webnovel

Raja Dan Ratu

Raja dan Ratu, bagaikan senyawa yang tak mungkin bersatu apalagi menyatu. Meskipun sering dipasangkan sebagai Romeo and Juliet di kampus, mereka memiliki ikatan yang bernama dendam. Ya, bagai minyak dan air keduanya sangat mustahil untuk akur. Tapi karena selalu terjebak oleh semesta, lama-lama rasa suka tumbuh di antara mereka. Akankah Ratu akan berkata dan mengawalinya, atau malahan Raja lah yang akan membuat Ratu mau menerimanya?

Nona_kepiting · Teen
Not enough ratings
214 Chs

Deketin Mertua Dulu

Setelah memastikan penampilannya rapi, Raja kembali merapatkan jaket dan memasukkan dompet ke waistbagnya. Aurora yang kebetulan sedang nonton TV terheran-heran dengan kepergian abangnya.

"Mau ke mana?"

"Hemm, ke rumah Ratu, mau belikan makanan plus obat. Kenapa?"

Hanya Aurora yang bertanya karena orang tua mereka memang super sibuk sekali, hanya beberapa kali pulang dalam sebulan.

"Oke. Nitip salam, cepat sembuh kakak ipar."

"Siap, jaga rumah."

Itu mah jelas, Aurora bukan gadis bandel yang memanfaatkan sepinya rumah, ia lebih memilih berdiam diri menikmati cemilan kesukaannya daripada jalan-jalan ke mall ataupun shopping.

Raja sudah masuk ke mobilnya, melajukan dengan tenang dan berharap tidak mendapat penolakan. Apalagi mungkin jam-jam segini mama Ratu sedang berada di rumah karena Jakarta sedang hujan deras.

Ia mampir sebentar ke rumah makan, memesan makanan dan minta dibungkuskan, lanjut ke apotik. Berpacaran dengan Ratu hampir 4 bulan dan membuat Raja paham kalau gadis itu membutuhkan obat apa saja. Namanya aja mantan terindah. Pedekatenya lama sih, cuma gak awet saat pacaran.

Setelah menepi di depan rumah, Raja mengambil payung. Kebetulan Anggita sedang ngeteh santai di depan rumah, terkejut dengan datangnya seorang anak laki-laki berlari ke arah rumahnya.

"Pagi, Tante."

"Pagi, ya ampun sini masuk. Hujan deras gitu."

Menurut, ini memang weekend dan Ratu tak jadi keluar karena demamnya makin menjadi-jadi. Hanya membaca novel ringan dan tiduran di kamar berhari-hari.

"Maaf saya datang dalam keadaan basah begini, Ratunya ada?"

"Temannya Ratu?" Anggita menilai Raja, lumayan tampan juga. Bahkan menurutnya Raja sangat tampan, tipe Ratu tinggi juga.

"Ah, silakan duduk. Tante buatkan minum, Ratu lagi di kamarnya. Tadi habis minum obat langsung tidur kayaknya."

Mengangguk, Raja pun duduk dengan tenang. Mengedarkan pandangan pada rumah sederhana yang lumayan menarik perhatiannya. Ada mobil yang sepertinya lumayan lama usianya, mobil antik yang ditaksir harganya ratusan juta.

Anggita kembali ke depan, menyiapkan teh hangat. Kebetulan masih ada kue yang dibawanya semalam dari toko.

"Ini kue buatan Tante, tante ada toko kue kalau ingin mampir. Namanya siapa, belum kenalan sama Tante."

Ah, sampai lupa diri memperkenalkan diri. Raja menaruh bungkusannya, bersikap santun dan membungkuk. "Raja Angkasa, Tan. Panggil Raja aja, ini ada makanan untuk Ratu sama obat. Kemarin saya yang mengantarkan Ratu pulang."

"Wah, sampai repot-repot begini. Terima kasih ya, Ratu memang mudah banget demam kalau musim hujan. Sebentar, Tante panggilkan dulu."

Anggita kembali masuk, mengetuk kamar anaknya. Beruntung tidak dikunci, pelan-pelan sekali membangunkan Ratu. Syukurnya demam Ratu tidak sepanas kemarin, ini sudah 3 hari Ratu hanya beristirahat di kamar. Tidak sekolah dan tidak melakukan pekerjaan apa-apa.

"Sayang, ada teman kamu. Namanya Raja, cie.. Mama baru tahu kamu ada teman cowok, ganteng pula."

Raja. Mendengar nama itu kepala Ratu seakan berat untuk berpikir. Kenapa pula mantannya itu datang lagi, maunya apa sih?

"Dari kapan?"

"Hmm, mungkin 10 menit yang lalu. Kamu temuin gih, kasihan tahu hujan-hujan begini. Suruh masuk gak apa-apa, Mama gak bakalan ganggu. Mama mau masak aja."

Dih, maksudnya apa coba. Ratu menyambar sweater rajutnya, tidak peduli dengan rambut yang acak-acakan.

"Hai, Ratu." sapa Raja.

Ratu menghempaskan tubuhnya, enggan melihat ke arah mantan yang akhir-akhir ini sok perhatian. Dan percuma juga, muka badak Raja mana paham kalau Ratu sangat tak nyaman cowok itu ada di sekitarnya.

"Dapat salam dari Aurora, cepat sembuh. Kemarin kamu gak balas chat aku, makanya aku cemas."

"Kenapa cemasin gue? Kan kita gak ada hubungan apa-apa."

"Ya aku berharap kita bisa baikan, minimal jadi teman lah. Gak muluk-muluk, aku gak ada niat buruk sama sekali denganmu, Ratu.. Gak inget ya dulu aku pernah hampir babak belum sama kakak sepupumu, Noah? Jadi, kalau mau nyakitin kamu lagi kayaknya aku harus mikir-mikir deh," tutur Raja.

Ah, itu mah hanya pembelaan saja. Ratu tahu Noah memang tak tahan adiknya diselingkuhi, unyu-unyu gini diduain. Padahal bukan begitu faktanya, mereka salah paham dan sampai sekarang Raja bingung bagaimana caranya membela dirinya sendiri. Biar Tuhan dan waktu yang akan menjelaskan nantinya.

"Intinya, gue gak mau dekat-dekat sama tukang bohong. Lu paham kan?"

Raja mengangguk, dengan santainya mulut Raja mulai mengunyah kue yang dihidangkan oleh mamanya Ratu. Kan mubadzir dianggurin.

Ternyata sesuai tampilannya, enak dan lembut. Jadi pengen bungkus, tapi malu mau ngomong. Kan lumayan dapat gratisan.

"Kasih aku waktu dong buat balas kebaikan kamu dulu, Ratu. Sampai hari ini cuma sikap kamu yang selalu bikin aku kepikiran."

"Gue ikhlas, gak usah dibalas. Lagian, malas ada urusan lagi dengan lu. Ada baaaaanyak banget hal di kepala gue yang mesti gue selesaiin, dan lu bukan termasuk di dalamnya."

Duh, sakit tapi tak berdarah. Saat kita menganggap seseorang prioritas, dan kita hanya dianggap sebatas. Tak apa, tak harus dihargai sekarang. Mungkin suatu saat nanti, intinya maju terus pantang mundur. Bukan Raja dong namanya kalau gini aja nyerah.

"Anw, kuenya enak. Tante Anggita pasti waktu muda suka banget bikinin kue papa kamu, enak ya punya istri yang bisa bikin kue. Kamu bisa gak?"

"Bukan urusan lu kan gue bisa atau enggak, lagian gue juga gak mau buatin kue buat lu."

Itu mulut kenapa pedes banget kayak bon cabe sih, Neng. Untung sayang! Baiklah, hujan lumayan reda. Mendingan Raja pulang saja, sekalian pamit.

"Tadi aku belikan obat sama makanan, siapa tahu kamu kelaperan. Ternyata sampai sini aku yang kelaperan. Gak disuruh buat makan nih calon suaminya?"

"Lu tuh kenapa sih? Heran deh!"

Bersamaan dengan kesalnya Ratu yang udah mencapai ubun-ubun, mamanya keluar dan menyuruh Raja makan bersama. Habis hujan memang enaknya makan-makan kan? Apalagi Raja memang sangat jarang makan di rumah kecuali dipaksa Aurora.

"Kayaknya mama kamu suka sama aku deh," bisik Raja.

Sungguh! Ingin sekali ia menendang kaki Raja, cerewet banget jadi cowok. Perasaan dulu saat SMA Raja gak seheboh ini cuma urusan makan. Bodo amat, laper butuh asupan. Berhadapan dengan mantan harus punya tenaga yang cukup bukan?

Sendok dan garpu saling bersahutan, sesekali Anggita tersenyum melihat Raja yang kadang menunjukkan perhatian kecilnya seperti mengambilkan minum, menuangkan air untuk Ratu. So sweet banget sih mereka.

Jarang-jarang memang Raja makan di meja makan, rumahnya memang luas, makanan apa saja yang ingin ia makan bisa didapatkan dengan mudah. Hanya saja terlalu sepi, mungkin kalau tidak ada Aurora Raja malas untuk pulang ke rumah, main sepuasnya dengan teman-teman nongkrongnya.

"Masakan Tante juara! Saya jarang banget habis kalau makan, ini nambah dua kali, nagih soalnya."

"Bilang aja nyari yang gratisan." cibir Ratu.

Anggita tersenyum melihat mereka yang tak akur tapi tetap romantis. "Terima kasih, Raja. Kamu boleh main kapan aja, nanti Tante masakin yang lebih banyak dari ini."

"Siaaaaap, Tante! Dengan senang hati."