Suara menggelegar milik Arganta tidak sekalipun menggentarkan Aditya. "Melakukan apa yang Paman maksud? Saya selalu melakukan banyak hal ."Jawab Aditya dengan tenang. Arganta meradang, dalam hati sebenarnya ia agak segan dengan Aditya, ia merasa bahwa dirinya suatu saat akan kalah dengan Aditya. Arganta merasa melihat dirinya waktu masih muda pada diri Aditya, tetapi dengan ambisi dan kecerdikan yang melebihi dirinya. "Awas kau Aditya, aku masih punya satu kartu yang akan membuatmu bungkam, jangan sampai aku membuka kartu terakhirku itu. Atau kau akan menyesal!" pikir Arganta sambil tersenyum sinis. "Jangan pura-pura tidak tahu Aditya. Kami semua sudah tahu disini kalau kau menjalin hubungan dengan seorang perawat di klinik mu itu!" seru Arganta sambil menunjuk saudara-saudaranya meminta konfirmasi. "Ya Aditya, saya juga mendengar dari Ibumu sendiri. Gadis itu, Raissa? Dia hanya rakyat jelata Dit!" kata Maya. "Memangnya kita bukan Rakyat jelata? sejak kapan kita jadi berdarah biru? Sebentar saya ingat-ingat silsilah leluhur, sepertinya Kakek dan Nenek dulu hanya pedagang biasa, kalau dari cerita kakek, orangtuanya juga biasa saja, walaupun berasal dari tanah Jawa, tetapi bukan dari keraton, Abdi dalam saja bukan.. murni rakyat jelata!" kata Aditya mengingatkan asal-usul mereka. "Jaga mulutmu Aditya, jangan menghina leluhur kita!" kata Arganta. "Saya tidak menghina Paman, saya cuma mengatakan leluhur kita juga rakyat jelata, tidak ada yang punya status darah biru!" kata Aditya. "Paman mengerti maksudmu Aditya, maksud bibi Maya adalah Bibit, bobot, bebet pasanganmu itu? sudah kau periksa?" tanya Daryanta berusaha menengahi. Ia tidak ingin Aditya bernasib sama seperti Alex. Waktu kasus Alex, Daryanta tidak dapat berbuat apa-apa karena Alex adalah anak dari Arganta sendiri, kali ini Daryanta bertekad akan melindungi Aditya karena Ayahnya sudah tiada, lagipula selama ini Aditya telah membantu keuangan perusahannya, ia berhutang banyak pada Aditya. "Nah itu dia Dit, maksud bibi juga seperti itu? Anak siapa dia?" kata Maya. Aditya tersenyum pda Daryanta dan Maya. "Saya mengerti Paman, Bibi, saya sudah bertemu dengan orangtua Raissa, keluarganya adalah orang baik-baik, berakhlak, tidak mudah disuap dan berpendirian teguh. Mereka akan mengatakan kalau benar itu benar dan salah itu salah. Bibit yang bagus bukan? Raissa sendiri berpendidikan tinggi, ia mengambil jurusan perawat bukan hanya akademi, tetapi sudah menyelesaikan sarjananya, orangnya rajin, baik hati, pintar bergaul, ramah. Untuk Bebet, dia cukup mapan, tidak ada saya pun saya yakin Raissa bisa hidup. Tetapi selama ada saya , dia tidak perlu khawatir kekurangan." kata Aditya. "Naif sekali kamu Dit! Apa gunanya akhlak? apa gunanya pendidikan tinggi kalau nantinya tidak dipakai? apa gunanya kebaikan, rajin? mengaku saja kamu hanya ingin kecantikannya. Tetapi sebentar lagi juga kecantikan wanita itu pudar Dit!" kata Dewi mencoba mengambil peran ibu yang menasehati anaknya di depan dewan. "Pudar seperti kecantikan ibu maksudnya?" sentil Aditya. Dewi langsung menutup mulutnya dan memicingkan matanya marah. "Beraninya Aditya! ini anak siapa sih? tidak pernah memihak pada ibunya!" pikir Dewi. "Maksudnya kecantikan itu tidak ada yang abadi Dit!" kata Daryanta. "Memang paman, karena itu kita harus pintar memilih pasangan, jangan sampai kita dikecewakan dikemudian hari karena pasangan kita tidak setia." kata Aditya sambil kembali melirik Arganta dan Dewi. Keduanya mendelik marah padanya. "Tapi dari dulu kita terikat dengan keluarga Dit, keluarga harus didahulukan. Makanya aku menjual hampir separuh sahamku padamu ketika aku hampir bangkrut kemarin, karena kau adalah keluarga, apapun yang terjadi harta tersebut masih milik keluargaku." kata Wisnu Bhagaskara, paman ketiga Aditya. Ia jarang bicara, tapi tahun lalu ia mendatangi Aditya dan menjual saham perusahaanya pada Aditya dan saat ini perusahaan yang hampir bangkrut tersebut sudah bangkit dan berjaya kembali. "Kau menjual saham kamu pada Aditya?" tanya Arganta kaget. "Mas tidak mau membelinya, lalu pada siapa lagi aku meminta bantuan, kalau kujual pada orang lain maka kekayaan kita akan berkurang. Keluarga yang terpenting!" kata Wisnu bersikeras. "Ya! keluarga yang terpenting! Dengar itu Aditya!! Kau tidak boleh berhubungan lagi dengan Raissa!! Aku akan mencarikan calon yang pas untukmu! yang dapat memberikan keuntungan untuk keluarga kita!" kata Arganta memberikan ultimatum pada Aditya. "Maaf paman saya tidak mau!" kata Aditya masih dengan tenang. "Kau harus menurut! kau tidak bisa melawan dewan, kami pemilik saham terbanyak. Kalau kau tidak mau dicoret dari pewaris seperti Alex, kau harus mengikuti kami!" seru Arganta dengan marah. Daryanta langsung merasa lemas, kejadian yang sama akan terulang pada Aditya dan dia tidak dapat berbuat apa-apa. Dia merasa Arganta ini sudah semena-mena, tetapi apa dayanya? Tiba-tiba Daryanta menyadari sesuatu. "Ehmm.. mas.. sepertinya ada yang salah?" kata Daryanta. "Apa maksudmu?" seru Arganta. "Ya, ada yang salah,.. kita tidak dapat memaksa Aditya, hanya karena kita pemegang saham terbesar, nyatanya bukan kita pemegang saham terbesar." kata Daryanta. Aditya hanya tersenyum kecil. Sedangkan Arganta mulai bingung. "Apa maksudmu! bicara jangan berbelit-belit!!" bentak Arganta. "Baiklah, yang menjual saham perusahaan mereka pada Aditya dalam dua tahun terakhir ini tolong angkat tangan, dan katakan berapa banyak yang kalian jual?" tanya Daryanta. Yang lain saling berpandangan. "Baiklah aku yang akan mulai, dua tahun lalu aku menjual setengah saham perusahaan ku pada Aditya." kata Daryanta. "Yah, barusan juga sudah kubilang, aku menjual 45 persen saham perusahaan ku pada Aditya. " kata Wisnu. "Ehm, saya juga, menjual 50 persen." kata Maya. "Apa-apaan kalian ini? kenapa kalian menjual sebesar itu?" kata Arganta. "Resesi yang terjadi membuat kami tidak mempunyai pilihan, Aditya satu-satunya pilihan ketika mas menolak kami." kata Lastri, bibi kedua Aditya.Ia anak kedua terakhir dan sering sakit-sakitan. "Berapa yang kau jual?" tanya Arganta dengan jantung berdebar-debar dan keringat dingin. "ehmm.. 80 persen.." kata Lastri. "apa?!" seru Arganta. "Aku memerlukannya untuk pengobatan, lagipula Aditya membuat sahamku semakin naik sehingga keuntunganku besar, hanya 20 persen saham pun aku mampu membiayai pengobatanku!" kata Lastri. "Berarti Aditya hampir menyaingi saham Mas Arganta?" tanya Daryanti. "Tidak, aku menjual sahamku 10 persen pada Stefan bulan lalu, dan beberapa tahun lalu pada Aleisha 15 persen karena ia ingin belajar beberapa tahun lalu." kata Arganta terduduk. "Kalau begitu.. terjadi pergeseran ketua.. Aditya yang seharusnya duduk Menjadi ketua dewan direksi." kata Wisnu pelan. "Dan kita tidak bisa menyuruhnya mengikuti kita seenaknya lagi!" kata Daryanta tersenyum. Amarah Dewi menggelegak. "Tidak bisa, kau tidak boleh bersama Raissa. Kau harus menghormati paman bibimu karena kami adalah orangtuamu. " kata Dewi. Merasa Arganta sudah tidak ketua lagi, Wisnu mulai berani bicara. "Kurasa kalau Raissa ini anaknya baik, sebaiknya biarkan saja mereka bersatu. Lihat akibat karena kita memilihkan jodoh anak-anak kita. Selain resesi, aku harus menjual sahamku pada Aditya untuk membantu anakku mengurus perceraiannya!" Wisnu akhirnya mengeluarkan unek-uneknya. "Benar, hanya Stefan dan Karina yang pernikahannya berhasil, aku sendiri sudah lama bercerai dengan mantan suamiku." kata Maya merenungi kisah cintanya yang buruk dan saat ini pernikahan anaknya pun seperti dalam masalah, entah sampai kapan mereka dapat bertahan. Andai mereka tidak dibutakan dengan uang mungkin hidup mereka sudah jauh lebih bahagia. Daryanta tersenyum, secercah harapan baru muncul. "Saya juga setuju bila memang kalian sudah cocok. Kalau begitu seharusnya Alex tidak dicabut hak warisnya. Bagaimana Mas?" pinta Daryanta. "Alex itu anakku! aku yang berhak menentukan nasibnya! Dia tetap bukan ahli warisku!!" seru Arganta. "Mas, tega-teganya kamu dengan anakmu sendiri!!" seru Lydia. "Diam Lydia, anak itu terlalu dimanjakan olehmu, dia harus diberi pelajaran" kata Arganta. "Ya terserah paman kalau Alex tidak diberi warisan dari Paman, tetapi sebagai pemegang saham tertinggi, dan kurasa ketua dewan direksi yang baru, Alex tetaplah bagian dari keluarga Bhagaskara. Ia berhak mendapat tunjangan keluarga Bhagaskara. " kata Aditya. Semua paman dan bibinya mengangguk dan menyetujui ucapan Aditya. Kecuali Arganta. Ia sudah kalah, ia sangat marah. "Aku akan mengeluarkan kartu terakhirku! walaupun mungkin akan membuatku kehilangan dukungan keuangan dari keluarga Lydia!" pikir Arganta. Arganta tertawa keras, mengagetkan semua yang ada di ruangan tersebut. "Hebat Aditya.. hebat sekali.. ternyata kamu memiliki bakat bisnis yang hebat." kata Arganta sambil bertepuk tangan. "Memang buah tidak jatuh jauh dari pohonnya." kata Arganta lagi. Dewi memucat. "Apa maksudmu mas?" tanya Lydia yang selalu mencurigai suaminya itu main belakang dengan wanita lain tetapi tidak pernah bisa membuktikannya. "Kau mirip sekali denganku waktu masih muda, memang fisikmu kebanyakan menurun dari ibumu, tetapi naluri bisnismu, itu seratus persen dariku." kata Arganta tenang. Lydia memekik kaget. Aleisha langsung menghampiri dan memeluk ibunya. Daryanta langsung berdiri. "Teganya kau mas!" serunya marah. "Saat itu mas Dipta masih hidup!!" seru Wisnu. "Kau perempuan menjijikan Dewi!!" seru Maya. Lastri hanya menutup mulutnya dengan tangan. Karina Shock berat, Stefan memeluknya sambil mengusap-usap punggung istrinya. Sepupu-sepupunya yang lain bergerak-gerak gelisah seakan tidak tahu harus berbuat apa. Hanya Aditya yang masih tetap duduk tenang tidak terpancing. "Kau masih tidak mengerti Aditya? aku AYAHMU!!KAU ADALAH ANAKKU!!"