webnovel

Kalut

"Bagaimana kejadiannya?" tanya Peni sambil bersimbah air mata. "Liza pulang terlambat karena dr. Vita banyak pasien,.. setelah itu Liza pamit pulang, dan aku sedang beres-beres kerjaan ditemani dr. Aldi dan mas Bram yang menunggu macet reda sebelum pulang, tiba-tiba seorang satpam membuka pintu diikuti dengan satpam lainnya yang membawa... hiks..hiks..." tangis Raissa kembali berderai. "Pak Satpam bilang, mereka mendengar teriakan minta tolong Liza, tetapi ketika mereka sampai, mereka hanya menemukan Liza dengan beberapa luka tusuk, sedang pelakunya kabur!! Mereka bahkan tidak melihat siapa pelakunya!!! kata satpam, beberapa orang satpam sedang mengejarnya, apakah sudah ada berita? tertangkap tidak?" kata mas Bram melanjutkan cerita Raissa karena Raissa tidak kuat menceritakannya. "Belum tertangkap, saat ini satpam gedung sedang bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk mencari pelakunya." kali ini Aditya yang berbicara. Raissa tiba-tiba tersentak dan berteriak, "Topi biru!!"

Peni dan Asya berpandangan, "jangan asal menuduh Sa, kita harus punya bukti yang kuat." kata Asya.

"Liza yang bilang sendiri padaku Sya, topi biru katanya! dr. Deasy dan Mas Bram juga dengar kan?" tanya Raissa, diiringi anggukan Bram. Raissa merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya, menyalakannya lalu mencari foto si topi biru di ponselnya. "Ini dia, memang tidak terlalu jelas, tetapi mungkin bisa membantu Polisi menemukan pelakunya." kata Raissa. Aditya mengambil ponsel Raissa, "gambarnya agak buram, tapi mungkin polisi punya cara untuk membuat gambar ini lebih jelas." kata Aditya sambil menunjukan gambar tersebut pada mas Bram yang mendekatkan dirinya pada Aditya. "Sepertinya saya pernah lihat orang ini ada dibawah jembatan." kata Bram. "Nah itu dia mas, Liza juga bilang begitu, makanya saya penasaran beberapa hari ini mencoba melacak si topi biru. Ini foto saya ambil kemarin malam." kata Raissa. Aditya kembali menelepon sebentar dan menutupnya. "Polisi masih di gedung, Raissa sebaiknya kau ikut denganku untuk berbicara dengan detektif dari kepolisian, saat ini mereka sedang bicara dengan dr. Deasy." kata Aditya sambil mengulurkan tangan ke arah Raissa. Raissa ragu, ia ingin tetap mendampingi Liza. Ia menatap Asya dan Peni. " Pergilah, kami akan menunggu kabar disini." kata Asya. "Sebentar lagi keluarga Liza pasti sampai. jangan khawatir Sa!" kata Peni. "Aku juga akan menunggu disini Sa." kata Bram penuh tekad. Raissa mengangguk lalu menyambut uluran tangan Aditya. "Kabari kami ya?" kata Raissa lalu berlalu bersama Aditya.

Peni, Asya dan Bram tetap menunggu di ruang tunggu kamar Operasi.

"Menurutmu, apakah si topi biru sudah melakukan sesuatu pada Liza?" tanya Peni pada Asya dan Bram. "Maksudmu?? Diperkosa? Aduuhh, semoga tidak! apaan sih Peni kamu tuh mikirnya aneh deh, orang lagi kondisi begini!" kata Asya. "Ya wajar kan Sya, Liza kan bukan wanita yang suka memakai perhiasan lalu memamerkan apa yang dia pakai seperti etalase toko mas berjalan, sepertinya ini bukan perampokan. Walaupun Liza termasuk cantik dan montok, tapi gaya berpakaiannya biasa saja, tidak memamerkan apa-apa, pasti Topi biru sudah beberapa hari ini mengincar Liza, baru kesampaian malam ini saja!" kata Peni membela diri. Asya yang berharap kejadiannya tidak seperti itu hanya bisa menatap Bram meminta penjelasan. "Hmm, semoga tidak, tapi tidak bisa dipastikan apa yang telah dilakukan si bangsat itu. Celana jeans Liza masih pada tempatnya, tetapi baju atasannya sudah koyak duluan dan bukan koyak oleh tusukan pisau. " kata Bram sambil mengepalkan tangan ingin menghajar si tersangka. "Kalau ketemu orangnya akan kuhajar habis!!!Lihat Saja!!" kata Bram lalu memukulkan kepalan tangannya ke tembok. Peni dan Asya sampai kaget dan terloncat di kursinya. "Sabar mas.. sabar.. kita lihat kondisi Liza dulu yaa.. pasti dia akan trauma sekali." kata Asya. "Iya Mas, kita serahkan pada polisi yaa, jangan main hakim sendiri!" kata Peni berusaha menenangkan Bram. Bram hanya terduduk sambil mengepalkan tangan, berusaha menahan emosi. Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka, Peni, Asya dan Bram langsung berdiri, tetapi yang keluar hanya dr. Alex. "Dok, bagaimana dok, operasinya masih berjalan?" tanya Bram cemas. "Ya, masih berjalan, luka tusukannya cukup serius karena mengenai jantung, paru-paru dan beberapa organ dalam lain seperti hati dan ususnya. total luka tusukannya ada 9. Hhh.. entah apa yang dipikirkan pelakunya sampai menusuk Liza sembilan kali seperti itu." kata Alex sambil menghempaskan dirinya di bangku ruang tunggu. Asya,Peni dan Bram memucat. Saat itu terdengar suara gaduh. Lalu muncul Ayah, Ibu dan adik-adiknya Liza. Orangtuanya Liza tampak cemas dan bingung, sedangkan adik-adiknya Liza, berlarian kesana kemari. "Itu semua adiknya Liza? mereka berapa bersaudara sih? 1..2..3..4.....9!! semuanya sembilan Sya!!" bisik Peni. "Shhhh.. Peniiii!!" hardik Asya sambil menurunkan jemari Peni yang tengah menghitung adik-adik Liza. "Aku akan berbicara dengan orangtua Liza." kata Alex. "Saya temani dok!" kata Bram. dan mereka berdua pun menuju orangtua Liza. Tak lama kemudian, Ibu Liza menangis dan terduduk dilantai, Ayah dan Adik Liza yang tertua langsung membantu memapah ibunya ke tempat duduk. Adik-adiknya yang lain yang masih lebih kecil dan tadinya sibuk berlari kesana kemari langsung terdiam melihat ibu mereka menangis tersedu-sedu dan saling merapat bingung dan ketakutan. Asya dan Peni menghampiri mereka dan sebisa mungkin menenangkan mereka agar tidak menganggu orangtuanya. Tak lama kemudian 7 orang anak kecil duduk berjejer manis di ruang tunggu, sedangkan 2 orang lagi yang ternyata sudah duduk di bangku SMA turut mendengarkan penjelasan dr. Alex bersama orangtuanya.

Sementara itu Raissa bersama Aditya dalam perjalanan menuju klinik Bhagaskara Medika.

"Kamu tak apa-apa Sa?"tanya Aditya melirik Raissa yang pandangan matanya terlihat melamun. "Ya pak, tidak apa-apa. Hanya merasa seharusnya saya bisa melakukan sesuatu untuk mencegah kejadian ini terjadi. " kata Raissa sambil mendesah. "Pengalamanku, kalau memang sudah harus terjadi ya terjadilah. Tapi aku mengerti maksudmu, kita hanya bisa mencegah supaya kejadian ini tidak terulang kembali." kata Aditya. "Iya Pak." kata Raissa. "Kamu ada baju ganti?"tanya Aditya sambil menunjuk bajunya yang terkenal cipratan darah Liza. "Ada pak." kata Raissa pendek. Aditya melajukan mobilnya sambil terdiam. Tak lama kemudian mereka tiba di klinik. Mereka bergegas masuk dimana seorang detektif dari Bareskrim sudah menunggu.

"Selamat malam, saya Briptu Agus Pratama, dari Bareskrim Polres Tebet. Maaf saya tidak bisa ke RS karena masih memimpin pencarian di daerah ini." kata Briptu Agus sambil menyalami Aditya dan Raissa bergantian. Briptu Agus agak lama menyalami Raissa, hingga akhirnya Aditya berdeham baru Briptu Agus melepaskan genggaman tangannya. Raissa menarik tangannya kembali. "Baiklah, tadi katanya ada yang memiliki petunjuk pelaku penyerangan terhadap korban yaitu nona Liza?"tanya Briptu Agus langsung ke pokok permasalahan. Aditya mengangguk pada Raissa. "Ya Pak, saya punya informasi." kata Raissa sambil mengeluarkan ponselnya. "Sebelum kehilangan kesadaran Liza mengatakan kepada saya Topi biru. Beberapa hari ini Liza menceritakan ada seorang yang mencurigakan bertopi biru dibawa jembatan hanya berdiri saja tidak melakukan apa-apa. Saya punya perasaan tidak enak dan meneruskan untuk mengecek sendiri dan atas saran bos saya mengambil fotonya. Ini dia orangnya pak, karena saya ambil malam hari jadinya gambarnya agak gelap. Yang jelas orangnya mempunyai kumis mirip lele pak." kata Raissa sambil mengetuk foto di ponselnya. "Hmmm, baiklah, saya harus meminjam ponsel anda sementara, apakah anda mengizinkan?" tanya Briptu Agus. "Hah? apa tidak bisa dikirim via chat saja pak? atau blue tooth? saya tidak punya alat komunikasi lain." tanya Raissa. "Maaf tidak bisa, saya akan memberikan ponsel ini ke lab tech kami untuk dipertajam gambarnya, dan harus dari ponsel aslinya."kata Briptu Agus. Raissa mengerutkan kening. "Pakai punyaku dulu Sa, non aktifkan aplikasi chat di ponselmu dan copy contact number di ponselmu. Pindahkan ke ponselku." kata Aditya. "Hah? trus bapak pakai apa? bukannya ponsel bapak berisi informasi penting?"tanya Raissa ragu. "Itu ponsel kantor. yang kamu pinjam ini ponsel pribadi. Jangan khawatir, pakai saja. Toh tidak akan lama?" kata Aditya sambil memastikan dengan Briptu Agus. "Ah ya, kemungkinan 2 hari hingga seminggu." katanya. "Nah, tidak lama kan? ayo cepat lakukan!" perintah Aditya. Raissa tidak dapat menolak, menon- aktifkan aplikasi chat di ponselnya, dan mengcopy semu contacts number dan memindahkannya ke ponsel pribadi Aditya. Setelah itu Raissa menyerahkan ponselnya pada Briptu Agus. Briptu Agus menerimanya dan segera pamit mohon diri. Raissa mengantar hingga ke pintu UGD klinik lalu kembali ke dalam menemui Aditya yang sedang mengobrol dengan dr. Deasy.

"Dok, maaf saya meninggalkan Liza di RS, saya harus memberikan informasi pada polisi barusan." kata Raissa. "Tidak apa-apa Sa, Pak Aditya sudah menjelaskan, ada dr. Alex juga disana, aman lah itu.... Hanya cemas saja menunggu kabar. Luka yang dialami Liza cukup serius." kata dr. Deasy. Raissa mengangguk. " Sudah ada kabar?" tanyanya pada Aditya yang dibalas gelengan Aditya, "Operasinya masih berlangsung. Ini ponselnya, sudah kuganti aplikasi chatnya dengan punyamu. Lalu semua nomor kontakmu juga sudah ada disini. Tapi jangan hapus nomor kontak disini ya, dan jangan diberikan ke siapapun juga, mengerti!" kata Aditya. "Siap bos!" kata Raissa segera, lalu, "Beneran nih pak tidak apa-apa? ini ponsel bapak sama gaji saya, mahalan ponsel bapak lohh!!" kata Raissa begitu sadar melihat merek dan model ponsel milik Aditya. "Aku cuma minjemin, bukannya ngasih! sudah, tidak apa-apa! pakai saja! Ini adalah bentuk kontribusiku agar pelaku kejahatan terhadap Liza segera tertangkap!" kata Aditya. "Terimakasih banyak Pak, akan saya jaga dengan segala daya, upaya dan kekuatan yang ada dalam diri saya!" kata Raissa. "Sok kuat kamu, sudah, yang penting jangan dipamerkan, pasti kamu aman-aman saja."kata Aditya, Raissa hanya nyengir. "Baiklah, aku pulang dulu, kalau ada kabar apapun juga segera kabari saya, mengerti Raissa, dr. Deasy?" kata Aditya. "Baik pak!" kata keduanya serempak. Lalu Aditya segera keluar dari tempat itu. "Woowww.. dipinjemin ponsel pak Aditya, enak banget kamu Sa!"kata dr. Deasy auto ngiri. "Ssst.. dok, jangan bilang siapa-siapa ya, terpaksa nih. Habis mau gimana lagi. Ini aja rasanya kayak bawa beban berat banget di kantong, dibawa-bawa takut rusak, ditinggal takut di maling orang, serba salah ini!!!!" kata Raissa. "Hahahhaha.. derita mu Raissa!!! Hahahaha.. sudah, coba gunakan ponsel canggih pak Aditya itu cari kabar tentang Liza, biar ada gunanya dulu ponsel itu! dari pada berat dikantongmu!" kata dr. Deasy sambil tertawa. "Baik dok! saya ganti baju dulu ya dok. setelah itu saya akan cari kabar." kata Raissa lalu bergegas mengganti bajunya yang kotor.

halooo, maaf lama ya updatenya.. ada yang sakit soalnya,

ngomong ngomong, maaf jikalau ada kesalahan dalam menggunakan pangkat, yah namanya juga modal Mbah Google heheheh..

sekali lagi, cerita ini hanya fiksi, kalau ada kesamaan nama dan tempat itu hanya kebetulan saja.

nengLeiacreators' thoughts