^^
2 Tahun lalu
Seorang gadis baru saja melangkahkan kakinya keluar dari kamar tidur, sembari berjalan ia mencoba menutup mulutnya yang tengah menguap sebagai tanda sisa-sisa kantuknya telah mengudara. Karena belum sempurna terbangun, ia berjalan sambil memejamkan matanya dan hanya membukanya sesekali ketika dirasa ia akan menabrak sesuatu, tembok atau meja misalnya.
Pada kedipan terakhirnya, ia mematung di tempat dan tidak melanjutkan langkahnya. Di sana, tepat di depan sana ada seorang pria tengah duduk membelakangi dirinya yang menunjukkan betapa lebar punggung serta bahu miliknya. *Ah, aku tidak ingin bertatapan dengan nya..*
*Kalau melihat pria ini, rasanya dadaku sangat sesak.*
Tepat lima detik kemudian pria yang ingin ia hindari menoleh ke belakang seakan menyadari keberadaan seseorang di belakangnya. Tapi seperti biasa, pria itu langsung mengabaikan nya, sangat acuh sampai membuat gadis itu ingin menundukkan kepala agar di anggap sama acuhnya.
Bukan, ia tidak ingin bersaing seperti siapa disini yang paling acuh. Bisa di bilang ia takut, tidak nyaman dan juga ingin pergi menjauh kalau bisa tidak berada dalam satu ruangan dengan pria itu. Pria dingin yang tak pernah menganggap dirinya ini manusia, bahkan ia seperti dianggap tidak ada.
Sebetulnya tak ada kekerasan atau tatapan memicing tajam yang mengancam dirinya, tapi tetap saja sikap dingin dan acuh pria itu adalah yang terburuk melebihi hal apapun. Meskipun mereka berada di dalam satu ruangan yang sama, pria itu hanya akan mengajaknya bicara seadanya dan seperlunya saja untuk selebihnya mereka berdua saling diam seperti dua orang yak tak saling mengenal.
"Kau tau kan. Sore ini ada pesta ulang tahun?"
Kim Minchae seketika membelalak, ia terkejut bahwa pria di seberang sana tiba-tiba mengajak dirinya berbicara. Ia jadi menahan tangan nya saat akan bergerak menuangkan air mineral pada gelas kaca berwarna putih itu.
"Akan ku kirim mobil pada jam 4."
Lanjut pria itu tanpa menunggu jawaban dari Minchae. "Iya." jawab Minchae, tak ada kata lain yang bisa ia ucapkan selain itu. Tak mungkin juga ia bilang tidak, atau kata yang lebih panjang lain nya.
Tanpa menahan lagi Minchae melanjutkan proses pembuatan teh yang telah menjadi rutinitasnya di pagi hari, setidaknya ia harus meminum beberapa teguk air berwarna merah nyaris coklat itu untuk membuat dirinya terbangun dengan sempurna.
"Ini acara keluarga jauh ku. Mereka kerabat yang datang di pernikahan kita."
"Jadi kita harus pergi."
Ujar pribadi bernama Kim Seojun itu lagi, Minchae merasa seseorang tengah berdiri di belakang tubuhnya jadi ia mengintip sedikit ke arah belakang dan...
Benar saja, Hyunjoong sudah berdiri tepat berjarak lima langkah di belakangnya.
Jika kalian penasaran apa hubungan yang terjalin diantara mereka maka jangan terkejut saat mengetahui faktanya. Mereka berdua berada dalam sebuah ikatan pernikahan, yang mana mengharuskan mereka untuk tinggal dalam satu atap dan tentunya akan sangat sering bertemu. Bayangkan betapa sesaknya dada Minchae karena harus menahan rasa takutnya karena tinggal dengan pria sedingin Kim Seojun yang kini telah menjadi suaminya.
Tunggu, sepertinya Minchae lupa memberitahu bahwa level acuh suaminya tidak sampai seperti orang yang sama sekali tidak kenal padanya. Ia tadi sempat berpikiran seperti itu karena ingat semalam ia harus pulang tengah malam, menemani suaminya untuk menghadiri acara perusahaan yang diadakan jauh di luar kota. Sekuat tenaga Minchae menahan kantuknya, ia bersikeras menahan diri agar tidak tertidur meskipun Seojun berulang kali menyuruh dirinya tidur di dalam mobil selama perjalanan mereka pulang ke rumah.
Memang benar Seojun adalah sosok yang acuh dan Minchae merasa sulit untuk dekat dengan nya. Beberapa kali Minchae ingin mencoba dekat atau sekedar mengajak berbicara lebih dulu, tapi nyatanya selalu gagal. Ia takut jika dianggap melewati batas atau yang semacamnya.
"Rumahnya cantik. Kau akan suka melihat nya."
Kim Seojun baru saja meletakkan gelas bekas ia meminum kopi tadi dari belakang tubuh Minchae, otomatis Minchae merinding karena suara Seojun terdengar terlalu dekat dengan nya.
Minchae yakin Seojun tidak benar-benar peduli ia akan suka atau tidak dengan rumah yang menjadi lokasi acara pesta sore ini, ia juga berpikir Seojun sekedar mengatakan nya sebagai formalitas saja. Memangnya sejak kapan Seojun peduli dengan nya?
Meskipun Seojun tidak jahat, Minchae benar-benar bisa merasakan ada sebuah tembok besar yang menjulang tinggi berada di tengah-tengah mereka. Tentu saja Minchae tidak berhak protes atau mempertanyakan perihal ketidak nyamanan nya atas perlakuan yang diberikan oleh Seojun padanya. Ada satu hal yang perlu ia tekankan pada dirinya sendiri yaitu adanya peraturan yang di tentukan sejak pertama kali ia menginjakkan kaki ke rumah ini.
Peraturan?
Ya, Kim Seojun dan Kim Minchae tidak menjalani pernikahan seperti pasangan suami istri pada umumnya.
Alias PERNIKAHAN KONTRAK.
Pernikahan kontrak yang menjadi alasan semua keluhan yang Minchae rasakan menjadi mungkin dan lebih bisa di pahami. Siapa juga yang betah hidup serumah dengan seorang pria yang jelas-jelas tidak saling peduli dengan dirinya, memiliki jarak yang begitu jauh seperti tak akan tergapai olehnya, jika bukan karena adanya suatu perjanjian diatas kertas dengan beberapa persyaratan tertentu.
-Sebelah kanan, ada sebuah pintu berwarna abu-abu tua. Itu adalah area Kim Hyunjoong.
Area terlarang yang tak bisa Minchae masuki.
Jujur ini sungguh melelahkan bagi Minchae karena batas waktu yang di tentukan masih lama sebelum perjanjian kontrak mereka berakhir.
••
"Terimakasih sudah datang."
Disana, di tengah ramainya pesta, terdapat dua orang dengan warna baju senada. Sepertinya memang sengaja dibuat sama untuk menandakan bahwa mereka adalah sepasang suami istri yang kompak dan bahagia tentunya. Di sisi sebelah kiri itu seorang gadis muda yang kira-kira usianya tidak beda jauh dari Minchae tengah menyapa para pengunjung pesta di acara ulang tahun nya, di sebelahnya ada sang suami yang setia mendampingi.
Lekukan mata yang tulus terpancar indah di mata gadis itu seolah ia telah menemukan kebahagiaan di dalam hidupnya, yaitu sang suami tampan yang mengasihi dirinya. Meskipun tidak di ucapkan secara langsung oleh sang suami, semua orang disini tentunya paham bahwa ia sangat mencintai istrinya.
Sungguh menghangatkan hati bukan?
Membicarakan tentang cinta, Minchae rasanya ingin menertawakan dirinya sekeras mungkin. Mana ada hal semacam itu di dunia ini, Minchae tidak pernah percaya bahwa perasaan meluap-luap yang dinamakan cinta itu sungguh ada.
Atau kalau memang ada, mungkin Minchae adalah salah satu gadis tidak beruntung yang tidak diberi kesempatan untuk merasakan nya. Selain cinta pada orang tua, Minchae belum pernah menemui perasaan seperti itu. Bayangkan seseorang sampai tidak berselera makan selama berhari-hari hanya karena bertengkar dengan kekasihnya. Bukankah itu konyol?