webnovel

Curiga

"Selamat pagi!"

Cleo yang baru saja muncul dari arah pintu belakang pondok kontan berhenti di tempat. Maniknya berkedip kebingungan setelah menjumpai tatapan Lucio, tampak terkejut saat melihatnya datang dengan senyum secerah mentari pagi. Sebaliknya, Mr. Rolleen segera terkekeh menyaksikan perubahan raut wajah pria itu.

Sembari menggeleng lalu melanjutkan menggerus daun obat, Mr. Rolleen berkata mengejek, "Lihat, bukankah sudah kubilang dia akan baik-baik saja setelah meminum ramuanku." Jelas sekali pria tua itu sedang membanggakan diri. Cih! Sombong sekali!

Lucio segera berpaling dan melanjutkan pekerjaannya. Meski tidak mengatakan apapun, namun siapa sangka Lucio diam-diam tersenyum sembari mengangguk.

"Apa yang kalian bicarakan?" Cleo berjalan menghampiri dengan langkah pelan. Kendati nyaris setiap hari wajahnya terlihat mengerut, tetapi kali ini jauh lebih mengerikan. Cleo sedang kebingungan. Kedua maniknya kemudian beralih ke arah Mr. Rolleen, sementara pria tua itu tampak sangat serius seolah-olah Cleo sedang tidak berada di sekitarnya. "Mr. Rolleen, apa kalian baru saja membicarakanku?" Wajah Cleo sudah memerah, ini adalah tahap di mana amarah telah menanjak naik ke otaknya. Dipancing sedikit saja, Cleo akan pasti akan meledak.

Di sisi lain, tanpa disangka, Lucio justru menjawab dengan suara tenang seakan-akan pertanyaan sebelumnya ditujukan kepadanya. Walau kenyataannya memang seperti itu, hanya saja Cleo terlalu gengsi untuk mengucap nama pria itu. Cleo lebih memilih menyebut Mr. Rolleen. "Jangan terlalu percaya diri, Nona Merah," ejeknya. Kekehan sinis Lucio terdengar saat dia melanjutkan, "kami bahkan tidak pernah memikirkanmu."

Rasanya, Cleo telah disiram air panas yang baru saja mendidih. Uap-uapnya mengepul dan mengelilingi kepalanya yang benar-benar memanas, nyaris meledak. Dengan tangan terkepal sementara langkah sudah hendak menghampiri Lucio, tetapi siapa sangka Lucio mendadak berbalik lalu menarik Cleo cukup keras. Alhasil, gadis itu hanya bisa mengedipkan mata dengan wajah terkejut, begitu menyadari bahwa dirinya sudah terduduk di bangku kecil di sebelah Lucio.

"Apa—"

"Sebaiknya kamu tidak membuang waktu dan kerjakan saja ini." Lucio memotong perkataan Cleo dengan dorongan alat penggerus obat. Benda itu diletakkan tepat di depannya. Tangannya bahkan sudah ditarik naik untuk menyentuh benda itu.

Cukup lama Cleo hanya terdiam beku karena tindakan Lucio. Dua menit setelahnya dia baru mendapati kesadarannya kembali. Buru-buru Cleo menatap Lucio dengan sorot bertanya, yang lebih terlihat bagai tatapan mengancam. Baru kemudian bibir mungilnya mendesis jengkel, "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya.

Tidak ingin terpengaruh, Lucio menjawab seadanya, "Aku hanya mencoba membuat dirimu lebih berguna. Belakangan ini kamu banyak melewatkan pekerjaan," kata Lucio enteng.

Cleo membuang napas kesal. Maniknya berotasi dengan cepat, tampak tidak habis pikir dengan tindakan Lucio hari ini. Bila diingat, pria itu sedang kerasukan apa hingga mulutnya semakin menyebalkan? Belum lagi, dia terlalu banyak bicara dan bertingkah hari ini.

Close mendorong alat penggerus di hadapannya kembali ke hadapan Lucio. Sejujurnya, benda itu sama sekali tidak bersalah, namun tampaknya ia digunakan sebagai bahan pelampiasan kedua insan tersebut.

Baru kemudian, Cleo melipat tangan di dada sedang tatapannya menghunus Lucio yang tidak bereaksi sedikitpun. Lucio tentu saja tidak terusik dengan kelakukan naga betina di sebelahnya itu.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu hari ini, tetapi sikapmu yang semakin menjengkelkan sekaligus mengesalkan sudah tidak bisa ditolerir. Aku mungkin diam selama ini, tetapi aku sudah tidak tahan sekarang." Tangan gadis itu terangkat lalu menunjuk ke arah jalan setapak yang kerap mereka lalui ketika hendak turun gunung. "Sekarang kamu angkat kaki dari sini!"

Namun belum puas rasanya, mendadak dari arah sebelah tawa keras Mr. Rolleen terdengar memekakkan. Cleo bahkan sudah berjengit terkejut saat mendengar gebrakan meja. Bahan obat-obatan yang seharusnya mereka buat, mendadak berjoget ria tatkala Mr. Rolleen lagi-lagi memukul meja sembari tertawa. Yang lebih mengesalkan adalah, fakta bahwa ketika Cleo melirik ke arah Lucio, nyatanya pria itu sedang tersenyum mengejek ke arahnya.

Kedua manik Cleo kontan menyipit begitu menangkap pergerakan di bibir pria itu. Seketika maniknya melebar penuh amarah saat menyadari apa yang coba Lucio katakan di sana.

'Kamu tidak punya hak mengusirku. Lihat, Mr. Rolleen bahkan menertawakan perkataanmu.'

Cih! Menyebalkan!

Tanpa berkata apapun lagi, Cleo beranjak dengan kaki mengentak tak senang. Dia menggerutu melihat bagaimana Mr. Rolleen mengejeknya hanya untuk Lucio. Tetapi belum redam api amarahnya, cobaan lain justru datang menerjang tatkala dia hendak memasuki pondok.

Cleo sungguh ingin mematahkan leher Lucio ketika mendengar suara mengejek pria itu. "Hoi, aku tidak bilang kamu boleh melarikan diri." Cleo berbalik lalu menatap ke arah yang ditunjuk Lucio. Meja. Di atas sana, ada setumpuk dedaunan obat yang seharusnya dihaluskan. Lucio tersenyum sinis menyadari Cleo sudah mengerti maksudnya. "Pekerjaanmu sama sekali belum selesai," sambungnya mencemooh.

Mengusap dada dengan harapan dapat bersabar menghadapi Lucio, serta Mr. Rolleen yang belakangan ini berubah menjadi kaki tangan Lucio, Cleo melangkah kembali ke arah keduanya dan duduk di bangku yang lain. Dia sungguh tidak ingin berada dekat dengan Lucio.

Sembari mengeram jengkel, Cleo meraih alat penggerus dan mulai melakukan pekerjaannya. Dia tersenyum terpaksa ketika tatapannya dengan Lucio bertemu. "Kamu bisa lihat sendiri aku sudah bekerja."

Lucio memasang mimik datar. "Itu sudah seharusnya."

Argh!!

Ingin rasanya Cleo menggerus Lucio hingga menjadi butiran halus yang tidak berguna lalu membuangnya ke sungai.

Sial!

Dan seperti inilah mereka menghabiskan hari hingga pekerjaan selesai dengan sempurna.

***

"Aku tidak berpikir kamu akan kelepasan mengejek Cleo, Lucio."

Keduanya sedang berada di gudang obat ketika tiba-tiba saja Mr. Rolleen mengutarakan kalimat tersebut. Menyadari itu, Lucio justru tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia melanjutkan pekerjaannya memasukkan beberapa kantung obat yang akan dia bawa ke kota hari ini. Meski terkesan terburu-buru, padahal mereka baru saja mendapatkan serangan, tetapi tampaknya Lucio tidak ingin gentar. Pria itu seolah sengaja menampakkan diri seakan ingin berkata melalui tindakannya, jika dirinya sama sekali tidak takut.

Mr. Rolleen melirik Lucio. Pria tampan itu masih tampak sibuk dengan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Sampai kemudian, helaan napas tak biasa milik Mr. Rolleen terdengar sementara sesaat setelahnya, Lucio berbalik dengan alis bertaut.

"Ada apa?" Lucio mengernyitkan dahi mendapati tatapan Mr. Rolleen kepadanya.

"Kamu ini ...," Mr. Rolleen nyaris mengeram saat mengatakan hal itu, dia melanjutkan setelah berhasil mengatur napas dengan baik, "Lucio, aku sadar betul dengan apa yang terjadi kemarin. Aku tidak bertanya bukan berarti kamu harus mengabaikanku." Mr. Rolleen lagi-lagi menghembuskan napas. "Terserah!"

Ada-ada saja, pikir Lucio.

Kendati demikian, Lucio sadar betul apa yang coba Mr. Rolleen katakan kepadanya. Ya, Lucio tahu apa maksudnya. Namun dia tidak akan mengambil risiko dan mengatakan semuanya sekarang, itu terlalu berbahaya. Balum lagi, Cleo ada di sekitarnya. Tanpa sadar Lucio menyeringai saat menyadari bahwa tidak jauh dari gudang, dari arah luar pintu masuk dekat semak-semak, Cleo sedang mencoba mencuri dengar di sana.

Huh! Kamu tidak akan bisa mendapatkan informasi apapun, ejek Lucio.

"Maaf, tetapi aku tidak akan mengatakan apapun sekarang sampai situasinya aman," balas Lucio kemudian. Lirikan matanya mengunci kedua manik Mr. Rolleen lekat. Dari sini, Mr. Rolleen seketika menahan senyum sembari berbalik dan melihat ke arah pintu masuk yang sedang terbuka. Lebih tepatnya ke arah semak-semak yang bergoyang.

"Ah, aku tahu, di sekitar sini terlalu banyak pencuri dengar." Mr. Rolleen terkekeh. "Jika kamu lalai, orang terdekat bahkan bisa menyalip lebih dulu."

Sementara di posisinya, Cleo sungguh ingin mengamuk. Kalau dia berani keluar sekarang, dia pasti akan menghampiri Lucio lalu mencabik kulit pria itu hingga tidak berbentuk. Cleo sekali lagi mengeram marah sembari mengepalkan tangan. Sampai kemudian dia memilih merangkak, menjauh dari sana.

Cleo menggerutu, "Sebenarnya, apa yang coba mereka sembunyikan dariku? Mereka berdua semakin mencurigakan."