webnovel

Reaya

Tentang Hiraya gadis muda yang baru saja lulus sekolah, ia memiliki cita-cita tinggi untuk melanjutkan pendidikannya. Namum, karena keterbatasan biaya hidup keluarganya Hiraya memutuskan untuk menunda cita-citanya. Gadis itu, pergi ke kota besar dan mulai bekerja. Hidupnya mulai berubah ketika ia mengenal Reagan, atasannya di tempat kerja. Hiraya yang penasaran dengan kehidupan dewasa, mencoba memasukinya dan terjebak di dunia dewasa Reagan.

Birublerina_ · Urban
Not enough ratings
2 Chs

Awal pertemuan

Perjalanan jauh menggunakan bus, sebenarnya adalah hal yang paling Hira hindari. Sejak kecil, ia memiliki anti pada mobil kendaraan apapun kecuali motor tentu saja. Belum setengah jam ia berada di dalam bus, perutnya terasa bergejolak. Hira mabok kendaraan.

Gadis itu berusaha untuk menahannya, ia memejamkan matanya rapat-rapat dan menahan agar mulutnya tetap tertutup.

Lima belas menit, kondektur bus meneriakkan kota jurusan terakhir dari bus. Artinya, Hira harus turun di terminal terakhir tersebut. Gadis dengan balutan hijab itu tersenyum lega, ia tidak mempermalukan diri sendiri dengan muntah sembarangan di bus.

"Terminal terakhir neng, selanjutnya kamu bisa ganti bus jurusan lain." Kata kondektur bus yang berpakaian biasa, kausnya tampak sudah berhari-hari tak dicuci. Hira bahkan dapat menghirup bau badan darinya ketika tadi si kondektur lewat.

Hira buru-buru turun dari bus, bau khas dari asap kendaraan dan solar membuatnya kembali pusing. Lambungnya kembali bergejolak, mulutnya terasa asin. Tubuhnya berkeringat dingin, ia sungguh sudah tudaj dapat menahannya lagi. Hira segera mencari toilet umum, berjalan tergesa-gesa ke sana.

"Hah, emang dasar sih anti mobil!" gumam Hira sembari mengusap wajahnya.

Ia membuka satu helai kain jilbab pashmina nya, membasuh wajahnya dan mencuci mulutnya. Tubuhnya terasa lemas, ia bahkan tak sadar masih menggendong ranselnya.

.

Pukul tiga sore hari, ketika matahari masih menyorot tajam membuat peluh Hira semakin deras. Langkah kakinya yang kuat dan semangat telah mengendur sejak tadi, Hira menemukan tempat yang ia cari.

Bangunan tinggi dengan baliho bergambar makanan dan ikon perusahaan, Hira melamar pekerjaan di sebuah rumah makan. Meskipun kata orang berat namun, karena ia belum memiliki pengalaman Hira harus mencobanya.

"Selamat sore mbak, ada yang bisa saya bantu?" satpam bertubuh tinggi besar, dengan seragam mirip polisi tersebut menyapa Hira.

Gadis itu segera tersenyum, membuat lesung pipitnya terlihat.

"Saya ingin melamar pekerjaan, pak."

"Bisa dititipkan kepada saya saja mbak, nanti saya sampaikan kepada HRD."

Hira mengangguk patuh, setelahnya gadis itu segera pergi meninggalkan bangunan tersebut. Kali ini tujuannya mencari tempat tinggal, Hira terlalu percaya diri akan segera bekerja. Ia bahkan tidak memiliki cukup uang untuk menyewa kos, gadis itu masih terduduk di depan perusahaan. Tepatnya, ia beristirahat di angkringan.

"Wah, kamu habis perjalanan jauh ya?" tanya pemilik angkringan tersebut.

"Iya, dari kampung."

Wanita yang terlihat seusia dengan ibunya tersebut mangut-mangut mendengar jawaban Hira, kemudian seorang pria berpakaian santai tetapi cukup membuatnya terkesan formal datang.

"Mbak, nasi dua sama gorengannya lima ribu ya."

Hira diam saja, tidak terlalu tertarik dengan pria tersebut. Ia asyik melahap nasi kucing yang ia beli, juga teh manis yang menjadi pengobat rasa dahaganya.

"Kamu yang barusan titip lamaran kerja sama pak satpam?"

Merasa diajak berbicara Hira segera menoleh pada pria tersebut, Hira mengangguk dan tersenyum ramah. Hanya itu modal yang ia miliki.

"Iya Pak," kata Hira.

"Ngomong-ngomong kamu dari mana?" tanya pria itu lagi.

Sebenarnya Hira enggan menjawabnya, tetapi melihat pemilik angkringan juga mengenalnya apalagi pria itu tahu tentang surat lamaran pekerjaannya.

"Dari kampung, Pak. Baru sampai tadi."

Pria itu mangut-mangut mendengar Hira, setelah ia membayar nasi dan gorengan. Pria itu segera berpamitan pergi namun, mencegah agar Hira jangan pergi dulu.

"Gitu ya, kamu jangan pergi dulu. Nanti aku kesini lagi."

Hira mengangkat bahunya tidak peduli, ibu pemilik angkringan malah menggodanya.

"Wah dek, masnya tadi itu manager di restoran seafood depan loh. Masnya naksir pasti, langsung mau disamperin loh."

"Enggak lah buk."

Seperti yang dikatakannya, pria itu kembali lagi. Ia mengajak Hira untuk datang kembali ke bangunan kantor rumah makan tempatnya melamar pekerjaan.

Dan, di sinilah Hira ruangan sejuk ber-AC yang begitu nyaman. Di depannya adalah pria yang tadi ia temui di angkringan, ia membawa kertas-kertas untuknya.

"Kamu isi dulu formulir pendaftarannya, dan baca kontraknya dengan teliti."

"Makasih Pak," kata Hira.

Hira menuliskan namanya di atas kertas, dan menandatangani kontrak pekerjaannya. Ia mengeluarkan kartu identitas penduduknya sebagai jaminan, segera ia serahkan kepada pria di depannya.

"Hiraya Titania?"

"Hira saja pak."

"Baiklah, Hira mulai hari ini kamu resmi bergabung dengan rumah makan kami. Untuk training selama tiga bulan dengan gaji yang sudah tertera di kontrak, ada mess juga untuk karyawan luar kota. Kamu bisa mendapatkan kenaikan jenjang karir sesuai dengan kualitas kinerja kamu, habis ini saya antar kamu ke tempat training ya."

Hira mengangguk dan mengucapkan terimakasih, ia tidak menyangka pria itu begitu baik padanya.

Pria itu entah sedang melakukan apa lagi, Hira hanya menunggu dan memperhatikan setiap sudut ruangan nyaman tersebut. Hanya ada beberapa air mineral gelas di atas meja, tidak ada hiasan dinding atau apapun. Ruangan itu bersih, terdapat foto penghargaan untuk rumah makannya.

"Ayo Hira, ikut saya."

Hira dengan kesulitan membawa barangnya, pria yang Hira belum tahu namanya mengulurkan sebuah helm bogo berwarna coklat yang berpaduan dengan hitam.

Pria itu membantu menyimpan ransel Hira di depan, Hira dengan segera memboncengnya. Semilir angin menerpa wajahnya, membuatnya semakin merasa sejuk. Bangunan-bangunan tinggi yang memiliki banyak kaca menjadi pemandangan Hira, ada hotel atau perusahaan lain.

Ingar-bingar kota dengan kendaraan motor yang berlalu-lalang membuatnya bahagia, Hira tidak sabar untuk segera memulai pekerjaannya. Rasa letihnya menguap, terganti dengan rasa semangatnya.

Motor matic berwarna merah yang pria itu kemudikan sudah berhenti di depan bangunan bertingkat, ramai orang yang tengah menikmati hidangan di atas meja.

"Ayo masuk!" Hira yang masih memandangi keadaan rumah makan tersebut, mengangguk patuh.

Ranselnya sudah dibawakan oleh pria itu, Hira mengikutinya menuju lorong bertuliskan 'khusus karyawan'.

"Wih, Mas Reagan! Sama siapa?" tanya salah satu pria lain yang terlihat seumuran dengan pria yang Hira ikuti.

Mereka semua berseragam jingga dengan hitam yang mendominasi. Bersalaman pada pria itu, dan saling menyapa.

"Kenalin namanya Hira, dia karyawan baru. Jangan di ospek!"

"Hahaha, siap pak bos!"

Hira diserahkan kepada seorang gadis, ia cantik berkulit putih dan tampak menawan. Sangat berbeda dengan Hira yang berkulit gelap dan lusuh.

"Aku Kalea, salam kenal ya Hira. Nanti kamu kosnya barengan sama aku, nggak jauh kok."

"Iya mbak makasih, salam kenal juga."

Gadis itu berhenti mendadak, membuat Hira hampir saja menabrak punggung kecilnya.

"Jangan panggil mbak, cukup Kalea aja."

Hira terkekeh pelan, ia kira Kalea melupakan sesuatu. Kalea mengajak Hira ke lantai tiga, tidak banyak ruangan. Hanya ada sebuah ruangan yang Hira yakin adalah sebuah mess, dan bilik kamar mandi kecil.

"Barang-barangmu taruh sini dulu, pas aku istirahat nanti kita ke kos. Sekalian bilang ke ibu kos kalo tambah personel."

"Turun yuk, kenalan dulu sama yang lain." Kalea meninggalkan Hira sendiri di dalam ruangan tersebut.

Sebelum turun, Hira mengirimkan pesan untuk orangtuanya jika ia sudah mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan.