnya. "Kita berhasil melalui hari ini dengan baik." Mr. Rolleen mengiring tubuh Lucio agar menghadap ke arah pondok. "Sudah saatnya kita mengembalikan gadis berisik itu ke dunia nyata," ujarnya sembari terkekeh kecil.

Lucio sependapat. Dia mengangguk lalu melirik gelas kaca yang sedang digenggam Mr. Rolleen. Ya, itu adalah cairan hijau yang sama yang dia gunakan pagi tadi.

"Lakukan pekerjaanmu," sahut Mr. Rolleen.

Lucio mengangguk, lalu mengambil alih gelas kaca tersebut dari genggaman Mr. Rolleen. Cukup lama Lucio menatap ramuan magic itu sampai kemudian dia beralih kembali dan menatap Mr. Rolleen sembari memiringkan kepala. "Ngomong-ngomong, apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikan Cleo? Apakah caranya sama seperti yang aku lakukan sebelumnya?"

Mendadak Mr. Rolleen menepuk jidat sembari menggumamkan beberapa kata untuk memaki keteledorannya. "Oh, tidak! Aku baru saja ingat bahwa ramuan itu belum sempurna."

Wajah Lucio mendadak pucat begitu mendengar kata 'belum sempurna'. Dengan wajah suram, Lucio bertanya sembari mengangkat gelas kaca di tangannya, "Bisakah kamu jelaskan apa maksud dari kata belum sempurna itu?" Lucio menatap Mr. Rolleen setengah ngeri. "Jangan katakan bila kamu sendiri tidak tahu bagaimana cara mengembalikan Cleo?"

Lucio menarik napas sesaat setelah melihat cengiran terbentuk di bibir Mr. Rolleen dan detik berikutnya pria itu justru mengangguk.

Oh tidak, betapa malangnya dirimu Cleo! pikir Lucio.

***

"Seharusnya kamu sudah mempersiapkan rencana ini dengan matang sebelum melakukan tindakan gegabah semacam itu." Lucio tampak geram saat menambahkan, "bagaimana jika Cleo yang bodoh melakukan sesuatu yang salah di dalam ilusi dan membuat nyawanya terancam?" Siapa yang menduga bila Lucio akan terlihat khawatir sekarang.

Benar-benar sesuatu yang langka.

Mr. Rolleen terkekeh. "Tenang saja, Cleo gadis yang hebat. Kamu akan terkejut bila mengetahui kelebihan-kelebihannya."

Lucio tersenyum remeh. "Heh, aku tidak tahu kelebihan apa yang dimiliki gadis itu selain teledor, pemarah, dan jangan lupakan sifat keras kepalanya yang gila." Ya, Lucio merasa ingin menyerah bila dihadapkan dengan gadis lain yang punya karakter serupa dengan Cleo. Kemungkinan pula Lucio lebih memilih menjaga beberapa hewan ternak yang susah diarahkan dari pada gadis seperti itu.

Bisa jadi Lucio akan menua sebelum waktunya.

Oh, maaf Cleo, tetapi itu lah kenyataan pahit yang Lucio pikirkan tentangmu.

Sampai kemudian, ketika matahari benar-benar telah meninggi sementara Lucio dan Mr. Rolleen pun belum menyiapkan makan siang, dan pada akhirnya Mr. Rolleen berhasil menciptakan ramuan serupa tetapi dengan fungsi yang berbeda. Bila sebelumnya cairan hijau kental berbau tak sedap itu dapat menciptakan kloningan ilusi, maka ramuan baru ini adalah penawar yang dapat mengembalikan Cleo ke kenyataan, lantas menelan ilusi yang terbentuk sebelumnya.

Mengagumkan! Ya, Lucio harus mengakui hal itu.

Jadi ketika pondok utama mereka sudah terlihat dan berdiri seperti biasa, Lucio menerobos masuk dengan wajah kaku hanya untuk mencari keberadaan Cleo. Tidak berakhir di sana, pria itu bahkan mulai panik begitu dia dengan segala keberaniannya membuka pintu kamar gadis itu tetapi justru tidak menemukan keberadaan Cleo di manapun, siapa yang menyangka bukan main paniknya Lucio.

Nyaris saja dia gegabah dengan meneriakkan nama gadis itu, bila kata tidak mendapati pintu kamarnya sendiri berada dalam keadaan sedikit tersibak. Ya, Lucio yakin betul bahwa sebelumnya dia telah menutup pintunya dengan rapat mengingat dia tidak ingin ada yang melihat kondisi kamarnya yang belum dirapihkan. Lagipula, selama ini dirinya tidak pernah mengekspos isi kamarnya.

Jadi sudah pasti ada seseorang yang telah membuka kamarnya. Atau mungkin sedang berada di dalam kamarnya.

Karenanya, kini Lucio telah melangkah mendekat lalu mengintip di balik pintu sembari memohon bahwa bukan Cleo yang ada di dalam sana. Sayangnya, langkah Lucio yang semakin cepat dan berderak masuk telah menjawab bahwa apa yang dia harapkan tidak benar-benar terjadi.

Ya, yang Lucio lihat sekarang adalah salah satu pemandangan paling mengerikan yang pernah dia lihat.

Cleo sedang membuka kotak yang tidak seharusnya gadis itu lihat apalagi dibuka olehnya.

"Apa yang kamu lakukan di kamarku!"