webnovel

ReBirth48

ReBirth 48 Tang Shin, seorang Saint tingkat tertinggi yang mati dengan tenang dan cukup bahagia karena melihat kedua anaknya sudah menjadi orang besar. Ia tdak memiliki penyesalan apapun lagi di dalam hidupnya karena semuanya sudah selesai. Ia pun berfikir setelah ini ia akan pergi ke surga. Namun, dugaannya salah. Jiwa Tang Shin kembali di lahiran di dalam tubuh seorang mahasiswa kuliahan biasa. Setelah seminggu beradaptasi dengan ingatan dari kedua kehidupannya. Tang Shin pun memutuskan dengan sangatlah yakin. Bahwa di kehidupan ini ia harus hidup aman, tentram, dan yang paling penting adalah kehidupan yang santai. Namun, apakah akan semudah itu untuk mendapatkan kehidupan Tang Shin yang santai? ~Higashi

HigashiSasaki · Fantasy
Not enough ratings
52 Chs

Chapter 13 : Berkumpul kembalinya Five Prefix

ReBirth 48

Chapter 13: Berkumpul kembalinya Five Prefix

Shin berdiri di hadapan banyak sekali monster bayangan. Dengan santai ia mengeluarkan kekuatan jiwanya, dan kini kelima senjata itu berputar di mengelilingi Shin. Shin tanpa ragu mengambil pedang yang bergerak tepat di depanya. Lalu ia secara cepat berlari maju.

Duaaar! Ledakan energi besar terjadi saat Shin melancarkan serangannya membuat sedikit gempa kecil. Shin terus menerus menebas dengan mudah semua monster bayangan yang ada di depannya, bahkan yang badannya 3x lebih besar dapat ia tebas dengan mudah.

Yah, ini karena dia adalah pemilik asli senjata jiwa pedang membuat serangannya menjadi sangat efektif.

"Hahahaha!!" Tawanya dengan wajah yang bahagia.

Shin terus menerus bersenang-senang sambil tanpa sadar menghancurkan hutan sekitar. Hingga akhirnya ia melihat di depannya ada lubang hitam yang menelan semua bagian monster.

Shin tersentak, ia kemudian berbalik dan melihat ada seseorang di belakangnya.

"Shiiin! Aku sangat merindukanmu," tiba-tiba saja orang itu berlari ke arah Shin lalu memeluknya.

"A-ah, Kevi. Sudah lama tidak bertemu," sapa Shin sambil merasa gugup karena sesuatu yang lembut memeluknya.

"Hehehe, akhirnya janji itu akan terpenuhi," balas Kevi dengan begitu senang.

Rambutnya yang saat ini terurai dan bajunya yang berwarna hitam bercorak merah membuat dia terlihat sangat cantik.

Tiba-tiba saja, ada seorang anak kecil lainya yang muncul.

"Haduuh, Kevi benar-benar tidak bisa mengatur dirinya sendiri saat berhadapan dengan kakak ya, kan Afa?" Veila, dengan seekor naga air kecil yang melingkari leher dan bersandar di bahunya muncul.

"Hey, bukankah sudah kubilang kau harus memanggilku kakak?" Kevi berbalik melihat ke arah Veila dengan wajah kesal yang terus berjalan maju mendekati mereka berdua.

"Apa? Dengan seseorang kasar sepertimu?" Veila memasang wajah acuh tak acuh.

"Kau!"

"Hey-hey, sudah-sudah jangan bertengkar."

Sesaat kemudian, tiba-tiba saja Kevi, Shin, dan Veila memasang wajah waspada.

Hujan panah api serta gerombolan srigala bayangan dengan cepat berjalan ke arah mereka.

"AFA!" teriak Veila

Dengan cekatan Veila mengerahkan naganya maju, semakin jauh dari Veila, naga tersebut semakin besar dan kemudian menagkis semua panah api yang menggarah kepadanya.

Reflek Shin mengeluarkan energi jiwanya lalu menangkap senjata panah. Dengan panah api ia menembaki para serigala tersebut.

Panah api bergerak dengan sangat cepat. Dan bum!

Saat menabrak tubuh srigala bayangan itu, panah api sama sekali tidak berefek. Tapi setidaknya memperlihatkan wujud asli mereka yang saat ini sedang menggunakan armor dari bebatuan.

Melihat hal itu, Shin menyeringai. Ia tak menduga bahwa combo seperti ini bisa di gunakan. Dalam hatinya ia mersa bangga dengan bawahannya

"Cih," decit Kevi kesal karena merusak reuninya. Ia kemudian mengubah cincin miliknya menjadi sabit, lalu ia menciptakan bola-bola hitam(Blackhole) di sekitarnya. Lalu di tembakan ke arah para srigala itu.

Dam!

Saat mengenai srigala-srigala itu, mereka langsung tertelan lubang hitam dan hilang tanpa jejak. Tapi tampaknya para yang srigala ini terus maju.

"Haaah, haaah, haaah," hela Kevi dengan sangat kelelahan, energi yang di gunakan untuk menciptakan Blackhole itu sangat besar.

"Ayolah Kevi! Tidak mungkin kau akan kelelahan hanya dengan itu kan?" Veila kemudian ikut merubah cincinya menjadi pedang yang bisa memanjang dan berputar mengelilingi tubuhnya.

"Cih, mana mungkin hanya segini!" balas Kevi lalu melapisi mata sabit nya dengan aura gelap

Aura itu adalah dimensi lain, dengan kata lain semua yang tertebas dengan sabit tersebut akan langsung terpotong seperti memotong roti. Karena bagian yang tertebas di buang ke dimensi lain.

Veila dan Kevi lari maju. Namun Shin hanya diam, ia melihat bawahannya berkembang dengan sangat pesat membuatnya senang.

Namun, tanpa sadar ada dua orang yang tiba-tiba menyerangnya dari dua arah yang berbeda.

Duaarr!!

Terjadi ledakan angin yang cukup kuat karena Shin menahan kedua serangan yang berasal dari pedang serta tombak menggunakan kedua tangannya yang sudah terlapisi oleh bebatuan.

Shin menyeringai tajam saat sebuah panah api yang sangat besar datang dari arah depannya.

Bebatuan itu kemudian merambat ke seluruh tubuhnya dan melindunginya dengan sempurna sebelum sempat mengenainya.

Dan, jduaarr!!

Debu menutupi seluruh pandangan.

"Apakah berhasil?" Lena loncat mundur bersamaan dengan Pedra.

Beberapa saat kemudian, Tampak Shin yang sudah megenakan seluruh armor nya dengan sempurna tak tergores sedikitpun.

"Ti-tidak mungkin!" Mata Pedra terbuka lebar karena kaget dan terus.

"Siapa kau ini!" tambah Ella yang muncul di depan Shin.

"Haha."

"Hahaha! Bagus-bagus, kalau begitu ambil ini!" Shin kemudian memukul dengan sangat kuat ke bawah. Lalu menendang bebatuan besar yang terbang ke udara menuju ke tiga orang tersebut.

Dan dengan mudah, ketiga orang itu membelah bebatuannya. Namun, mereka kaget saat tidak bisa melihat Shin depannya. Reflek mereka melihat ke atas dan ada Shin yang sedang lompat menggunakan baju armornya. Lalu menendang bebatuan lebih banyak lagi.

Hal itu membuat ketiga orang tersebut terdesak. Namun dengan cekatan Pedra mensummon sebuah minotour yang cukup besar lalu mengambil kaki Shin dan membantingnya.

"Bagus!" respon Ella dan Lena.

Namun, saat debu yang di hasilkan menghilang. Ella dan Lena tidak bisa melihat Pedra lagi.

Dengan sangat cepat shin muncul di belakang Lena lalu mencekiknya. Lena dengan sangat cepat melapisi lehernya dengan bebatuan, karena itu Shin tidak bisa membuatnya pingsan. Tapi kemudian Shin dengan kuat memukul kepala Lena dan membuatnya pingsan.

Tanpa sadar, Ella sudah menyiapkan panah yang sangat banyak di lapisi dengan elemen tanah membuat anak panahnya semakin keras.

Shin tersenyum, ia kemudian menggunakan sebuah batu untuk melempar ke arah kepala Ella dan membuatnya terjatuh.

"Adududuuh." Ella terlihat kesakitan sambil memegang dagunya.

Shin kemudian berjalan dengan santai menuju Ella sambil melepaskan seluruh armornya.

"Ma-master?" respon Lena kaget.

Sesaat kemudian, Kevi dan Veila kembali. Mereka kaget saat melihat hutan sekitar situ rusak parah.

"Aaaaah, kakak bersenang-senang juga rupanya," ucap Veila sambil melihat Pedra dan Lena yang pingsan.

"Yah, sebenarnya apa yang sedang kau lakukan Shin." Kevi melihat ke arah Shin yang sedang berdiri di depan Ella yang terduduk di lantai.

"Aa-ah, ini. Aku bisa menjelaskannya ...."

****

Kini mereka ber enam sedang berada di satu ruangan, dengan Shin yang sedang duduk di atas kursi dan sedang memangku Kevi yang duduk di paha kirinya.

Sedangkan Pedra dan Lena sedang duduk di atas kasur karena sedikit terluka. Dan Veila yang sedang duduk di atas naga airnya berputar-putar di langit-langit dan bersenang-senang.

"Sebenarnya situasi apaan sekarang ini!!" teriak Shin di dalam hatinya dengan panik.

Seseorang kemudian bergerak maju mendekati Shin.

"Maaf master, kita bertiga belum bisa melindungi markas ini dengan baik," Ella yang sedang membawa secangkir teh menaruhnya di atas meja sebelah Shin.

"Hey-hey, tidak masalah. Yang kulakukan tadi hanya menguji kekuatan kalian. Dan itu sudah sangat kuat. Aku bangga pada kalian."

"Yah, itu benar. Kalau bukan kakak yang menyerang maka kalian bisa dengan mudah mengalahkan orang itu," balas Veila yang bergerak mendekati Ella lalu berputar mengelilinginya.

Pedra dan Lena hanya menunduk, begitu juga dengan Ella, mereka tampak kecewa dengan diri mereka sendiri.

"Si-sial, situasi macam apa ini. Terasa sangat canggung." Shin berteriak di dalam hatinya.

"Hey hey. Sudah-sudah daripada itu, yang lebih penting aku membawa informasi penting. Aku telah menemukan di mana salah satu markas mereka. Di dalamnya aku melihat banyak orang-orang berpakaian serba putih. Dan pola-pola aneh di setiap dinding mereka." Shin mencoba merubah suasana dengan memberitahu info yang ia ketahui.

"Apa!?" semua orang tersentak. Mereka semua berfikir bagaimana bisa.

Bukankah seharusnya semua markas tersembunyi memiliki segel rahasia di semua bgain dindingnya? Bahkan jika di lacak menggunakan energi maximal tidak menjamin kesuksesan. Satu-satunya cara keluar masuk adalah menggunakan pintu rahasia. Karena markas mereka hampir tidak mungkin di paksa masuk dari luar. Dan terlebih lagi orang-orang berpakaian putih? Bukankah itu markas tingkat tinggi!?

"Eh? Apa? Kenapa mereka sangat kaget? Bukankah markas sekte kegelapan itu ada di mana-mana?" tanya Shin di dalam hati, ia belum tau kenyataan yang sebenarnya.

"Ba-bagaimana tuan bi—." Ella kemudian menghela nafas panjang.

"Yah, lagian dia adalah master kita kan, tentu saja dia akan dengan sangat mudah menemukan markas rahasia mereka," tambah Pedra sambil memasang wajah pasrah.

"Yah, itu benar. Aku mungkin tidak kaget lagi dia memiliki batu kacahaya." Terlihat Lena yang bermaksud bercanda untuk mengurangi rasa kagetnya.

"Humm? Batu? Apa maksudmu kelereng ini?" Shin kemudian menunjukan sebuah batu bulat seukuran kelereng yang berpola seperti bulan.

"Dia benar-benar memilikinya! Bagaimana bisa?" Pedra, Lena, dan Ella serentak berteriak di dalam hati.

"Waaaah, kakak benar-benar memilikinya," ucap Veila kagum dan melihat-lihat batu kacahaya di tangannya.

"Haaaaah, kau benar-benar luar biasa ya Shin. Bahkan aku saja yang sudah menyusup langsung ke salah satu cabang laboratorium mereka selaam sebulan lebih tidak bisa mendapatkan batu tersebut. Karena batu ini sangat tidak terkira, kau akan menggunakannya untuk apa Shin?" Kevi kemudian menatap mata Shin.

"Lah? Emang ini batu apaan! Aku saja dapat batu ini jatuh dari langit. Aku tidak tau efeknya apa mana tau mau aku gunakan untuk apa," teriak Shin di dalam hati panik.

"Ya-yah, untuk sekarang mari kita simpan dulu." Shin kemudian mengantongi lagi batu kacahaya tersebut.

"Haaaaah, baiklah kalau begitu tuan." Ella kemudian bejalan mundur mendekati kasur milik Pedra dan Lena

"Btw, Kevi. Bisa kau turun di atasku?"

"Tiidaak," balas Kevi malah merangkul Shin dengan senang.

"Hey-hey, kau terlalu menempal dengan kakak, minggir." Veila kemudian mendorong Kevi dan membuatnya mundur dengan aura airnya.

"Kau!" Kevi yang kesal kemudian mengeluarkan energi gelap di tangannya.

"Sudah-sudah, jangan bertengkar." Shin mencoba melerai merek, lagi.

"Pffftt, haha." Pedra, Lena, dan Ella tertawa melihat hal tersebut

Shin Kemudian tersenyum senang dengan situasi ini, entah kenapa dia merasa bahwa ini adalah tempat diaman ia bisa merasa nyaman.

"Oiya, tadi aku sempat membuat sup daging, ayo kita ke dapur dan makan-makan sekalian meryakan reuni," ajak Ella.

"Ah, benar juga. Kalau begitu ayo makan." Veila berjalan duluan dengan cepat meninggalkan ruangan.

"Cih, dasar cebol ini ya," decit Kevi kesal lalu ikut keluar, dimana Ella langsung menyusul.

Shin pun bangun dari kasur lalu berjalan mendekati Ella dan Lena.

"Ayo," ucap Shin tersenyum lebar sambil mengulurkan kedua tangannya ke arah mereka berdua.

Pedra dan Lena tersipu, mereka berdua menerima tangan Shin, disaat yang sama Shin langsung menyalurkan energinya ke mereka berdua dan memulihkan mereka lebih cepat.

"Eh?" sontak mereka berdua kaget.

"Ada apa? Mereka sudah menunggu tuh." Shin tersenyum lalu melepaskan tangan saat mereka berdua susah berdiri.

Pedra dan Lena kemudian berjalan keluar ruangan terlebih dahulu, lalu yang terakhir keluar baru Shin.

"Hey hey kakak, cepat!" Veila melambaikan tangan ke arah Shin.

"Ayo Shin, sepertinya aku juga sudah lapar," tambah Kevi ikut melirik ke arah Shin.

"Hummmm, tampaknya aku harus mengeluarkan makanan rahasia yang sudah lama ku simpan nih." Ella bergumam sambil melihat Shin.

"Haaah, sepertinya Ella sangat beruntung hari ini adalah jadwalnya memasak, aku juga ingin memasak untuk tuan." Pedra menunduk dengan agak kecewa.

"Haaaah, rasanya sangat lega sudah bisa berkumpul lagi, kan tuan?" Lena tersenyum sambil melihat ke belakang.

Shin kemudian menunduk, ia benar-benar tak menduga bahwa seperti ini rasanya memiliki tempat yang nyaman bagimu. Ia kemudian mengangkat wajahnya.

"Ya, itu benar. Ayo!" Shin kembali melangkah kakinya mengikut mereka.

>>Bersambung<<

~Higashi