webnovel

Rayen Aghalenta

Perjodohan yang tidak diduga mengharuskan dua insan yang tidak saling mencintai harus membentuk sebuah rumah tangga. Apa yang akan terjadi jika seorang lelaki berpenyakitan mental harus menikahi seorang gadis yang berpenyakitan mental juga? Rayen Aghalenta, nama yang saat ini terkenal tiga tahun berturut-turut di Sma lintang biru. Berkat ketampanannya, Rayen menjadi idaman para gadis di sekolah. Bukan hanya itu, sifatnya yang dingin membuatnya sangat terkesan di mata para gadis. Namun, siapa sangka pemilik wajah sempurna ini adalah seorang DARK TRIAD, kepribadian yang begitu berbahaya. Rayen yang seharusnya dijauhi malah didekari karena ketampanannya. Lalu, apa yang terjadi jika Rayen menikah dengan seorang gadis Immature Personality Disorder alias Childish? Dan bagaimana pula Clea menghadapi Rayen yang menyimpan penyakit jiwanya? Penasaran? Baca ceritanya di RAYEN AGHALENTA. Jangan lupa tetap support ya ....

Widhi_7581 · Urban
Not enough ratings
4 Chs

Perjodohan

PLAK!!

Sebuah tamparan melayang di wajah seorang lelaki muda dan meninggalkan bekas tangan di pipinya. Tak sedikit pun ia meringis, bahkan ia malah menatap sang pelaku dengan sangar, seolah menantang dan mengatakan tamparan itu hanyalah sebuah hal sepele.

Lelaki muda itu mundur beberapa langkah dari hadapan Ayahnya. Dengan senyum miring tanpa ada ketakutan terhadap pria paruh baya itu ia melangkah sambil memegang pipinya yang ditampar.

"Ini tidak berlaku kepadaku, Ayah. Sekuat dan sehebat apa pun Ayah menginginkan perjodohan ini. Aku tetap tidak mau! Aku tidak mau dijodohkan. Aku benci perempuan!" teriaknya menggema di seluruh ruang tamu ini.

Pria paruh baya yang berdiri dengan tangan gemetar, tangan yang baru saja menampar putranya itu menghela nafasnya sejenak. Ia mencoba meredekan amarahnya. Jujur saja, ia merasa bersalah telah menampar putranya itu.

"Rayen, Ayah mohon sama kamu. Dia adalah gadis yang baik, sayang. Ayah dan Ayah gadis itu sudah menjadi teman dekat di masa lalu. Meski dia harus kembali ke asalnya. Rayen, Ayah selalu melakukan apa yang kamu mau. Kali ini lakukan apa yang Ayah minta."

Lelaki yang dipanggil Rayen itu mengeraskan rahangnya. Tangannya juga ikut terkepal kuat melampiaskan emosinya di sana. Sungguh! Rasanya telinganya seperti terbakar mendengar perjodohan ini.

"Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau menikahi gadis itu! Ayah, aku masih ingin melakukan apa yang aku mau tanpa harus terikat sebuah tanggungjawab. Menikah bukanlah hal yang mudah. Maaf, aku tidak pernah bisa apa pun yang terjadi."

Dengan perasaan campur aduk Rayen beranjak meninggalkan Ayahnya. Ia tidak berbalik lagi. Langkahnya terus melaju hingga tubuh jangkung dan sempurna miliknya hilang dari hadapan pria paruh baya itu.

Ayolah, bagaimana lagi Garma harus membujuk putra tunggalnya itu untuk menerima perjodohan ini? Ini sudah ketiga kalinya ia meminta Rayen untuk menerima perjodohan ini, tapi berulangkali juga lelaki itu menolaknya.

Garma mendudukkan bokongnya di sofa yang ada di ruang tamu. Tangannya menopang dahinya yang berkerut. Ini membuat pikirannya semakin banyak saja. Padahal, ia sudah berjanji kepada sahabatnya itu akan menjodohkan Rayen kepada putrinya ketika keduanya sudah mau berumur 18 tahun. Kepala Garma rasanya ingin pecah saja memikirkan ini. Apa yang harus ia lakukan?

Rayen, dia tahu betul putranya itu. Keras kepala, kejam dan tidak berperasaan dan ia tahu juga Rayen tidak akan pernah mendapatkan jodoh dengan sikapnya yang seperti itu.

Mungkin ini semua adalah karma karena ia dulu mantan seorang mafia yang begitu kejam pada masanya. Kini, ia sudah pensiun dengan umur 50 tahun dan semua dosanya di masa lalu harus diturunkan kepada putranya, yaitu Rayen.

Dulu sikapnya begitu sama dengan Rayen. Begitu keras kepala dan hanya berpegang pada diri sendiri. Tidak berperasaan dan tak mau kalah. Rayen seolah duplikat dirinya di masa lalu.

Garma menyesal.

"Apa yang harus aku lakukan Neyra? Putra kita, dia semakin menjadi-jadi saja."

Kembali kepada Rayen. Pria tampan pemilik marga Aghalenta itu adalah seorang anak tunggal dari keluarga kaya. Sikapnya begitu acuh tak acuh. Dari kecil dia sudah dikenalkan dengan dunia gelap. Yah, semua ini memang salah Garma.

Rayen yang seharusnya hidup bergaul dengan teman sebayanya hanya dikurung di dalam rumah besar itu. Sendiri, mungkin Rayen sudah terbiasa akan hal itu. Itulah mengapa sikap Rayen begitu dingin dan keras kepala, sama seperti Garma.

Tujuan Rayen saat ini adalah rumah Anze. Dimana sebelumnya Rayen sudah menelfon Anze bahwa ia akan menginap di rumah lelaki itu untuk menenangkan pikirannya.

Rayen sungguh tak mengerti dengan Ayahnya. Bagaimana bisa dirinya dijodohkan diumur semuda ini? Bahkan, umurnya masih belum genap 18 tahun. Ia kecewa kepada Ayahnya. Untuk sementara ini ia tidak akan tinggal di rumah besar itu.

Ia tidak sanggup mendengar perjodohan-perjodohan yang tidak masuk akal itu. Sampai kapanpun ia tidak akan pernah menikahi gadis pilihan Ayahnya.

Tak lama Rayen tiba di rumah Anze. Beruntung saat itu Anze berada di luar rumah hendak keluar membeli cemilan karena Rayen akan menginap di rumahnya.

Anze bergegas menghampiri Rayen yang berhenti di depan rumahnya. Biasa, rumah orang kaya selalu dipagar. Jadi, Anze sendiri yang turun tangan membuka pagar rumahnya untuk Rayen.

"Bro! Tumben lo nginep di rumah gue," kata Anze sambil membuka pagar.

Rayen tak menggubris. Setelah pagar terbuka Rayen segera memasukkan motornya ke halaman rumah Anze. Lelaki itu turun dari motornya. Ia melihat Anze berlari ke arahnya dengan senyum yang sungguh dibencinya. Pasti lelaki itu akan menggodanya karena biasanya Anze tahu alasan kenapa Rayen tiba-tiba nginap di rumahnya.

Apalagi kalau bukan bertengkar kepada Bokapnya?

"Lo bertengkar lagi sama bokap lo?" tanya Anze dengan cengiran khas mengejek darinya.

Rayen mengangguk pelan, lalu meletakkan helm yang telah ia lepas dari kepalanya di kepala Anze. "Bawain ya. Gue capek mau tidur."

Anze membulatkan matanya memegang helm yang kini menutupi kepalanya. "Sialan emang lo ya! Gue tuan rumah di sini, tapi malah lo yang enak-enak."

"Jangan perhitungan sama teman sendiri," ujar Rayen sebelum lelaki itu benar-benar memasuki rumah besar itu.

Dengan mulut meracau tidak jelas, Anze menyusul Rayen ke dalam rumah. Ia tidak jadi deh membeli cemilan untuk si Rayen yang sok ngartis di rumah orang itu. Ia sudah kelampau kesal dengan sikap Rayen yang seenaknya.

Memang, Rayen tidak pernah sungkan terhadap Anze sahabat satu-satunya itu. Oh, tidak! Sebenarnya Rayen mempunyai satu sahabat lagi. Hanya saja lelaki itu tidak masuk daftar karena sibuk dengan koleksi perempuannya.

Because Rayen dan Anze yang minim nafsu terhadap perempuan tidak terlalu mempedulikan Gerald--teman yang juniornya pengen dicincang.

Namun bukan berarti Rayen dan Anze tidak normal. No, kalian salah besar. Sikap mereka memang dingin dan sulit terbuka. Mereka berdua masih aman kok. Tidak mencintai sesama jenis.

Anze meletakkan helm fullface itu di atas meja belajarnya. Lantas menatap Rayen yang sudah berbaring di kasur miliknya.

"Kenapa bertengkar?"

Rayen membuka matanya sebelah, lalu sedikit menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat Anze yang diam menunggunya berbicara. Setelahnya lelaki itu kembali menutup matanya.

"Gue mau dijodohin," ungkap Rayen.

"Apa?" Bola mata hazel milik Anze membulat sempurna. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru dikatakan oleh Rayen.

Dijodohkan? Sungguh?

"Lo dijodohkan sama cewek gitu maksudnya?"

"Gak! Gue dijodohkan sama nenek lampir," kesal Rayen. Temannya itu memang menyebalkan. Jelas-jelas ia laki-laki yang tentunya akan dijodohkan terhadap perempuan, malah masih nanya.

"Wah! Ini akan menjadi berita heboh sejagat raya. Tuan muda dari keluarga Aghalenta akan menikahi seorang perempuan cantik. Apalagi jika ini didengar sekolah kita. Pasti para gadis bakal kesurupan karena lo akan menikah." Anze geleng-geleng kepala. Tak menyangka bahwa sahabatnya yang terkenal super dingin itu terhadap perempuan akan menikah juga. Bahkan, diumur yang masih muda.

Rayen mengangkat sudut bibirnya menatap Anze yang sungguh menyebalkan. Bukan bokap bukan teman pasti mereka akan mendukung perjodohan yang jelas-jelas ia tidak suka.

Hello, ini bukan masa siti nurbaya yang mesti dijodoh-jodohin dulu. Gak, tetap saja Rayen si dingin super itu tidak akan pernah menikah. Birlah Rayen menjadi perjaka tua seumur hidupnya. Menurutnya, sendiri itu lebih mengasyikkan daripada berdua, tapi malah mencicipi luka.

"Gue gak mau."

"Hah?" Suara Rayen terlampau kecil membuat Anze yang pendengarannya memang tidak baik harus haha-haha dulu.

Rayen terdiam, memilih tak mengubris Anze. Daripada memikirkan hal itu, lebih baik ia tidur karena besok ia harus sekolah. Ini masih jam 5 sore dan Rayen akan tertidur sampai jam alarm pada handphonenya berbunyi pada pukul 7 pagi.

Kesal karena diacuhkan, Anze kembali meracau tidak jelas. Begitulah Rayen, senang sekali menaikan darah Anze. "Tidur lo sampai berbusa nih ranjang! Tidur! Jangan pedulikan gue!"

Rayen tetap terdiam.

"Anak anjing emang lo ya!"

"Untung, daripada lo anak babi." Rayen mempraktekkan suara babi membuat Anze yang sudah dilanda emosi makin emosi.

"Bangsat lo!"

"Ngajak baku hantam lo?" tanya Rayen. Lelaki itu sudah menatap Anze dengan tatapan mematikan. Seolah-olah siap memakan Anze hidup-hidup.

Takut. Anze menyengir kuda. "Ampun bos! Ampun. Silahkan lanjutkan tidur kucing."

Rayen berdecak, lalu lelaki itu kembali tertidur dengan mengesampingkan tubuhnya membelakangi Anze yang kembali meracau. Wajarlah, Zaman segini siapa yang tidak emosi jika dikacangin seperti itu.

Namun, lama memperhatikan punggung Rayen yang dugaan semata lelaki itu sudah menuju alam baka, ralat maksudnya alam mimpi. Akhirnya, kaki lelaki itu beranjak keluar dari kamar. Membiarkan Rayen menikmati hari hari buruknya, tapi tetap saja Anze merasa lucu jika sahabatnya itu beneran menikah nantinya.

Apa yang akan terjadi?

Sesaat setelah Anze keluar dari kamar. Rayen mengubah posisinya menjadi telentang. Kedua tangannya ia jadikan bantal. Ternyata, Rayen belum tidur. Bukan tidak mau tidur, tapi memang matanya yang tidak ingin tertidur. Entahlah, Rayen terus memikirkan hal itu.

Perjodohan?

"Arggh! Ayah benar-benar gila. Menjodohkanku diumur segini? Sial!"

"Sial! Sial! Sial!"

"Bagaimana caraku menghentikan perjodohan ini?"