webnovel

02 - Sekali lagi sebuah kebetulan

[Tiga tahun kemudian]

Dedaunan pohon Ek berguguran, bunga-bunga mengering, dan para binatang di hutan mulai bersiap untuk hibernasi. Di penghujung musim gugur, seorang anak berumur delapan tahun duduk di bangku taman kediaman Luke sambil membaca sebuah buku dengan sampul kulit. Ia adalah pewaris keluarga Luke, Odo Luke.

Untuk anak yang masih berumur delapan tahun, Ia termasuk memiliki tunggi badan di atas rata-rata dan postur tubuh yang terlihat terlatih.

[Catatan: Ek adalah istilah yang berasal dari eik, untuk menyebut nama dari beberapa ratus spesies semak dan pohon dalam (Tarbantin)]

Angin kering berhembus menerpa dan membuat rambut hitamnya bergelombang ringan. Sekilas melihat ke langit abu-abu, Odo menutup buku kemudian menghela napas penuh beban.

"Rasanya seperti tidak ada kemajuan .... Kondisi Ibu memang sudah membaik, tapi kutukan yang ada tetap saja membuat tubuhnya melemah."

Dalam waktu tiga tahun terakhir, Odo telah mencari berbagai cara untuk menyembuhkan Ibunya. Dari mencoba membuat berbagai ramuan, pembagian kekuatan sihir, transfer Vitalitas, dan berbagai hal lainnya. Berkat semua usahanya itu, Ibunya memang sudah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mavis sudah tidak harus berbaring terus di tempat tidur dan penglihatannya sudah membaik.

Tetapi, dalam garis besar itu hanya bersifat sementara dan Odo harus terus melakukan Transfer Vitalitas untuk bisa menjaga kondisi kesehatan ibunya tersebut. Hal itu disebabkan karena kutukan yang ada pada tubuh Mavis, sebuah luka Jiwa yang membuat Vitalitas dalam tubuh seakan bocor keluar dan membuat tenaga kehidupannya semakin berkurang setiap harinya.

"Hah, langit abu-abu yang menyebalkan. Mengingatkan ku saja pada hari aku mati saja ...."

Ia sesaat menutup kedua matanya dengan lengan kanan, kemudian menghela napas lagi dengan kesal. Setelah dirinya berdiri dan hendak pergi, dari arah Mansion terlihat dua perempuan yang datang menghampirinya. Mereka berdua Fiola dan Mavis, dua orang yang terlihat selalu bersama saat di sekitar Mansion.

"Ibunda ...."

"Odo, sedang apa kamu duduk-duduk di sini?" tanya Mavis. Berbeda dengan tiga tahun yang lalu, dia sudah cukup pulih sampai dirinya bisa berjalan dengan kedua kakinya sendiri.

Wanita berpakaian gaun putih polos itu melihat anaknya dengan ekspresi yang terlihat sehat seraya tersenyum bahagia. Tanpa memberitahu Odo terlebih dahulu, Mavis langsung memeluknya. "Hem, anakku .... hanya dengan melihatmu saja rasanya aku langsung sehat," ucap Mavis.

Odo hanya berdiri diam, dengan tatapan datar Ia melihat Fiola yang berada di belakang Mavis. "Kenapa kau memperbolehkan Ibu keluar?" ekspresi Odo seakan berkata demikian.

"Ibunda, apa tubuhmu sudah baikkan? Bukannya Ibunda harus istirahat lagi? Kalau kondisi Ibund⸻"

"Jangan khawatir," potong Mavis sambil melepaskan pelukan dan melihat wajah anaknya.

"Berkat metode Transfer Vitalitas yang kamu pakai, Ibu sudah lebih baik ... seperti yang kamu lihat sekarang. Jujur saja, malah Ibu yang khawatir ... kalau kamu jatuh sakit karena setiap hari memberikan Vitalitas kepada Ibu ...."

Odo memalingkan wajah dengan ekspresi datar seraya berkata, "Ah, secara fisik dan jiwa aku baik-baik saja, tapi beban pikiran rasanya terus bertambah."

"Beban pikiran?" tanya Mavis dengan sedikit bingung.

"Kalau Ibunda tidak sembuh-sembuh, aku terus kepikiran ...."

"Hem, jangan khawatir. Sekarang Ayahmu sedang pergi mencari bahan ramuan untuk menghilangkan kutukan Ibu, jadi kamu tidak perlu cemas, Odo."

Perkataan itu membuat Odo terkejut, dia sama sekali tidak tahu kalau Ayahnya yang pergi beberapa minggu yang lalu ternyata sedang mencari bahan ramuan. Itu juga pertama kalinya Mavis terang-terangan bilang kepada Odo kalau dirinya terkena kutukan, biasanya wanita itu akan mengelak saat membahas hal tersebut dengan Odo.

"Bukannya Ayah pergi ke Ibu Kota untuk Pertemuan para bangsawan?"

"Itu sudah selesai bulan kemarin, sekarang dia sedang berada di Alam Para Roh, Dunia Astral."

"Dunia Astral? Kalau tidak salah itu dimensi para Roh tinggal, bukan? Memangnya ayah cari apa di sana?"

Mavis tidak menjawab. Dia melangkah tiga kali ke belakang, kemudian berputar dan tersenyum ke arah anaknya. Untuk wanita yang sudah berumur 40 tahun ke atas Mavis terlihat sangat muda, bahkan dia terlihat seperti masih berumur 20 tahunan. Dalam kondisi sehat seperti sekarang, kulitnya terlihat masih kencang dan halus, wajahnya masih remaja, dan rambutnya masih berwarna pirang tanpa memutih sedikit pun.

Memang ada yang tidak bisa dengan kondisi tubuh Mavis. Tetapi dulu ketika ditanyai Odo tentang hal tersebut, wanita itu hanya mengelak dengan menjawab, "Ini rahasia kecantikan seorang perempuan."

Samar-samar Odo tahu apa sebabnya, tetapi dirinya memilih untuk tidak menyelidiki lebih lanjut karena menjaga perasaan Ibunya itu.

"Kenapa dia selalu menyembunyikan hal seperti itu padaku ya? Apa karena dia menganggapku anak kecil?" pikir Odo.

"Jadi Ibunda, mau apa Ayahanda pergi ke Dunia Astral? Kalau tidak salah bukan kali ini dia pergi ke sana ya?" tanya Odo.

Mavis terkejut karena anaknya mengetahui hal tersebut, Ia lekas menoleh ke arah Fiola yang berada di belakangnya. Saat gadis yang mengenakan Kimono itu menggelengkan kepala, Mavis tahu kalau bukan Fiola yang memberi tahu Odo tentang hal tersebut.

"Dari siapa kamu tahu itu, nak?" tanya Mavis sambil melihat Odo.

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Odo melangkah ke arah Mavis dan memegang tangan kanan wanita itu dengan kedua tangannya.

"Ibunda, meski aku baru delapan tahun, aku sudah bukan anak kecil lagi .... Tentu saja aku tahu beberapa hal yang Ibunda dan Ayahanda sembunyikan. Apa Ibunda tidak mempercayaiku ... sampai-sampai menyembunyikan banyak hal dariku?"

"Tidak ... bukan itu Odo. Hanya saja ... Ibu ..., Ibu tidak ingin membuatmu khawatir ...."

Setelah perkataan itu terucap, angin ringan yang membawa dedaunan kering berhembus. Mengibarkan rambut panjang wanita itu, memperlihatkan wajahnya yang terlihat sedikit cemas.

"Aku juga tahu alasan itu, Ibunda .... Tapi daripada menyembunyikan banyak hal dariku, bukannya lebih baik Ibunda menjelaskannya? Kalau Ibunda melakukan itu, aku pikir rasa khawatir ku akan sedikit berkurang."

"...."

Mavis terdiam tanpa menjawab. Melihat wajah ibunya yang kesusahan dengan permintaannya, Odo menyerah untuk mencari tahu. Tanpa meminta izinnya, Odo mulai melakukan Transfer Vitalitas kepada Mavis melalui genggaman kedua tangan menuju ke tangan kanan wanita itu.

Merasakan energi kehidupan yang mengalir, Mavis terkejut sekaligus langsung tahu kalau anaknya sudah bertambah dewasa, terutama secara mental dan kepribadian. Wanita itu menunduk, terharu dalam hati dan tersenyum penuh syukur.

.

.

.

.

Sore harinya, di dalam Mansion. Dengan suasana hati sedikit risau, Odo berjalan melewati lorong dan bergegas menuju kamarnya yang ada di lantai satu bangunan, kamar yang berbeda dengan kamar tiga tahun lalu. Pada satu tahun yang lalu, Odo telah pindah kamar dan mendapat kamar pribadi yang memiliki privasi tersendiri mengingat umurnya yang sudah semakin dewasa.

Saat berjalan di lorong dengan cepat, Ia mengingat kembali perkataan Mavis tentang Dart yang pergi ke Dunia Astral untuk kedua kalinya.

"Tch!" Odo membunyikan lidah.

"Padahal saat percobaan pertama dia gagal membawa bahan untuk obat ibu, 'kan? Dia pasti membawa pasukan lebih banyak lagi kali ini. Kenapa dia mencobanya lagi ..., kalau ada korban bukannya dia juga yang susah karena kekuatan Wilayah Kekuasaannya ini melemah," pikir Odo.

Di musim panas tahun lalu, Ayahnya Odo, Dart juga melakukan ekspedisi ke Dunia Astral mencari bahan yang akan digunakan untuk membuat obat untuk menghilangkan kutukan Mavis. Dengan membawa lebih dari dua ratus prajurit di bawah kepemimpinannya, Dart kembali dengan korban lebih dari setengah pasukan dan membawa hasil nihil.

Pada dasarnya Dunia Astral bukanlah tempat yang bisa didatangi sembarang orang, di sana adalah Alam Roh dimana dimensi ruang tidak stabil untuk dikunjungi makhluk Dunia Nyata. Ditambah adanya Roh-Roh yang bisa dibilang berbahaya di dalam sana, hal itu membuat Dunia Astral dikategorikan ke dalam tempat khusus yang aksesnya dijaga oleh Kerajaan Felixia.

Sejak zaman Perang Kuno, tanah dan leluhur di kerajaan Felixia memang telah membuat kontrak dengan Dewa para Roh untuk memegang wewenang akses ke alam tersebut. Tetapi sejak beberapa ratus tahun terakhir, kontrak tersebut semakin luntur karena banyak sebab dan membuat Dunia Astral menjadi tempat yang tidak bersahabat.

Di depan pintu kamar, Odo berhenti dan sesaat merenung. "Memangnya apa yang dia cari di sana? Bahan apa yang dibutuhkan untuk menyembuhkan Ibu memangnya?" pikirnya.

Ia membuka pintu dan seketika terkejut dengan apa yang Julia, pelayan pribadinya itu lakukan di dalam. Di atas ranjang tidur bergaya bangsawan abad pertengahan, gadis Demi-human ras Manusia Kucing yang terbaring itu sedang menikmati kegiatan yang tidak pantas dilihat anak kecil.

Gaun pelayan yang sedikit tersibak ke atas dan memperlihatkan paha diselimuti kaos kaki panjang selutut, tangan kanan yang dimasukkan ke selangkangan, dan sebuah celana pendek yang diendus-edus pada wajahnya, hanya dengan melihat itu saja Odo langsung tahu apa yang sedang dilakukan Julia.

"Ah, Mbak Julia?" tanya Odo.

Gadis Kucing itu langsung duduk dengan kaget dan wajahnya langsung memerah, dirinya tidak menyangka kalau Tuan Mudanya itu akan kembali ke kamar di waktu yang tidak biasa. Dia menyembunyikan celana pendek Odo yang tadi di endusnya ke belakang, kemudian bertanya dengan nada gugup dan takut.

"Tu-Tuan, kenapa Anda ke sini?"

"Ini kamarku loh, seharusnya aku yang tanya seperti itu."

Julia langsung merasa canggung sendiri, kedua telinga kucingnya terlihat lemas dan ekornya bergerak ke kanan dan ke kiri karena gelisah. Tanpa berkata apa-apa, Odo berdiri tegak layaknya seorang kadet dan memberi hormat kepada Julia.

"A-Ada apa, Tuan Odo? Hormat? U-Untuk apa me⸻"

"Hormat kepada Perawan Tulen!!" teriak Odo.

Wajah Fiola langsung terlihat semerah buah persik. Sambil menahan malu, gadis pelayan yang terduduk di atas tempat tidur itu langsung mengulurkan tangan kanannya ke depan dan mulai merapalkan mantra.

"Pilar cahaya, bentuk dasar dari kelima senjata. Membawa kecepatan dan melaju ke celah galah yang menebus segalanya!!"

Dari telapak tangan yang terbuka ke arah Odo, keluar sebuah galah cahaya bersuhu tinggi sepanjang setengah meter yang melesat cepat ke arah anak berambut hitam itu.

Secara insting Odo bereaksi cepat. Ia meningkatkan tekanan sihir secara minimal, kemudian mempercepat persepsi indra dan refleksi tubuh untuk menghindari sihir yang tepat mengarah ke kepalanya tersebut. Laju sihir tersebut di mata Odo seakan berjalan seperti Slow Motion.

"Sihir Cahaya Tipe Penyerangan Tingkat Menengah ya. Kejamnya, kalau bukan aku pasti lukanya sangat parah jika terkena ini loh ...."

Odo memusatkan Mana pada tangan kanannya, kemudian menurunkan hormat dan menangkap Galah Cahaya yang dihindarinya itu. Saat galah itu ditangkap dan terhenti, Odo mematahkannya dan Galah Cahaya itu hancur menjadi partikel-partikel kilauan putih.

Julia terkejut melihat apa yang dilakukan Odo. Tanpa memedulikan ekspresi tersebut, Odo kembali memberi hormat seraya berkata, "Beri Hormat Untuk Perawan Tua!!"

Itu benar-benar ejekan yang tidak ditahan. Wajah Julia bertambah merona dan rasa malunya benar-benar sudah melebihi batas yang bisa ditahan.

"Balik kanan, maju, kabur!" pikir Odo sambil melakukan apa yang dipikirkan. Ia benar-benar meninggalkan Julia yang wajahnya memerah dan berguling-guling di atas tempat tidur menahan rasa malu yang menggila.

.

.

.

.

Di atas atap Mansion, Odo berjongkok dengan ekspresi datar mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Anak berpakaian kemeja dengan rangkap rompi merah itu memang sering melihat pelayan pribadinya itu bertingkah aneh, tetapi tidak seaneh melakukan hal seperti itu sambil mengendus pakaiannya.

"A ... Apa tadi itu yang itu sering disebut Dorongan Hasrat Manusia Jadi-jadian? Tidak, rasanya anehkan? Kenapa harus seperti itu segala ...."

Odo menghela napas, kemudian melihat ke arah langit sore yang terlihat mendung. Setelah berpikir banyak hal, Odo merasa kembali ke dalam Mansion sekarang bukanlah ide yang bagus.

"Ya, kurasa jalan-jalan ke Kota sekarang mungkin bisa untuk cari angin. Sekalian mungkin saja ada Monster di hutan, jadi aku bisa menyerap Inti Sihirnya untuk Kultivasi. Bergantung pada Sirkuit Reaktor saja belakangan ini perkembangan sihirku tidak memuaskan rasanya ...."

Odo bangun, kemudian berdiri sambil sesaat meregangkan tubuh dengan mengulat. Perlahan menutup mata, Ia meningkatkan tekanan sihir sampai batas tertentu. Di sekitar tubuhnya muncul kilatan petir berwarna biru, dan saat membuka kelopak mata, kornea matanya yang tadi berwarna biru muda berubah menjadi biru gelap.

"Halilintar adalah bagian dari komponen dunia, cuaca yang diselimuti awan. Diriku dan tubuhku adalah bagian dari dunia, tubuh ini aku serahkan pada petir yang menyatu dengan langit!"

Dengan cepat petir di sekitar tubuhnya menyerap masuk ke dalam tubuh dan membuat tubuh Odo bercahaya, berselimut petir biru terang.

"Ya, kurasa pengendalian Mana-ku sudah lebih baik sekarang. Kalau begitu, sekarang mungkin aku harus meningkatkan Kuantitas Mana ....Yah, itu nanti saja sih, kali ini aku hanya ingin cari tempat merenung."

Odo melihat ke arah hutan di luar halaman kediamannya, dan lurus di ujung cakrawala terlihat sebuah kota pesisir yang dihimpit oleh lereng bukit besar dan lautan. Jarak dari tempat Odo berdiri sekitar 15 kilometer, tetapi berkat penglihatan yang ditingkatkan dengan sihir Ia bisa dengan jelas melihat kota pesisir tersebut.

"Huh, baiklah .... Bound!" Odo membuat lingkaran sihir pelontar di udara dengan posisi diagonal, dan meloncat ke atas lingkaran tersebut. Saat kedua kakinya menapak pada lingkaran sihir, Ia langsung terlontar maju ke atas dengan kecepatan tinggi ke arah hutan.

"Bound!"

Saat masih berada di udara, Odo kembali membuat lingkaran sihir pelontar untuk memperjauh jarak loncatannya. Ia terus menerus menggunakan cara tersebut sampai dirinya berada di langit daerah hutan sekitar perbukitan bertebing di dekat kota pesisir. Ia tidak butuh waktu 15 menit untuk sampai di tempat yang ditujunya.

Saat melayang sekitar 200 meter di udara dan kilatan petir di sekitarnya yang berfungsi mengurangi gesekan dengan udara menghilang, Odo kembali meningkatkan tekanan sihirnya dan bersiap untuk mendarat. Ia menyelimuti kedua kakinya dengan Mana menggunakan salah satu teknik Battle Art untuk meningkatkan ketahanan kedua kakinya, kemudian merapalkan mantra gravitasi tingkat bawah untuk memperlambat kecepatan jatuh.

"Semua yang di langit akan kembali ke atas tanah, tetapi setiap hal ada pengecualian. Sekarang berikanlah pengecualian padaku!"

Odo melayang turun lebih lambat dari kecepatan jatuh normal, tetapi kecepatan itu masih tergolong tinggi, saat mendarat ke tanah Ia seperti sebuah batu besar yang menghantam permukaan tanah. Pada permukaan tanah tempatnya mendarat, terdapat retakan yang cukup lebar.

Ia lekas berdiri tanpa luka berkat Battle Art dan Sihir yang digunakan, hanya ada sedikit debu yang menempel pada pakainya. Setelah menghela napas ringan, ia langsung menutup mata dan menggunakan sihir lainnya.

"Daratan tempat ku berpijak adalah Ibu dari semua makhluk hidup, dia mengetahui semua penghuninya dan memberitahukannya padaku ...."

Seakan sebuah sensor ada pada kedua kakinya, semua gerakan dan getaran dalam jarak sejauh 200 meter dapat dideteksi Odo. Itu adalah sihir Tanah Tipe Peningkatan, dimana penggunanya dapat meningkatkan sensorik getaran yang dihantarkan melalui tanah ke kedua kaki penggunanya.

"Hem, selain rusa dan babi hutan, tidak ada yang lain. Biasanya ada satu atau dua Goblin di tempat seperti ini, kenapa sekarang --- apa karena musim gugur?"

Odo tidak terlalu memikirkan hal seperti itu. Dalam pemikirannya, kalau tidak ada, cari lagi. Oleh karena itulah ia segera bergegas ke daerah gua di tebing bukit di mana tempat itu menurut rumor para pelayan di Mansion banyak Goblin atau monster yang bersarang.

Saat berjalan, Odo sedikit mengingat kembali tipe-tipe sihir yang telah dikuasai sampai saat ini. Ia mulai menghitung jari tangannya bersamaan dengan menyebutkan tipe sihir yang telah dikuasai.

Sebelum itu, Ia terlebih dulu menggunakan Sihir Peningkatan Pasif, Auto Senses. Sebuah Sihir khusus original miliknya yang dikombinasikan dengan Battle Art. Sebuah Sihir yang membuat penggunanya secara pasif terus menggunakan indra dengan keadaan Adrenaline tetapi secara mental penggunanya akan tetap stabil.

"Sihir Penguatan untuk meningkatkan kekuatan secara fisik dan menguatkan suatu objek, Sihir Peningkatan untuk meningkatkan indra, Sihir Penyerang untuk memberikan dampak kerusakan, Sihir Penyembuh untuk menyembuhkan luka dan memulihkan stamina, Sihir Pengendalian untuk mengendalikan objek, Sihir Rune untuk menanamkan mantra pada objek, Sihir Elemen sudah lima jenis elemen, Sihir Alkemis untuk Trasnmutasi ... ah, Sihir ini masih belum sepenuhnya aku kuasai .... Ya, kurang lebih baru sebanyak itu. Eng, Sihir Rahasia dari masa Perang Kono itu juga aku kurang lebih sudah menggunakannya ...."

[Catatan: Transmutasi adalah perubahan atau konversi satu objek menjadi objek lain (Dalam unsur kimia, merubah bentuk objek atau membuat sebuah perubahan secara paksa atau alami menggunakan reaksi kimia)]

Saat dirinya mengingat-ingat kembali berbagai sihir yang telah dikuasai, tanpa sadar Odo sampai di depan mulut gua yang ada di tebing bukit. Dari luar, gua itu terlihat gelap dan lembab.

Odo memusatkan Mana pada kedua matanya dan meningkatkan penglihatan. Saat mengamati bagian dalam gua dari luar, Odo melihat bayangan pendek yang berlari keluar dari dalam gua. Dari hal tersebut, dirinya kurang lebih tahu kalau yang akan keluar hendak keluar itu adalah makhluk yang bisa menghuni gua lembab dan menjijikkan.

"Goblin ....?" Odo membuka telapak tangannya ke depan dan bersiap menembakkan sihir petir. Tetapi, saat diamati kembali ternyata dia salah. Yang berlari keluar itu bukanlah Monster kerdil berkulit hijau dan jelek, melainkan seorang gadis berambut putih yang umurnya terlihat tidak jauh berbeda dengannya.

"Eh ...?"

Wajah Odo terlihat bingung melihat seorang gadis kecil keluar dari gua yang biasanya dihuni para monster. Mengamati gadis yang berlari menuju mulut gua itu, Odo melihat beberapa luka memar pada lengan dan air matanya berlinang keluar dari wajah penuh ketakutan.

Di belakang gadis itu terlihat beberapa Orc, Monster berpostur tubuh seperti manusia setinggi lebih dari dua meter, hanya mengenakan kain sebagai penutup bagian tubuh bawah, wajahnya menyerupai babi, dan memiliki taring yang panjang yang mencuat keluar dari mulut.

"Habis dig****ng!!?" perkataan brengsek itu keluar dari mulut Odo dengan sendirinya. Mungkin karena di kehidupannya dulu Ia sering membaca komik dengan genre semacam itu, hal tersebut sudah melekat pada jiwanya walaupun telah bereinkarnasi.

[Catatan: itu walaupun terbaca, jangan dibaca. Walaupun paham, jangan dipahami]

"Ah!" Odo sadar kalau sekarang bukan saatnya memikirkan hal seperti itu.

Dengan segera dirinya meningkatkan tekanan sihir, kemudian berlari ke arah gadis itu sambil mengulurkan tangan kanan ke depan dan merapalkan sihir.

"Singa langit yang menggelegar, meraungkah!"

Dari telapak tangannya yang terbuka ke depan, petir biru menyambar keluar melewati gadis itu dan membakar satu ekor yang mengejarnya. Dari serangan petir yang sekilas menerangi isi gua, Odo mengonfirmasi lima Orc lainnya.

"Hya ...!" Gadis itu menunduk takut.

"Bound ...."

Di saat penglihatan para Monster dibutakan sementara karena serangan petir tadi, Odo membuat sihir pelontar pada kedua kaki dan melesat lurus ke depan dengan cepat. Di depan kelima Orc, Odo memperlambat laju dan kakinya menapak di tanah, kemudian bergerak melewati para monster dan berdiri di belakang mereka.

Penglihatan para Orc kembali. Di saat mereka sedang kebingungan, Odo yang sedang berdiri di belakang para Orc mulai mengulurkan kedua tangannya dan menyatukan telapak tangan, kemudian mengarahkan ujungnya ke arah para monster.

"Tombak cahaya ilahi, kesucian pertiwi membumihanguskan daratan kegelapan menjadi cahaya kekal!"

Dari ujung kedua telapak tangan yang disatukan melesat peluru cahaya bersuhu sangat tinggi yang melubangi kelima Orc sekaligus, ada yang tepat pada perut, ada yang hanya di bagian samping, dan ada yang terpotong menjadi dua bagian. Walaupun serangan itu sangat kuat, tetapi bola cahaya berukuran bola sepak yang melesat dengan kecepatan cahaya tadi langsung terurai saat terpapar cahaya matahari di luar gua.

Tubuh mereka ambruk, dari lubang pada tubuh mereka keluar asap dari darah yang menguap. Tanpa membuang waktu, Odo segera meningkatkan tekanan sihir karena merasakan hawa tidak enak di belakangnya. Dirinya segera meloncat ke depan.

Bruak!!

Sebuah kapak besar menancap ke lantai gua sesaat setelah dirinya meloncat. Saat masih berada di udara, Odo meletakkan tangannya ke atas mayat salah satu Orc tadi, kemudian menjadikannya tumpuan dan kembali meloncat ke arah gadis yang menunduk ketakutan.

"Sekarang apa lagi?"

Segera setelah kedua kakinya mendarat, Ia melihat ke arah sosok yang mengayunkan kapak besar ke arahnya. Sosok itu adalah Orc, tetapi aura dan bentuk tubuhnya sangat berbeda dengan kelima Orc yang tadi dihabisi. Tingginya hampir mencapai langit-langit gua setinggi enam meter, dan ia mengenakan jubah seakan menandakan dia spesial.

"Monster ini .... kuat!"

Odo segera memeluk gadis di dekatnya, kemudian memanggulnya keluar dari gua. Setelah menurunkan gadis bergaun putih kusam itu dan tidak memedulikan ekspresi bingungnya, Odo segera meningkatkan tekanan sihirnya dan melesat masuk ke dalam gua.

"Singa langit yang menggelegar, meraunglah!!

Odo melancarkan serangan pembuka berupa sihir sambaran petir. Berbeda dengan monster lainnya yang memiliki intelegensi rendah, Orc itu menggunakan bangkai kawannya sebagai perisai. Tetapi, petir itu tidak terhenti sepenuhnya dan melukai Orc yang memegang kapak tersebut.

"Orc ini ... apa dia pernah melakukan kontrak dengan Iblis ....?" Sekilas hal itu terpikirkan Odo.

Iblis, dengan kata lain makhluk yang dulunya adalah malaikat yang menjadi laknat karena membangkang pada penciptanya. Sejak perang Kono Dewa dan Iblis berakhir dan dimenangkan oleh pihak Dewa-Dewi, ras yang juga disebut Mantan Malaikat itu masih ada di dunia sampai sekarang.

Sejak masa itu, Iblis selalu menghasut para makhluk dunia dan selalu mencari kesempatan menurunkan para Dewa dari singgasananya. Perang Besar yang terjadi di keempat negeri yang baru berakhir sekitar 20 tahun yang lalu juga dikatakan disebabkan oleh Iblis Kuno.

"Kalau tidak salah, menurut cerita di buku bukannya para Iblis telah disegel di Benua Iblis? Kalau begitu, kenapa Orc ini ... hawanya sangat menjijikkan. Mirip dengan kutukan yang Ibu derita ...."

Saat berpikir hal tersebut, Odo baru tahu kalau Orc itu memiliki regenerasi yang sangat cepat. Luka dari serangan pembuka tadi dalam hitungan detik tertutup kembali.

Tidak merisaukan hal yang terjadi, Ia segera meningkatkan tekanan sihir sampai batas tertentu. Kilatan petir menyelimuti tubuhnya dan kornea matanya berubah menjadi biru gelap.

"Halilintar adalah bagian dari komponen dunia, cuaca yang diselimuti awan. Diriku dan tanganku adalah bagian dari dunia, kedua tangan ini aku serahkan pada petir yang menyatu dengan langit!"

Petir biru terang yang menyelimuti tubuhnya mulai memusat pada kedua tangan. Tanpa menunggu lama, menggunakan sihir pelontar Ia melesat ke arah Orc tersebut dan langsung menerbangkan tinju ke arah wajahnya.

Orc tersebut bereaksi dengan cepat dan melindungi wajahnya dengan kapak. Tetapi, Odo telah memperhitungkan hal tersebut. Ia membuka kedua telapak tangannya ke depan, kemudian menggunakan gaya elektromagnetik pada kedua tangannya untuk mendorong kapak besi itu sampai memukul wajah Orc itu dengan sangat keras.

Bruak!!

Taringnya rontok, dan hidung babinya bertambah pesek.

Saat masih berada di udara dan momentum maju belum hilang sepenuhnya, Odo memegang kepala Orc tersebut dan melayangkan tubuhnya di atas Orc, kemudian menghantarkan elektro dalam tekanan tinggi langsung ke otaknya.

"Menyambar!"

Zreret!

Kepala Orc itu seketika gosong dan isinya matang terbakar. Odo menapak di tanah, kemudian berguling ke belakang melalui kaki Orc yang mulai ambruk ke belakang itu. Aura sihir dan petir pada tubuh Odo menghilang.

"Huh, untung cepat selesai," ucap Odo sambil mengusap keringatnya.

Sekilas anak itu melihat ke dalam gua dengan mata yang penglihatannya telah ditingkatkan. Dari dalam sana, terlihat bayangan samar dan terasa hawa keberadaan yang tidak enak, terasa menjijikkan dan mengerikan.

"Lebih baik ... aku tidak perlu membuat penguasa gua ini marah. Hawanya berbeda, tidak seperti Orc tadi. Kurasa kalau tidak diganggu tidak masalah ... Ya, semoga saja sih ...."

Odo mengambil kapak yang tadi digunakan oleh Orc dan menyeretnya keluar dari gua. Di depan mulut gua, gadis yang tadi kabur dari para Orc terlihat ketakutan melihat Odo menyeret kapak Orc keluar.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Odo sambil menjatuhkan kapak berat itu ke tanah.

"Uhm, saya baik-baik saja .... Kalau kamu, apa kam⸻"

"Aku baik-baik saja," potong Odo. Ia berjalan mendekati gadis yang masih berlinang air mata itu, kemudian melihat luka pada kedua lengannya.

Tanpa meminta izin, Odo memegang kedua tangan gadis itu terluka dan menggunakan sihir penyembuhan padanya.

"Embun penyejuk, membawa perasaan tenang dan kesembuhan ...."

Perlahan luka lecet pada kedua tangannya menghilang. Melihat hal itu, gadis itu terkejut seraya berkata, "Sihir Penyembuh ....?"

"Apa Sihir seperti ini asing?" tanya Odo.

Gadis itu menggelengkan kepala, kemudian menjawab, "Biarawati di panti asuhan juga ada yang bisa menggunakannya."

Jawaban itu membuat Odo sesaat termenung. Kata panti asuhan memberitahukan bahwa gadis itu seorang yatim piatu atau anak yang dibuang. Melihat nasib anak seumurannya, Odo sedikit merasa hina karena berpikir tentang ego terus menerus dan mengeluh.

"Hem, apa ada luka lainnya?" tanya Odo.

Gadis itu terlihat bingung sesaat sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Saat Ia menyentuh lutut, Odo tahu kalau luka yang harus disembuhkan ada pada bagian tersebut.

"Kalau begitu, duduk dulu di atas sana ...."

Odo menunjuk batu di dekat tempat mereka. Dengan wajah yang terlihat bingung, gadis itu mengikuti perkataan Odo. Gadis itu duduk di atas batu, kemudian melepaskan kalung yang dikenakan. Odo berlutut di depannya dan memandang wajahnya, dengan kebingungan gadis itu menjatuhkan kalungnya ke atas pangkuan.

Odo berlutut di depannya dan memandang wajahnya, dengan kebingungan gadis itu menjatuhkan kalungnya ke atas pangkuan

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa ada di gua itu?" tanya Odo.

Gadis itu terlihat kebingungan untuk menjawab. Ia menggerakkan kedua tangannya seakan ingin menjelaskan sesuatu, tetapi mulutnya tidak mengucapkan satu kata pun.

"Huh, kalau begitu ... nama kamu siapa? Dari mana asalmu?" tanya Odo.

"Nanra ... Tara .... Asalku, dari ... kota pesisir Wilayah Kekuasaan Marquess Luke ...."

[Catatan: Marquess, salah satu tingkat bangsawan, berada di bawa Duke dan di atas Count atau Earl]

Jawaban itu membuat Odo sedikit terkejut. Sekilas Ia memalingkan pandangan, kemudian berpikir berbagai hal.

"Ka-Kalau kamu ...?" tanya Nanra.

Odo menoleh, kemudian menatap dengan ekspresi datar. Ia berpikir berbagai macam hal sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Ehm, Aku? Namaku Odo, aku dari desa kecil di atas perbukitan," jawab Odo. Tentu saja sebagian dari perkataannya adalah kebohongan untuk menyembunyikan identitasnya

Odo menyentuh kedua lutut Nanra, kemudian tanpa membuka gaunnya Ia menggunakan Sihir Penyembuh untuk menyembuhkan luka gadis itu. Sesaat Odo menunduk, kemudian merenungkan akan sesuatu.

Melihat itu, Nanra sedikit bingung dan mulai panik kalau terjadi sesuatu pada anak laki-laki di depannya itu.

Odo berdiri, kemudian memegang kedua pundak Nanra seraya menatap tajam gadis itu. Dengan nada semangat, Odo bertanya hal kurang ajar kepada gadis belia itu.

"Apa kamu tadi dig****ng sama Orc tadi!!?"

"Eh ...?" wajah Nanra terlihat bingung karena tidak mengerti maksud perkataan Odo.

[Catatan: itu walaupun terbaca, jangan dibaca. Walaupun paham, jangan dipahami]

Beberapa detik kemudian, Odo tersadar dan menyesali pertanyaan hina yang ia tanyakan pada gadis kecil itu. Walaupun dirinya sendiri masih belum genap sembilan tahun, tetapi pada dasarnya Odo secara mental sudah berumur hampir tiga puluh tahunan.

Sambil berjongkok dan berbalik dari Nanra, Odo memegang kepala dengan kedua tangan dan tenggelam dalam penyesalan atas kehinaannya.

"O-Odo ...?" panggil Nenra.

Odo bangun, kemudian berbalik melihat Nenra. "Ngomong-omong, kenapa kamu tadi ada di gua? Kamu sudah tahu kalau di dalam sana ada Monster, 'kan?" tanya Odo yang berniat mengganti suasana hati.

"A ... itu ...."

"Jangan-jangan, apa di dalam masih ada temanmu ya⸻"

"Bukan," potong Nenra. "Hanya saya yang dibawa mereka," lanjutnya dengan lirih.

"Terus kenapa kamu bisa dibawa para Monster itu?"

"I-Itu .... Saat saya mencari jamur di hutan, me-mereka tiba-tiba datang dan menyekapku. Saat sadar, saya ... sudah a-ada di dalam gua ...."

Penjelasan itu terdengar tidak meyakinkan. Tetapi saat melihat wajah gadis itu yang benar-benar ketakutan, Odo memilih untuk tidak mempertanyakan penjelasannya.

Anak laki-laki itu meregangkan tubuh, kemudian melihat ke arah langit dan mengamati pergerakan awan. Setelah mengetahui beberapa hal dari itu, Odo mengulurkan tangan kepada gadis itu.

"Nanra ..., aku antar pulang ya. Rasanya tidak enak membiarkanmu pulang sendiri, ya sekalian aku mau mampir ke kota."

Nenra sedikit terlihat bingung. Saat hendak meraih uluran tangan Odo, tiba-tiba anak laki-laki itu memasang ekspresi takut yang ditujukan kepadanya.

"Ke-Kenapa kamu gemetaran?" tanya Nenra.

"Eh, gemetar? Siapa ?"

"Odo ...."

Sesaat anak laki-laki itu melihat tangannya sendiri, dan memang tangannya itu gemetar penuh keringat dingin. Samar-samar Odo tahu penyebabnya itu adalah rasa trauma di kehidupan sebelumnya, rasa takut dengan seorang gadis berambut putih yang kebetulan ditemui.

"Ah, kejadiannya hampir mirip dengan situasi ini ya .... Rasa takut ini ... semoga gak ada kendaraan yang mengantarku ke peristirahatan terakhir seperti saat itu atau sebuah kam ... pak ...."

Odo tersadar, kalau di tempat itu ada sebuah kapak dan situasi saat ini memang benar-benar mirip dengan saat terakhir di kehidupan sebelumnya. Seorang gadis berambut putih yang kebetulan ditemui dan sebuah kapak, kedua hal itu benar-benar mengingatkannya akan trauma itu.

"Ka-Kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya kamu memang jangan dekat-dekat denganku."

Odo mengambil beberapa langkah mundur, dan Nenra terlihat bingung dengan tingkah anak laki-laki tersebut.

"Aneh ...."

"Be-Berisik ...."

Pada akhirnya Odo tidak tega membiarkan gadis yang baru ditemuinya itu pulang sendiri, dan mengantarnya pulang ke kota pesisir. Saat di perjalanan, Odo mengajukan beberapa pertanyaan kepada gadis itu.

Dari penjelasan Nenra, alasan Ia pergi sendirian mencari jamur di hutan adalah karena panti asuhan tempatnya tinggal kekurangan makanan sebab sebagian besar hasil laut dan panen ladang diambil untuk ekspedisi yang dilakukan Tuan Tanah, dengan kata lain ayah Odo sendiri. Karena harga bahan makanan naik, para anak di panti asuhan terpaksa harus berpuasa.

Nenra yang sudah tidak tahan terus berpuasa mengambil ini inisiatif untuk mencari jamur atau buah di hutan, tetapi nasibnya kurang baik dan disekap oleh para Orc. Kalau tidak ada Odo, mungkin nasib gadis itu akan berbeda.

===================================================

Catatan Tambahan [Finansial atau Keuangan]

Mata Uang [Rupl] Atas perjanjian keempat negeri, mata uang di daratan Michigan adalah satu jenis, berupa uang koin logam yang antara lain bernilai:

-Satu koin perunggu kecil= 5 Rupl

-Satu koin perunggu besar= 10 Rupl

-Satu koin perak kecil= 50 Rupl

-Satu koin perak besar = 100 Rupl

-Satu koin emas kecil= 500 Rupl

Satu koin emas besar= 1.000 Rupl

Selain koin emas, sistem barter juga masih berlaku. Bukan hanya itu saja, Kristal Sihir juga bisa digunakan sebagai alat tukar di beberapa tempat tertentu.

Catatan Tambahan [Tingkatan Bangsawan (Secara garis besar)]

-Duke= Gelar bangsawa tertinggi setelah Raja, memiliki kekusaan tertinggi dalam militer kerajaan setelah raja dan biasanya dimiliki oleh para anggota keluarga kerajaan. Ada juga tingkatan-tingkatan Duke seperti Arch Duke dan Grand Duke.

-Marquess= Gelar bangsawan di atas Earl atau Count, tetapi masih dibawah Duke. Dipercaya oleh raja untuk menjaga wilayah perbatasan, oleh karena itu tingkat kebangsawanannya lebih tinggi dari tingkat bangsawan lain yang bukan keluarga kerajaan.

-Count (pria)/ Countess (wanita)= Gelar bangsawan yang memiliki berbagai macam status. Bisa juga diartikan sebagai sekutu Raja atau keluarga kerajaan. Tingkatnya berada di bawah Raja, Duke, dan Marquess. Ada juga tingkatan lain seperti Viscount.

-Earl= hampir sama dengan Count, tetapi lebih mengarah kepada kepala suku/pemimpin kota.

-Baron= Gelar kebangsawanan yang bisa diturunkan secara keluarga (paling sering). Bisa dikatakan bangsawan kelas rendah. Tetapi, masih memiliki wewenang untuk memerintah desa atau tempat kecil.

-Knight/ ksatria= Bukan bangsawan, tetapi wibawa atau kelanya bisa digolongkan penting. Bisa dikatakan juga seorang militer karir (Bukan prajurit tetapi semacam kadet atau perwira).

Next chapter