webnovel

Ramadhan Emir dan Ibuk

Author: Mairoza
Fantasia
Ongoing · 24.9K Views
  • 7 Chs
    Content
  • ratings
  • N/A
    SUPPORT
Synopsis

Chapter 1Sirop Dari Emir

Hari ini adalah hari pertama Emir berpuasa, meskipun ia masih berusia 6 tahun. Tapi ia bersikeras ingin berpuasa. Hati ibu mana yang tega melihat putra kecilnya menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 12 jam. Kukuatkan hati ku dan menganggukkan kepala ketika Emir untuk kesekian kalinya merengek meminta puasa besok pagi. Abang boleh puasa dengan syarat kalau sudah tidak kuat harus segera berbuka, gak boleh ditahan-tahan, nanti Maag abang kambuh. 

Emir pun melompat kegirangan dengan persetujuanku, ia tak perduli lagi dengan berapapun syarat yang kuajukan, asalkan ia dapat berpuasa tahun ini. "Ibuk yang terbaik", kudengar bisikannya sambil memelukku. air mataku tak tertahan meleleh dipelupuk mataku. Segera kuhapus dan kupeluk erat anak kesayanganku satu-satunya.

Emir adalah anugerah terindah yang tuhan berikan padaku. Ia satu-satunya penyemangat hidupku. Semenjak kepergian Suami ku menghadap ilahi, Emir selalu ada untukku. Kepergian Syafta, Suamiku bagaikan Badai ditengah kemarau, memporak-porandakan hatiku. Disaat aku hampir tak punya harapan untuk melanjutkan hidup Emir hadir memberikanku semangat untuk menjalani kehidupan.

Enam tahun yang lalu, ketika aku tak punya lagi semangat untuk hidup dan memutuskan untuk menyusul suamiku, Emir hadir dengan suara tangisannya yang pilu. Tangisannya menyadarkanku untuk mendekapnya, memberikan kehangatan ditengah derasnya hujan. Orang tua mana yang tega membuang permata seindah ini. Dan akupun tersadar bahwa aku harus menyelamatkan permata ini, dan kini ia telah menjadi penyemangat dalam hidupku sejak saat itu.

"Ibuk, jangan lupa bangunin Emir Sahur ya. Ibuk sudah janji loh! Harus ditepati", sahut Emir. Perkataannya membangunkanku dari lamunan. "Eh, iya ... tapi nanti boboknya gak boleh kemaleman, supaya nanti bangun sahurnya cepat", jawabku. "Siap buk...", ia segera berlari kekamar dan bersiap-siap untuk tidur.

Sahur pertama Emir berjalan dengan lancar, ia pun memulai Puasanya dengan penuh semangat. Ketika terik matahari mulai berada diatas kepala, Emir mulai Goyah. "Buk, kok perut Emir bunyi-bunyi", tanya Emir. "Cacingnya lagi demo, biasanyakan Emir jam segini sudah teriak-teriak minta ambilin makan", sahutku. "Sabar ya cacing... Emir Lagi puasa, nanti mau magrib aja makannya", sambil mengelus-elus perutnya. "Abang, kalau udah gak kuat buka aja ya nak ya...", rayuku. "Enggak ah buk, tanggung... kalau Emir bobok pasti nanti cacingnya ikutan bobok dan lupa sama demo minta makannya", jawab Emir sambil nyengir. "Yaudah, tidur siang dulu, biar lupa sama laparnya". 

Sore harinya setelah bangun tidur, Emir berlari kedapur dan berteriak kegirangan, "Ibuk, sekarang udah jam berapa? Kita gak kepasar bedug beli takjil? Beli Sirop?", cecar Emir. "Iya nanti bentar lagi Emir Mandi dulu, nanti kita berangkat ke Pasar Bedug", sahutku. Sebelum kuselesaikan kata-kataku Emir sudah berlari ke kamar mandi dan dalam hitungan menit ia sudah rapi dan mulai menagih janjiku. "Ayuk buk, berangkat", teriak Emir.

Ketika sampai di pasar bedug, Emir celingak-celinguk... "Cari apa nak?", tanyaku. "Sirop buk", jawabnya. Emir mau beli Sirop?", "Iya...". Lalu akupun mulai ikut-ikutan Emir celingak-celinguk mencari Sirop dan akhirnya sampailah kami di sebuah toko kelontong. "Ada siropnya bu?", tanyaku pada penjualnya. "Ada, mau yang rasa Apa?", tanya sipenjual. "Emir mau yang rasa apa?", tanyaku. "Merah buk", jawabnya. "Yang itu dua ya bu", sambil menunjuk 2 botol sirup. 

Setelah selesai membeli 2 botol sirup dan takjil, kamipun kembali pulang kerumah. Sesampainya Emir dirumah, ia langsung menyambar sebotol sirup yang kami beli dan berlari, "Siropnya buat Emir satu ya buk", sahutnya. "Emir, mau kemana?", tanyaku. Ia tak berpaling, hatiku cemas takut ia terjatuh sehingga ku ikuti kemana ia pergi.

Kulihat Emir berlari menuju sebuah rumah kumuh dan reyot, Rumah itu adalah rumah seorang Nenek yang hidupnya sebatang kara. Hatiku berdetak, Anakku Emir begitu lembut hatinya. Ia berikan sirup yang kami beli tadi kepada Nenek itu. sayup-sayup kudengar ia berkata, "Nek, hari ini Puasa pertama Emir. Emir mau kasih Sirop ini buat Nenek. Nenek yang kuat puasanya ya". "Makasih, cu", jawab si nenek.

Aku segera berlari, kerumah dan berpura-pura tidak tau kemana Emir pergi. "Emir dari mana, lho sirupnya mana?", tanyaku. "Ibuk jangan marah ya, Sirop yang kita beli tadi Emir kasih ke Nenek yang tinggal di ujung sana, waktu itu nenek itu pernah bilang dia ingin sekali minum sirop dihari pertama berbuka puasa", jawab Emir sedikit ketakutan.

Aku tak kuasa menahan kepolosan dan ketulusan Emir, rasa haru ku membuncah dan kupeluk dia sambil berkata, "Mulai besok setiap kita beli Takjil, jangan lupa belikan juga untuk nenek itu juga ya...". "he'eh, Makasih Ibuk", dan Emir memelukku dengan erat sore itu. Saling berbagi itu takkan mengurangi rezeki kita, insyaallah Allah akan membalas berkali-kali lipat bagi siapa saja yang suka bersedekah.

You May Also Like

UnHuman

Sinopsis : Ini adalah masa dari awal kekacauan yang sesungguhnya. Waktu di mana semuanya perlahan-lahan hancur, dan memasuki masa paling kelam dalam sejarah umat manusia. Dunia di mana adanya entitas makhluk selain manusia berkumpul. Pada awalnya manusia tidak menyadari keberadaan mereka, namun kini mereka sudah menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Ini adalah dunia di mana keberadaan para makhluk mengerikan hidup secara terpisah dari mereka. Entitas yang memiliki kekuatan mengendalikan kekuasaan atas dimensinya. Mereka sang penguasa yang mengatur pantas atau tidaknya suatu esensi harus bertahan, atau dimusnahkan. Kisah kemudian bermulai ketika seorang pemuda terbangun tanpa bisa mengingat identitas dirinya sendiri. Kenyataan pahit harus diterima pemuda itu ketika mengetahui dunia kini sedang mengalami kehancuran massal akibat dari peperangan antar ras yang berlangsung lama. Umat manusia kini harus berjuang mempertahankan diri mereka terhadap ras baru yang disebut, Unhuman. Suatu entitas hasil dari ciptaan seorang penguasa. Masa depan yang kelam tengah menanti seluruh ras. Manusia maupun bukan manusia tidak lagi memiliki kepercayaan antar sesama. Konflik, perebutan kekuasan, dan genosida diberlakukan. Bagaimanakah nasib dunia ini selanjutnya? Genre : Fantasy, Action, Horror, Supernatural, Superpower, Shounen. Note : Cerita banyak mengandung kekerasan, darah, dan kata-kata kasar. -- Harap bijak dalam membaca cerita saya. Jikalau ada kesalahan kata dan suatu kalimat yang menyinggung suatu pihak, ini murni ketidaksengajaan --

AnggaraSensei · Fantasy
4.9
180 Chs

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantasy
Not enough ratings
89 Chs

ratings

  • Overall Rate
  • Writing Quality
  • Updating Stability
  • Story Development
  • Character Design
  • world background
Reviews
WoW! You would be the first reviewer if you leave your reviews right now!

SUPPORT