webnovel

Hari Esok

"Eh, yang bener aja? Dia nangis?! Si Edward nangis? Hahahahhaa!" Teman James berkacamata tertawa terbahak-bahak.

Dua hari pasca kekacauan, trio itu hari ini nongkrong di food court dekat sekolahnya. Sekolah terpaksa diliburkan selama proses renovasi akibat ulah Edward.

"Es krim turkinya dong, pak!" James menghampiri stan penjual es krim turki. Di kota Arcmont, es krim turki Dondurma ini terkenal karena trik-trik kerennya yang membuat pelanggan kesal.

"Set! Set! Set!" Gerakan tangan lihai pak Dondurma menjengkelkan James yang hanya ingin beli es krim.

"Ayolah, pak... Aku udah cape, nih! ini juga udah hampir satu jam!" Ucap James dengan nada sebal.

"Ha! ha! ha! oke-oke, ini es krim milikmu." Pria berbadan bongsor itupun menyajikan es krim yang sudah satu jam ditunggu-tunggu.

"Lama banget kamu belinya, James."

"Iya nih, dari dulu masih sama kayak gitu kalau jualan. Heran, deh!" Es krim yang ia beli itu habis dalam semenit. "Akhir-akhir ini banyak banget ya berita kriminal di kota ini." James mengalihkan topik, ia merasa kota ini sudah tidak seaman yang dulu.

"Setauku sejak 10 tahun lalu, di kota ini mulai banyak banget penjahat-penjahat. Apalagi di malam hari, saat kepolisian tidak begitu mengawasi. Kalian tahu, kan? Tentang kelompok misterius yang bekerja menegakkan keadilan di malam hari? Kalau ngga salah namanya Betelgeuse?" Teman James yang berkacamata tampaknya mengetahui tentang apa yang terjadi di kota Arcmont.

"Ah! Aku ingat cerita soal itu! Batman? Eh, apa sih namanya?" Sahut James.

"Bethlam, kalau ngga salah." Jawab teman James.

"Nah, Bethlam. Anggota mereka sampai saat ini masih misterius, walaupun dulu mereka sudah sangat terkenal di kota ini akibat tanda pengenal yang selalu diselipin di pakaian penjahat yang terkapar setelah berhadapan dengan mereka." Teman James berkacamata itu kemudian menunjukkan tanda pengenal berupa kartu yang pernah ia temukan, kartu itu bertuliskan Bet... dengan logo tengkorak, tanpa ada identitas lain.

"Ini contohnya, mereka ninggalin tanda pengenal seperti ini. Sayangnya tulisan Bethlamnya sudah robek saat aku temuin itu."

"Kamu dapat ini dari mana?" James penasaran, sambil mengamati kartu tersebut.

"Aku temuin ini sudah lama sekali, mungkin 2 tahun lalu. Sekarang kabar mereka gimana, ya? setahun ini sudah ngga pernah kedengaran lagi."

Matahari mulai terik, hari mulai siang. Hari ini, mereka berencana menemui Aaron di toko barang antik Sinkentro. Sepanjang perjalanan kaki melangkah, berlalu lalang mobil polisi dengan sirine yang memekikkan telinga. Mereka sangat disibukkan dengan para tahanan yang kemarin malam kabur dari penjara. Dari kaca mobil itu terlihat wajah-wajah tahanan yang tanpa penyesalan.

"Lihat! baru sehari mereka lolos dari penjara, sekarang mereka harus balik lagi. Kasihan banget ya! Haha!" Teman James menunjuk mobil polisi yang melintas di hadapannya.

15 menit kemudian,

"Kita sampai, di Sinkentro. Toko barang antik tempat Aaron tinggal." Ucap James sambil mendorong pintu masuk. "Krincing!" Mereka bertiga pun melangkah masuk dan langsung bilang ingin bertemu Aaron.

"Beneran dia masih pingsan?" James was-was dengan keadaan temannya itu.

Hanya ada Doktor Z di toko, Aaron sejak kemarin belum siuman. Ini kedua kalinya ia pingsan setelah menggunakan kekuatannya. "Silahkan masuk, maaf kalau agak berantakan." Ilmuwan itu membawa James dan teman-temannya ke ruang tengah yang bak kapal pecah.

Di kamarnya, Aaron terbaring lemas setelah pertarungan kemarin. Kesadarannya masih belum pulih, organ tubuhnya lambat laun merusak. Kekuatan itu perlahan merenggut umurnya. Sementara Jean, ia tertidur pulas di sofa, berselimut jubah coklatnya yang ikonik, di antara tumpukan kaleng soda yang ia teguk.

"Kalian temannya Aaron dari SMA Arcmont?" Tanya Doktor Z sembari menyuguhkan tiga kaleng soda dari kulkas di ujung ruang tengah. "Kalau boleh tau, siapa nama kalian?"

Mereka bertiga duduk di sofa abu-abu kecil di samping sofa besar. James yang berada di tengah memperkenalkan teman-temannya satu persatu.

"Di sebelah kiriku ini Peter, dan di kananku yang berkacamata ini Astrid. Kita bertiga teman sekelas Aaron."

"Jadi, dia dulu bagaimana waktu di sekolah?" Doktor Z tertarik sekaligus penasaran dengan masa lalu yang Aaron lewati, berhubung ia belum tahu banyak akan hal itu. Ia bersandar di dinding, sambil menikmati soda kalengnya.

"Aaron, aku sudah mengenalnya semenjak SMP. Dia dari dulu seorang yang tidak pikir panjang. Juga mudah bergurau. Yang aku tahu, dia berasal dari keluarga kaya. Ayahnya merupakan kontraktor bangunan di Arcmont." Doktor Z mendengarkan cerita dari James yang detail dengan penuh perhatian, sampai-sampai ia masih meminum sodanya yang telah habis. "Ada satu hal lagi, di SMA dia bertemu Lissa. Aaron cerita padaku kalau dia..."

"Argh!! Berisik banget!" Jean tersentak bangun dari tidur lelapnya, mendengar sekitarnya yang gaduh. "Tolong ya kalau ada ngobrol di luar, ada orang tidur!" Seperti hari-hari biasa, Jean beserta kepribadiannya yang mementingkan diri sendiri.

"Ma-maaf..." Ucap Astrid lirih, mereka pun melanjutkan obrolan dengan berbisik-bisik.

Jean menggapai remot di meja depannya, menekan tombol power.

"Kita beralih ke berita selanjutnya. Hari ini, dua hari selepas kekacauan berturut-turut, seluruh pelaku telah teridentifikasi oleh kepolisian. Mereka diketahui merupakan anggota kelompok Bethlam yang pernah ramai dibicarakan. Kelompok tersebut beranggotakan enam orang, empat di antaranya hilang, satu meninggal, dan satu orang lainnya berhasil diringkus. Kelompok tersebut ditengarai adalah anak-anak yang selamat dari kebakaran panti asuhan Bethlam, 10 tahun lalu. Berikut adalah detail dari identitas mereka."

Dengan muka leganya, Jean merasa puas. Tugasnya mengurusi Avatar tampaknya telah usai.

"Adam Spencer, berusia 29 tahun. Pria bertubuh gemuk dan pernah bekerja di Heolstor Contracting Company. Keberadaanya sampai sekarang belum ditemukan."

"Claire Hamilton, usia 25 tahun. Wanita dengan tinggi sedang, berambut pendek dan pernah berkuliah di Arcmont State University. Keberadannya sampai sekarang juga belum ditemukan."

"Nelson Lawrence, usia 26 tahun. Seorang pria dengan tubuh tinggi dan rambut ikal. Pernah berkuliah di Arcmont State University bersama Claire. Sampai sekarang, keberadaanya pun belum diketahui."

"Daniel Smith, berusia 32 tahun. Pria berambut pendek, tubuh sedang, dengan iris mata hijau. Tak memiliki pekerjaan, terakhir terekam cctv di persimpangan jalan Clinton sekitar seminggu yang lalu."

"Jennifer Watson, berusia 32 tahun. Wanita bertubuh tinggi, dan rambut panjang. Pernah bekerja sebagai karyawan di kantor berita Today's Arc. Ia ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di bangunan bekas panti asuhan Bethlam."

Satu demi satu identitas mereka diumumkan, beserta foto-foto wajah mereka, terpampang jelas di layar televisi.

"dan yang terakhir, Edward Chambers. Pria berusia 18 tahun. Anggota termuda dari kelompok Bethlam yang berhasil diringkus oleh kepolisian. Ia bersekolah di SMA Arcmont, sebelum ia menghancurkannya."

James, Astrid, dan Peter turut menonton berita itu. Tak menyangka temannya merupakan anggota dari kelompok Bethlam.

"Apakah gerakan kelompok Bethlam berhubungan dengan kematian petinggi Heolstor Contracting Company? Menilik bahwa kejadian itu berlangsung tidak lama setelah kejadian blackout di kota. Berikut adalah pernyataan dari penyidik kepolisian."

Melalui siaran langsung, penyidik itu menyampaikan bahwa menurut Edward memang Bethlam yang membunuh petinggi perusahaan itu, dibalik motif adanya konflik internal antara Adam dan petinggi perusahaan. Pernyataan Edward itu masih diperlukan konfirmasi yang utuh, minimnya data rekaman pendukung cukup merepotkan kepolisian, karena Jennifer dengan Avatarnya telah menghapus seluruh data yang berhubungan.

"Dia sengaja menutupi perbuatanku? Ada apa?" Jean merisik keheranan. Tak lama berselang, ponselnya berdering, segera ia menggapai ponselnya. Satu pesan masuk tanpa nomer dikenali.

"Kau berhutang budi padaku."

Dia semakin heran, siapa pula pengirim pesan ini. Apakah Edward? Tetapi dia telah diamankan oleh kepolisian. Lalu siapa?

Pesan yang misterius.

"Krincing!" Ada seseorang yang masuk. Doktor Z buru-buru menyambutnya. "Selamat datang di Sinkentro, toko barang antik yang kurang populer di kota ini. Ada yang bisa saya bantu?"

"Tidak, aku tidak ingin beli barang di sini. Aku hanya ingin bertemu Jean Maxwell. Tolong panggil dia."

Tanpa berlama-lama, Jean langsung menemuinya di ruang toko itu, sembari mengenakan jaketnya dan merapikan pakaiannya yang lusuh, "Kau siapa ya?"

Orang tak dikenal itu menunjukkan kartu identitasnya, "Namaku Ignas Houdin, bekerja sebagai investigator independen. Aku ingin menanyakan satu hal ini padamu, Apa kau terlibat dalam hilangnya keempat anggota Bethlam?"

Pertanyaan itu secara spontan mengagetkan Doktor Z dan Jean.