webnovel

Rahasia Inang-inang Internesyenel

Takdir membuat Kenes Kalyani yang awalnya merupakan seorang putri penjual es kelapa muda serta kudapan ringan di Pantai Pulau Merah Banyuwangi, Indonesia, menjadi seorang istri milyuner super kaya, putra tunggal seorang billionaire pemilik jaringan hotel dibeberapa negara. Kebaikan hati serta kepolosannya sebagai gadis dusun, akhirnya berubah dingin dan kejam setelah terjadi kecelakaan yang menimpa keluarga suaminya. Selang beberapa bulan kemudian, suaminya dikabarkan meninggal dengan cara di mutilasi, sedangkan putra mereka satu-satunya diculik. Kondisi dari ulat, berubah menjadi kupu-kupu, lalu terhempas kembali menjadi perempuan miskin tanpa keluarga, membuat Kalya harus berjuang, menyamar sebagai Executive Courier International atau di tempat kelahirannya di Indonesia, orang menjulukinya Inang-inang Internesyenel. Kalya yang telah berdamai dengan keadaan, memutuskan untuk bangkit berdiri, menunjukkan kepada dunia, bahwa dia adalah wanita mandiri yang mampu berdiri tegar meskipun badai menerjang. Tidak ada lagi yang memberatkannya sejak Dimi meninggal. Satu-satunya kekuatan Kalya untuk bertahan selama ini, adalah Dimi. Namun sekarang, segala pertahanan tersebut runtuh bersama kepergian Dimi, satu-satunya pria yang paling mengerti dirinya dan mencintai Kalya dengan sepenuh hati tanpa syarat. Setidaknya, hal itulah yang diketahui oleh Kalya sampai detik ketika dia menyaksikan peti mati suaminya diturunkan perlahan ke liang lahat. Situasi membawa Kalya pada kenyataan ketika dia mendapati suaminya ternyata berada di antara komunitas pemuja setan yang tersembunyi di sebuah pulau rahasia. Mampukan Kalya merebut kembali suami dan putranya dari sekte tersebut? Jejak perjuangan Kalya terekam dalam kisah Rahasia Inang-inang Internesyenel.

Risa Bluesaphier · Urban
Not enough ratings
97 Chs

2. Merenung

Kalya duduk tepekur di sudut pembaringan sambil menatap sekeliling kamarnya. Prosesi pemakaman berlangsung sangat cepat, kurang dari 30 menit, namun khidmat. Dihadiri hanya orang-orang terdekat saja. Walaupun demikian, waktu yang sesingkat itu mampu menguras energi Kalya sehingga membuatnya seperti habis berlari puluhan kilometer.

Di dalam kamarnya, pertahanan Kalya runtuh total. Tangisnya pecah berkeping-keping, dia berteriak sekuat tenaga, namun teriakkan tersebut hanya menggema di dalam dadanya. Yang ke luar hanyalah isak tangis pilu yang lebih intens daripada saat dia menangis di pesawat.

Matanya yang mengembun, menatap nanar pada foto keluarga dalam posisi portrait di dinding yang terpasang sempurna. Dia, Dimi suaminya, serta Jose buah cinta mereka tersenyum bahagia, seolah-olah tidak akan pernah ada nestapa yang akan menghampiri mereka.

Di sampingnya, terdapat foto keluarga yang terpasang di kiri kanannya. Foto di sebelah kanan adalah mereka bersama keluarga Dimi. Di sana ada ayah dan ibu mertua serta nenek Dimi yang sangat mencintai serta menyayanginya. Pemuda gagah yang berdiri di belakang suaminya adalah Rodriguez, adik angkat Dimitri, kesayangan nenek Ornella. Tidak ada foto kakek Dimi, karena kakek meninggal setelah nenek Ornella melahirkan Matteo, ayah Dimi. Seperti kata pepatah, orang baik biasanya tidak berumur panjang. Kecelakaan merengut nyawa ketiganya dalam waktu bersamaan kakek Dimi yang telah lebih dulu pergi. Seandainya saja saat itu Dimi ikut bersama mereka, tentu Dimi juga akan pergi meninggalkan dunia ini bersama mereka.

Takdir telah menyelamatkan Dimi dari kecelakaan maut. Rodriguez yang lebih memilih untuk menemani saudara angkatnya --saat harus melakukan peresentasi ujian gelar master bidang politik-- ikut terselamatkan.

Tidak ada yang mengetahui bahwa dia, Dimi, Jose dan Rodriguez tidak ikut dalam perjalanan menuju Milan, untuk menghadiri pesta amal yang diselenggarakan perusahaan mereka. Rencananya mereka memang akan menyusul pada acara gala dinner saja. Namun kenyataan bicara lain. Mobil yang dikendarai orang tua dan nenek Dimi, mengalami kecelakaan tunggal saat melintasi area bebas hambatan saat menuju tempat acara.

Belum selesai penyelidikkan untuk memastikan kematian mereka apakah murni kecelakaan atau ada unsur kesengajaan, Dimi suaminya, telah menyusul mereka hanya dalam waktu tiga bulan saja. Tanpa terasa air mata kembali meleleh di pipi Kalya.

Dalam bingkai satunya lagi, adalah foto dirinya dan Dimi bersama keluarganya di Indonesia, yang diambil pada saat pernikahan mereka empat tahun lalu. Ibunya telah pergi karena penyakit diabetes, sementara ayahnya yang tidak terbiasa hidup tanpa ibunya menyusul hanya dalam kurun waktu lima bulan setelah kepergian ibunya. Saat itu Jose belum ada. Jadi tidak ada di dalam foto keluarga dari pihak Kalya.

Dimi dan Kalya sama-sama anak tunggal. Bedanya Dimi adalah anak seorang konglomerat, sedangkan dirinya hanyalah anak petani biasa di sebuah desa terpencil di Banyuwangi, Jawa Timur Indonesia.

Kalya teringat pertemuan pertama, saat itu dirinya tanpa sengaja menumpahkan kudapan ke dada seorang pria dengan pakaian kasual, yang bersiap untuk surfing di Pantai Pulau Merah Banyuwangi, tempat dia dan keluarganya mengais rezeki.

"Oh, maafkan aku Tuan, aku tidak sengaja." Meskipun itu bukan salahnya, Kalya tetap meminta maaf. Dia telah belajar, bahwa sebagai orang miskin, memiliki stok maaf yang banyak sangat diperlukan. Tidak perduli benar atau salah, orang miskin harus selalu meminta maaf terlebih dahulu, untuk menghindari masalah di masa depan.

"Tidak, kamu tidak salah. Aku yang tidak hati-hati hingga menabrakmu. Apakah ada yang terluka?" Pria itu berjongkok di samping Kalya, menunjukan empati dan kesopanan yang tidak diharapkan oleh Kalya.

Entah mengapa Kalya merasa tersipu, lalu serasa ada desir hangat yang menjalari tubuhnya, sampai dia tidak menyadari ketika tubuhnya telah dipapah dengan lembut oleh pria berambut gelap bermata almond dengan bola mata coklat kelam, untuk duduk di atas kursi pantai yang di sewanya.

"Duduklah, aku akan kembali dan membawakan air untukmu."

Baru saja pria tersebut akan berdiri, sebuah suara bariton milik pria berambut pirang berpotongan rapih, dengan bola mata biru terang menghampiri mereka sambil menenteng papan selancar.

"Oh, ada yang sedang bercengkrama rupanya. Aku menunggumu bermain dengan ombak sampai menyelesaikan dua gulungan dengan sempurna, tetapi kamu malah sedang asyik di sini bersama gadis cantik. Dimi, kamu membuatku kehilangan momen untuk menyombongkan diri di hadapanmu. Harusnya kamu tadi melihatku bagaimana dua ombak tersebut berhasil kutunggangi dengan sukses. Ombak di sini lumayan besar, dan belum banyak turis yang menyesaki area ini." Rupanya nama pria yang menabraknya adalah Dimi. Diam-diam Kalya mencatatnya dalam hati.

"Sudah, simpan saja kesombonganmu, Rod. Sekarang tolong belikan aku air atau apapun itu. Aku menabrak gadis ini dengan papan selancarku. Semoga tidak ada yang terluka atau memar."

Pria yang dipanggil Rod membelalakan matanya. "A-p-p-a? Kamu menabraknya dengan papan selancar?" Dengan kekhawatiran yang sulit disembunyikan, pria yang dipanggil Rod ikut membungkuk mencoba memeriksa tangan dan kaki Kalya, yang langsung ditepis oleh Dimi.

"Aku yang membuatnya celaka, aku yang harus memeriksanya. Kamu cepat pergi, cari air, makanan, obat, atau apa saja. Sana!"

Pria pirang tersebut kembali berdiri sambil mengangkat tangan menggoda Dimi. "Ow ow ow… ada yang mendadak posesif rupanya… apakah aku melewatkan sesuatu, Tuan D-i-m-i-t-r-i-o D-i-a-z?"

"Tuan Rodriguez Diaz, apakah perintahku tidak jelas?" Dimi menyambar pria yang ternyata bernama Rodriguez itu dengan tatapan tajam.

"Like a wish Mr. Dimitrio Diaz yang terhormat."

Dimi mengangguk tegas. "Segera laksanakan, atau aku akan mengikatmu di papan selancar, lalu melepaskan di laut agar menjadi mangsa hiu."

"Jangan membuatku takut, Tuan Dimi." Rodriguez masih saja menggoda.

"R-o-d-r-i-g-u-e-z yang terhormat…" Dimi menggeram, membuat Rodriguez langsung pergi sambil tertawa-tawa. Kalya ikut tertawa melihat adegan kedua pria konyol tersebut.

Dimi mengalihkan pandangannya pada Kalya yang sedang menahan senyum. "Dia adikku, Rodriguez Diaz." Dimi menjelaskan tanpa diminta. "Oh ya, aku Dimitrio Diaz, kakak dari Rodriguez." Kalya terkikik sambil menerima uluran tangan Dimitrio. Setelah dia menjelaskan bahwa Rodriguez adalah adiknya, tentu Dimi adalah kakak dari Rodriguez, namun Dimi justru mengulang-ulang, seolah Kalya tidak paham konsep kakak-beradik.

"Aku Kalya, lengkapnya Kenes Kalyani, putri dari pemilik kedai di sebelah sana. Aku sungguh tidak apa-apa. Tetapi karena aku telah menumpahkan pesanan seseorang, aku harus membuatnya lagi. Aku tidak mau mendapatkan complain dari tamu yang di sana itu.." Kalya menunjuk pada pasangan setengah baya yang sedang berjemur tidak jauh dari posisi duduk mereka.

Dimi tersenyum. "Jangan hawatir, mereka orang tuaku. Aku akan menjelaskan pada mereka."

Kalya sedikit terkejut, namun dia berusaha menyembunyikannya. "Tapi aku sungguh tidak apa-apa. Aku hanya perlu memberikan pesanan mereka, jika tidak, ayahku tidak akan memiliki uang untuk membeli beras bagi kami."

Dimi mengerutkan keningnya. "Kalian tidak bisa membeli beras untuk makan jika tidak menjual sesuatu hari ini?"

"Ya, tentu saja, menurutmu bagaimana?"

"Apakah kalian tidak punya tabungan?" Seumur hidup, dia tidak pernah tahu arti dari bertahan day by day untuk sekedar survive. Di mansionnya yang besar ada puluhan pelayan yang siap melayaninya dua puluh empat jam, serta banyak pengawal yang menjamin keselamatan mereka sekeluarga dari ancaman. Dan gadis ini baru saja mengatakan, "'jika dia tidak menjual sesuatu, mereka semua tidak bisa makan?' apakah ada kehidupan sesulit itu?"

"Bagaimana kami bisa menabung, jika untuk makan sehari-hari saja kami masih harus berhemat."

Dimi merasa hidupnya sangat diberkati setelah mendengar kata-kata Kalya. Dibandingkan dengan gadis ini, kehidupannya bagaikan langit dan bumi. Entah apa yang merasukinya, tiba-tiba Dimi merasa harus menjadi malaikat pelindung bagi gadis ini. Lalu tanpa disadari oleh Kalya, dia sudah menggendong Kalya menuju ke orang tuanya yang sedang berjemur.

Kalya yang kaget setengah mati berusaha untuk turun dari gendongan Dimitrio, namun ternyata pria itu sangat kuat. Kalya hanya bisa pasrah ketika dirinya berada dihadapan orang tua Dimitrio yang sedang berbaring, sementara dirinya berada dalam gendongan Dimitrio yang berdiri menjulang di hadapan kedua orang tuanya.

"Mom, Dad, ini Kalya. Aku tadi menabraknya dengan papan selancarku tanpa sengaja. Dia putri dari penjual kelapa muda di sudut sana." Dimi menunjuk dengan pandangan matanya. "Jadi mohon maafkan jika pesanan kalian akan sangat terlambat datang, Rod sedang mengurusnya. Sementara itu, aku akan membawa Kalya ke rumah sakit."

Belum sempat kedua orang tua Dimi memberikan jawaban, Dimi sudah pergi menuju mobilnya. Dua orang yang siaga di area parkir dengan sigap membuka pintu mobil bagian belakang untuk mereka, lalu membawanya ke sebuah villa, bukan rumah sakit seperti yang tadi Dimi katakan. Kalya benar-benar tercengang dengan semua yang baru saja terjadi tanpa mampu berkata-kata. Semuanya begitu cepat, mengalir begitu saja.

Kalya tersenyum mengingat awal pertemuan mereka. Dan sampai kapanpun, jika dibutuhkan dan bisa membuat Dimi kembali padanya, dia rela ditabrak papan selancar berkali-kali.

Air mata Kalya merembes diiringi senyum, antara sedih dan bahagia, mengenang masa lalu yang indah, semua memori yang berdesakan itu, telah mengaduk-aduk emosinya.