webnovel

Mengacaukan Waktu Berujung Buntu

Saat Owen mengangkat teleponnya, orang itu hanya mengatakan, "Ayo kita bertemu." Dengan tawanya sedikit terdengar menjauh.

Entah kenapa, Owen justru menganggap si penelepon dengan nomor asing mempermainkan dirinya. Sehingga Ia pun marah, lantas membanting gagang telepon hingga rusak dibuatnya.

Tris, Istri Owen pun tak bicara. Ia terduduk diam, dengan rasa takut hingga tubuhnya bergemetar.

***

Pagi harinya, pukul 9 pagi setelah berziarah. Setelah telepon pada malam hari, dan kejadian tragis itu kembali terjadi. Owen mengulangi waktu lagi.

"Aku akan pergi ke kantor polisi."

Owen berjalan keluar dengan membawa catatan itu dan ponselnya. Tris hanya mengangguk.

"Jika benar apa yang diberitakan hari itu. Kalau petugas polisi yang diincar namun apa hubungannya denganku? Aku tidak punya anggota keluarga yang bekerja di kepolisian, bahkan satu-satunya pun sudah lama meninggal dunia. Tapi, aku tidak merasa yakin kalau targetnya mereka."

Sembari berpikir seperti itu, Owen berjalan menuju ke kantor polisi tanpa menggunakan kendaraan. Ia hanya sekedar jalan kaki dan terus berpikir kenapa hal ini terjadi padanya. Apalagi ini tentang pengulangan waktu juga.

"Papa?"

Saat itu, Mia yang bermain di sekitar komplek melihat Ayahnya berjalan keluar dengan wajah serius. Ia sedikit takut namun Ia merasa harus segera menghampirinya.

"Mia? Sedang apa di sini?"

"Bermain dengan temanku," ucap Mia dengan tersenyum.

"Cepatlah pulang."

"Baiklah. Tapi, ada apa dengan Papa? Papa terlihat murung."

"Bukan apa-apa. Papa hanya sedang berpikir saja. Tidak usah khawatir," kata Owen yang kemudian melanjutkan perjalanannya.

Untuk sesaat, langkah Owen terhenti di depan sebuah bangku. Ia kemudian duduk dengan tenang di sana namun pikirannya jauh lebih rumit sekarang.

"Kalau itu hanya telepon iseng, tapi kenapa harus terjadi hal seperti itu? Aku yakin telepon itu ada hubungannya dengan kejadian di malam hari pada tanggal 23 ini. Tapi apa? Setahuku, berita soal pelaku ledakan hanya mengincar petugas polisi tapi kalau menurutku itu hanya kebetulan karena korban pertamanya adalah seorang polisi. Ah, semakin dipikir semakin membuatku pusing saja."

Owen mendesah lelah, di hari tua yang seharusnya Ia hanya perlu menikmati masa-masanya namun sekarang justru sebaliknya.

Ada hal aneh yang terjadi. Sehingga membuat Owen, harus bekerja keras demi mengungkap apa motif pelaku ledakan berantai yang sedang ramai dibicarakan.

"Pelakunya belum ditangkap. Mungkin setelah rumahku, maka rumah orang lain yang kebetulan akan menjadi targetnya. Tapi, aku masih belum tahu, misal pelaku itu adalah orang yang sama. Suaranya saja dirubah dengan perubah suara, tidak ada kebisingan yang menandakan dirinya berada di perkotaan atau sejenisnya. Bahkan sulit untuk melacak nomor jika aku terus-menerus mengulang waktu."

Lagi-lagi Owen menghela napasnya. Berharap menemukan sesuatu, tapi tidak ada cukup bukti kalau Ia melaporkan apa yang belum terjadi pada polisi. Sungguh, ini sulit baginya.

"Apa aku harus pulang? Eh, tunggu."

Sepertinya karena terlalu banyak berpikir, Owen telah melupakan sesuatu. Jika dirinya pergi dari rumah maka pasti akan ada sesuatu yang terjadi di rumahnya saat ini. Karena itu, Owen berlari menuju rumahnya.

Sedangkan saat ini pada Pukul 9 lewat, Tris yang sedang duduk bersantai di atas sofa, mendengar suara telepon rumah yang berdering. Menandakan ada seseorang yang menelponnya.

"Ya, halo? Dengan siapa?"

***

Setelah sampai, Owen melihat pintu rumahnya tertutup rapat, Ia secara tidak sengaja membuka pintu dengan mendobraknya lalu masuk dan bergegas mencari Tris.

"Tris! Kau di mana? Jawab aku! Hei!"

Karena panik, sehingga Ia terkejut dengan putrinya yaitu Mia. Barusan, Mia menuruni tangga lalu menghampiri Ayahnya.

"Mama sedang pergi ke luar. Ini sudah siang, Mia lelah dan mengantuk makanya cepat pulang setelah lama bermain."

"Ini belum terlalu siang, Mia. Ke mana Mamamu?"

"Ada apa mencariku? Tumben sekali."

Tak disangka-sangka Tris muncul dari belakang Owen. Setelah Ia pergi dan membawa sesuatu saat ini.

"Kau barusan dari mana saja?" tanya Owen dengan wajah penuh kecemasan.

"Ah, ini, aku barusan ke rumah tetangga."

"Apa kau menerima telepon atau sesuatu?"

"Telepon? Ya, benar." Tris mengangguk.

Lantas, Owen mencengkram kedua pundak Tris lalu bertanya dari siapa dan bicara apa dari orang yang barusan menelponnya.

"Tenanglah. Itu hanya tetangga yang barusan aku bicarakan. Tetangga baru memintaku untuk membantunya mengambilkan sesuatu. Tidak ada yang aneh, ah, namanya Ro ... Ro ... Romi? Bukan, kalau tidak salah–"

"Tetangga baru!? Bukankah aku sudah bilang sebelumnya? Jangan angkat telepon dari nomor asing!" kata Owen yang membentak dengan suara meninggi.

"Sejak kapan kau bilang begitu padaku? Aku tidak ingat," kata Tris seraya menahan sakitnya ketika Owen mencengkeram kedua pundaknya saat itu.

Owen pun tersadar kalau ini bukanlah waktu dengan kejadian yang sama seperti sebelumnya. Ini adalah tanggal yang barusan terlahir. Owen seharusnya tidak memerintahkannya pada waktu yang sekarang. Owen pun perlahan melepas cengkeramannya, lalu duduk di sofa dengan rasa cemas yang masih melanda hingga saat ini.

"Papa hari ini tidak bersemangat."

"Apakah sesuatu terjadi padamu?" tanya Tris yang tetap berdiri di belakang Owen.

"Iya. Tapi kau takkan percaya. Maaf sebelumnya aku telah menyakitimu."

"Kau tidak perlu meminta maaf."

Kemudian, Tris masuk ke dalam kamar bersama dengan Mia. Saat itu, Tris yang tidak bisa menghibur Owen, maka Ia harus menghindarinya agar mereka tidak bertengkar lebih lanjut lagi.

Mia pun sama. Mia mengkhawatirkan kedua orang tuanya. Bahkan Ia telah melihat pertengkaran di antara mereka sehingga Mia pun hanya terdiam sesaat.

"Dengar ya, Mia. Papa dan Mamamu tidak bertengkar. Itu adalah satu-satunya sikap dari Papamu karena telah mengkhawatirkan kita."

"Lalu, apa yang sebenarnya terjadi sehingga Papa terlihat tidak bersemangat?"

"Kalau itu Mama tidak tahu."

Sembari bersenandung lagu, Tris memeluk putrinya dengan lembut. Seperti biasa, terkadang Ia terlalu memanjakannya dan membuatnya tertidur dengan cara ini.

Selang beberapa saat, Mia pun tertidur dengan lelapnya. Hari libur yang Mia dambakan mungkin hancur, namun perasaan yang menjanggal di dalam hati si Ayah pun patut diperhatikan.

Setelah, Tris membaringkan Mia di atas kasurnya. Terlihat jelas dari jendela meski tertutup, seorang pria mengenakan setelan jas berdiri di dekat makam. Dan saat pria itu menyadari ada seseorang yang melihatnya dari belakang, Ia segera melirik lalu menghampirinya seraya menarik tangan dari saku jas.

Ketika, Owen sedang duduk di sofa dan berpikir kembali mengenai kejadian yang sebelumnya terjadi, Ia mendengar suara tembakan dari halaman belakang. Lalu disusul, suara kaca yang pecah.

"Dari belakang? Ke mana?"

Tepat di belakang rumahnya. Owen segera ke dapur dan melihat dari jendela dapur, apakah ada seseorang di halaman belakang. Tetapi sepertinya tidak ada, lantas Ia masuk ke dalam kamar dan menemukan asal suara kaca yang pecah itu.

Di sana, sudah terbaring mayat seorang wanita bersimbah darah di atas lantai. Keadaan yang cukup mengenaskan, saat Owen dengan jelas melihat bahwa itu siapa dan lubang di dadanya karena apa.

"Tris!"