Aroma teh memenuhi kediaman Raja Jeongwoo, yang saat ini sedang bersama dengan anak keduanya---Putra Mahkota Yi Jin. Setelah anaknya itu selesai melakukan salam pagi pada ibu suri, ia meminta sang anak untuk mengunjunginya karena ada sesuatu hal yang ingin dibahasnya. Pria berjubah merah itu tersenyum tipis setelah menyesap sedikit tehnya.
"Ini teh yang sangat enak, bukan begitu donggung?" tanya Raja Jeongwoo yang dijawab dengan anggukkan kepala sang anak. "Omong-omong, berapa usiamu saat ini?"
Sebelah alisnya karena sang ayah menyinggung usianya. Dirinya sepertinya tahu apa yang akan dibahas oleh ayahnya itu. "Tahun ini aku akan berusia 17 tahun, Abba mama. Kenapa?"
"Ah, rupanya kau sudah melewati usia pernikahan," ujar Raja Jeongwoo diakhiri dengan kekehan kecil. "Jika mendiang wang daebi mama tidak meninggal empat tahun lalu, mungkin sekarang kau sudah memiliki pasangan, bukan begitu?"
Yi Jin menganggukkan kepalanya. "Abba mama, apa abba mama berencana untuk segera menikahiku?"
"Tentu saja. Aebi sangat ingin melihatmu menikah, lalu melihat cucu yang terlahir dari menantuku dan bermain bersama cucu-cucuku, itu keinginan aebi sebelum mati," jelas Raja Jeongwoo. "Karena itu, dalam waktu dekat aebi akan memberlakukan pembatasan pernikahan."
Senyuman segera terbit di wajah Yi Jin setelah mendengar ucapan sang ayah. Ia sungguh sangat senang dengan pembatasan pernikahan, karena artinya pemilihan putri mahkota akan dilaksanakan. Yi Jin sangat ingin Chae Yoon yang akan menjadi pendampingnya kelak.
"Kau terlihat bersemangat sepertinya, Donggung. Apa kau memiliki seorang gadis di hatimu?" tanya sang raja membuat wajah putranya itu segera memerah karena malu. Melihat wajah sang anak memerah, Raja Jeongwoo tertawa kecil karena putranya itu jadi terlihat lucu. "Rupanya memang ada. Kalau boleh tahu, siapa gadis yang kau sukai itu?"
"Astaga abba mama, kenapa tiba-tiba menyimpulkan hal seperti itu?" tanya Yi Jin terdengar salah tingkah.
"Karena wajahmu menunjukkannya, Donggung. Jadi, aebi berpikir kau memiliki gadis di hatimu saat ini," jelas sang raja. "Jadi, siapa dia?"
"Kim Chae Yoon," jawab Yi Jin dengan seulas senyuman tersungging di wajahnya.
"Kim Chae Yoon? Maksudmu, putri dari Kim Hak Yoon?" tanya Raja Jeongwoo memastikan. Sejujurnya ia tidak menyangka jika sang anak rupanya menyukai Chae Yoon, selama ini ia pikir hubungan mereka tidak lebih dari sebatas sahabat. Tapi rupanya tumbuh rasa cinta pada putranya itu.
"Iya, Abba mama. Selain itu, Chae Yoon sudah kembali ke Hanyang jadi jika pemilihan tiba dia pasti akan mengikutinya." Binar kebahagiaan jelas terpancar di kedua manik mata Yi Jin saat ini. "Abba mama, apa abba mama bisa menjadikannya pasanganku nanti?"
Raja Jeongwoo terlihat terkejut mendengar permintaan sang anak. Pria itu lalu tertawa kecil untuk menghilangkan rasa terkejutnya itu. "Aigoo donggung, aebi tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu. Maafkan aebi ya," jawabnya membuat Yi Jin menghela napas kecewa.
"Tidak apa-apa, Abba mama," ujar Yi Jin diakhiri senyuman di wajahnya. "Kalau begitu aku izin pamit undur diri, sebentar lagi kelasku akan dimulai, Abba mama."
"Ah baiklah, belajarlah dengan rajin, Jin-a," ujar Raja Jeongwoo diakhiri senyumannya.
~"~
Untuk sekian kalinya Shin Yoo Ri menghela napasnya kasar sepanjang perjalanan menuju kediaman laki-laki yang akan dijodohkan dengannya. Pagi tadi sang ayah memaksanya untuk tetap pergi untuk menemui keluarga laki-laki yang dijodohkan kepadany. Sejujurnya ia sangat penasaran dengan sosok laki-laki yang dijodohkan kepadanya. Setampan apa laki-laki itu? Dan apa jabatan ayah laki-laki itu sampai membuat ayahnya bersikukuh menjodohkan dirinya.
Tandu yang membawanya mulai berhenti bergerak, tanda jika ia sudah sampai di kediaman laki-laki itu. Pintu tandu lalu dibuka oleh Bong yang juga ikut pergi bersama keluarganya. Terdiam beberapa detik, ia melihat bangunan rumah di hadapannya. Terasa tidak asing. Dengan bantuan Bong yang mengulurkan tangannya, Yoo Ri keluar dari tandunya.
Bangunan rumah nan megah di hadapannya itu membuat ia tidak bisa menutupi rasa kagumnya. Pantas saja ayahnya bersikukuh menjodohkannya dengan pemuda kediaman itu, rupanya rumahnya saja lebih besar dari rumahnya. Tapi, ia benar-benar merasa tidak asing dengan rumah itu. Sepertinya ia pernah mengunjunginya jauh sebelum ini.
"Apa kau mengingat rumah ini?" tanya Nyonya Ahn sambil menghampiri sang anak.
Yo Ri menggelengkan kepalanya. Ternyata dulu ia memang pernah mengunjungi rumah tersebut, pantas saja ia merasa tidak asing. "Memangnya rumah siapa ini?"
"Aigoo! Min Gyu Hyungnim!"
Seorang pria bangsawan keluar dari rumah tersebut. Pria bangsawan itu terlihat bahagia karena bertemu dengan Tuan Shin. Pria itu bahkan berlari kecil dan memeluk Tuan Shin untuk melepas rasa rindunya.
"Sudah lama tidak berjumpa," ujar Tuan Shin. "Bagaimana kabarmu, Kang Hyun Jong?"
Kang Hyun Jong melepas pelukannya itu sebelum menjawab, "Tentu saja kabarku baik, Hyungnim. Aku sungguh senang karena kau menerima tawaran ini." Atensi Tuan Kang lalu teralih kepada Yoo Ri yang berdiri di samping ibunya. "Wah lihatlah, putrimu kini sama cantiknya dengan istrimu, Hyungnim."
Nyonya Ahn tertawa kecil mendengar pujian Tuan Kang untuk putrinya itu. Semalam dirinya diberitahu sang suami laki-laki yang akan dijodohkan dengan putrinya, yaitu putra dari Kang Hyun Jong. Ya, dirinya merasa tenang karena laki-laki yang kelak menjadi suami anaknya adalah orang yang ia kenal dengan baik. "Astaga, kau berlebihan, Hyun Jong-ssi."
"Ah, mari masuk. Tae Oh sudah menunggu di dalam dengan ibunya."
"Tae Oh?" gumam Yoo Ri saat mendengar nama itu disebut oleh Tuan Kang. Seketika dirinya mengingat kapan dan juga apa yang pernah ia lakukan di rumah yang besar itu.
~"~
Senyuman jelas terlukis di wajah Kang Tae Oh saat bertemu dengan Shin Yoo Ri setelah beberapa tahun tidak bertemu. Dulu, sekitar sepuluh sampai sebelas tahun yang lalu, dirinya dan Yoo Ri cukup dekat dan terkadang bermain bersama. Tetapi sembilan tahun lalu dirinya harus meninggalkan Hanyang dengan keluarganya dan tahun lalu mereka kembali lagi ke Hanyang. Saat ini keduanya berada di gazebo yang berbeda dengan kedua orangtua mereka. Kedua orangtua mereka menyuruhnya untuk menikmati waktu berdua.
"Aku tidak menyangka jika kau yang akan dijodohkan denganku, Yoo Ri-ya," ujar Tae Oh.
"Aku juga tidak mengira orabeoni-lah yang abeoji jodohkan padaku. Pantas saja dia begitu bersikukuh menyuruhku menerima perjodohan ini," jelas Yoo Ri. Usianya dengan pemuda itu hanya berbeda dua tahun saja, saat ini usia Yoo Ri sudah memasuki 16 tahun dan Tae Oh berusia 18 tahun tentunya.
"Tunggu sebentar." Tae Oh menatap Yoo Ri yang sedang menyesap tehnya. "Kau mengatakan ayahmu bersikukuh menyuruhmu menerima perjodohan ini?"
Yoo Ri menganggukkan kepalanya. "Bahkan abeoji juga mengatakan jika aku melihat laki-laki yang akan dijodohkan padaku, maka aku akan berubah pikiran."
"Artinya, kau tidak menerima perjodohan ini?" tanya Tae Oh. Nada bicaranya terdengar sedih, begitu juga dengan wajahnya.
Kembali Yoo Ri menganggukkan kepalanya. "Dulu aku memang menyukai orabeoni, dan orabeoni tahu itu. Tapi sekarang, tidak lagi."
Tae Oh menghela napasnya setelah mendengar pengakuan dari Yoo Ri. Sungguh dirinya merasa sedih mengetahui hal tersebut. "Jadi, kau ingin perjodohan ini tidak berlangsung?"
"Jika orabeoni tidak keberatan, aku ingin orabeoni juga menolak perjodohan ini. Sejujurnya ada laki-laki yang aku sukai saat ini."
Hati Tae Oh semakin sakit setelah mengetahui fakta lain dari Yoo Ri. "Baiklah, jika kau tidak ingin perjodohan ini berlangsung, aku akan mengabulkannya. Lagipula, jika aku egois dengan tetap memaksamu menerima perjodohan ini, kita tidak akan bahagia dalam menjalani pernikahan."
Seketika Yoo Ri merasa bersalah setelah mendengar ucapan Tae Oh. Laki-laki di hadapannya ini rupanya menginginkan perjodohan ini berlangsung.
"Tapi, bolehkah aku tetap menyimpan rasa sukaku padamu, Shin Yoo Ri?" tanya Tae Oh tiba-tiba.
"Jangan. Lebih baik orabeoni melupakannya dan carilah pasangan yang benar-benar mencintaimu," jwab Yoo Ri. "Selain itu, terima kasih karena sudah mengabulkan keinginanku dan aku minta maaf."