webnovel

Moon Bounce

Emma menemukan angka-angka yang dipahat ayahnya 13 tahun lalu di tiang antena itu dan segera mengambil fotonya. Setelah termenung sebentar karena mengingat masa lalu, akhirnya ia kembali ke tempat Haoran berdiri dan mengajaknya untuk turun.

"Kita sudahi sampai di sini. Aku sudah menemukan petunjuk yang kucari," kata gadis itu tegas. Haoran mengangguk saja ketika Emma memegang tangannya dan membawanya melayang turun ke tanah.

"Kenapa kita tidak terbang saja ke hotel?" tanya Haoran.

"Aku tidak tahu jalan," kata Emma sambil mengangkat bahu. "Pemandangan dari atas sana dan pemandangan di bawah sini berbeda. "

"Oh.. benar juga," Haoran baru mengerti. Bagi mereka akan lebih gampang terbang ke arah Menara Eiffel misalnya karena menara itu sangat tinggi dan dapat dilihat dari mana pun. Tetapi, tentu sulit menemukan hotel Nobel tempat mereka menginap dari Menara Eiffel sini.

Akhirnya memang pilihan terbaik adalah berjalan kaki pulang atau naik taksi. Mereka memilih naik taksi untuk kembali ke hotel. Di dalam taksi, keduanya sama sekali tidak membahas apa yang terjadi malam itu. Mereka tak ingin supir taksi mendengarkan pembicaraan mereka.

Setelah mereka tiba kembali di lobi hotel barulah mereka kembali membahas petunjuk yang Emma temukan di menara antena.

"Rasanya aku ini seperti mengumpulkan berbagai petunjuk dalam kepingan puzzle untuk menemukan informasi lengkap tentang orang tuaku," cetus Emma. "Ternyata ayahku meninggalkan nomor koordinat rumah kami di bulan. Ia sengaja menaruhnya di tempat yang tidak mungkin dibaca orang lain."

"Oh.. maksudmu di menara antena tadi?" tanya Haoran. "Seperti apa koordinatnya?"

Emma mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar yang tadi diambilnya. "Ini."

"Jangan-jangan ini posisi kapsul orang tuamu berada di bulan..." kata Haoran antusias. "Kalau begitu, kita hanya perlu memberikan koordinat ini kepada Goose, biar dia yang mencari."

"Kau pikir begitu?" tanya Emma. "Apakah menurutmu Goose bisa dipercaya?"

"Goose menjalankan bisnis kepercayaan. Ia tidak peduli kau siapa. Dulu ia bahkan tidak akan peduli siapa yang menyewa jasanya, asalkan mereka dapat membayar. Ia takkan dapat bertahan di profesinya tanpa adanya kepercayaan di antara ia dan kliennya. Sekarang, ia berubah... ia sudah terang-terangan menolak pekerjaan dari dunia hitam. Kau lihat sendiri, ia sudah dua kali bersedia membantu kita tanpa menerima bayaran. Aku rasa dia bisa dipercaya."

Emma berdiri terdiam di depan pintu lift. Ia ingin sekali mempercayai Goose sepenuhnya seperti apa yang dilakukan Haoran. Tetapi masalahnya, ia sama sekali belum pernah berhubungan dengan Goose dan tidak tahu seperti apa orangnya.

"Haoran.. kurasa, aku tidak mau mengambil risiko..." kata Emma akhirnya.

DING

Pintu lift terbuka dan mereka pun masuk ke dalamnya. Haoran memencet tombol 5 dan 10.

"Kau tidak mau meminta bantuan Goose?" tanya Haoran memastikan. "Ia bisa meneliti koordinat ini dan segera memberikan jawaban yang kau cari."

Emma menggeleng. "Kita tidak tahu dia siapa dan berada di mana. Kalau ia mengkhianati kita dan mengambil informasi ini untuk dirinya sendiri, maka aku akan kehilangan rumah kami di bulan. Aku tidak mau mengambil risiko."

"Lalu, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Haoran. "Kita tidak punya kemampuan seperti Goose untuk meretas satelit."

Emma mengepalkan kedua tangannya dan wajahnya tampak dipenuhi tekad. "Aku bisa belajar. Aku akan mencari tahu sendiri, tanpa meminta bantuan Goose. Aku akan bersabar. Kau sendiri yang bilang bahwa kita mungkin akan perlu waktu bertahun-tahun..."

Haoran tertegun melihat tekad Emma. Ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau itu maumu."

Lift berhenti di lantai 5 dan pintu terbuka, tetapi Emma tidak keluar. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Ini lantaimu," kata Haoran.

"Hmm... aku tahu." Emma hanya melengos acuh dan memencet tombol untuk menutup lift. Lift itu kembali bergerak ke lantai 10. Haoran hanya mengerutkan kening melihatnya. Ia tidak mengira Emma akan ikut ke kamarnya. Ketika lift berhenti di lantai 10 dan pintunya terbuka, Emma segera menarik tangan Haoran keluar sambil berkata, "Ada yang mau kubahas denganmu."

"Hmm..." Haoran mengikuti Emma yang menarik tangannya menuju ke suite-nya di 1012. Setelah mereka tiba di depan pintu, pemuda itu membuka pintu suite-nya dengan kartu akses lalu keduanya melangkah masuk.

Emma segera duduk di sofa dengan wajah serius. "Keluarkan laptopmu."

"Sebentar," kata pemuda itu. Ia mengambil laptopnya dari ruang kerja dan menyerahkannya kepada Emma. "Passwordnya 1204."

Emma mengangguk mengerti. Ia membuka laptop Haoran dengan password yang diberikannya tadi sementara Haoran pergi ke dapur kecil di suite-nya dan merebus air panas untuk menyiapkan teh.

"Ada pesan masuk dari Goose," kata Emma tiba-tiba. Ia melihat ada pesan dari username Goose dan ia merasa hal itu ada hubungannya dengan tugas yang mereka berikan kepada Goose untuk melacak keberadaan orang tuanya.

"Buka saja," kata Haoran dari dapur. Ia asyik memilih-milih teh yang akan dibuatnya. "Kau mau teh buah atau chamomile?"

Emma merasa tersentuh atas sikap Haoran. Pemuda itu sangat mempercayainya dan bahkan tidak sungkan memberikan password untuk membuka laptopnya dan kini bahkan membiarkan Emma membuka pesan dari Goose.

Dengan dada berdebar-debar Emma membuka pesan itu. Ia telah berkali-kali mendengar dari Haoran bahwa Goose adalah hacker terbaik dunia dan ia berharap sang hacker benar-benar akan dapat memberikan petunjuk tambahan bagi Emma untuk mencari orang tuanya.

[Seumur hidupku, baru sekali ini aku harus mengaku gagal. Aku telah menjalankan beberapa ratus pencarian sekaligus selama 24 jam, tetapi tidak mendatangkan hasil. Aku bahkan menelusuri data hingga lima belas tahun yang lalu. Ini sungguh mencurigakan. Seolah di mana pun mereka berada tidak pernah terekam oleh kamera mana pun. Aku belum pernah menemukan hal seperti ini.]

Pesan dari Goose ini membuat Emma merasa kecil hati. Bahkan Goose yang kata Haoran merupakan hacker terbaik saat ini, tidak dapat menemukan orang tuanya. Gadis itu menggigit bibirnya dan mencoba berpikir.

Sesaat kemudian ia mengetik balasan untuk Goose. Ia menduga orang tuanya memang menyembunyikan diri agar wajah mereka tidak tertangkap kamera mana pun di seluruh dunia karena mereka ingin menyembunyikan diri. Tetapi tidak mungkin mereka dapat menyembunyikan tubuh mereka terus-menerus.

[Mereka adalah peneliti yang bekerja dalam proyek rahasia dan terbiasa menyembunyikan diri. Kau mungkin bisa menemukan pola di antara foto maupun video pasangan yang wajahnya samar. Sangat mudah bagi mereka untuk mengelabui kamera pengawas di seluruh dunia dengan menggunakan infrared. Wajah mereka tidak akan tertangkap kamera. Tetapi tubuh mereka tetap akan terlihat. Mungkin, kalau kau bisa menemukan pola-pola gambar seperti itu, dua orang, lelaki dan perempuan yang wajahnya kabur dari tangkapan kamera... maka kau akan bisa menemukannya. Coba cek database kamera pengawas di Paris pada bulan Februari 2043.]

Setelah memencet tombol KIRIM, Emma menaruh laptop Haoran di meja dan menarik napas. Ia telah memberikan petunjuk yang sangat spesifik kepada Goose. Ia berharap sang hacker akan dapat mempersempit pencariannya dan menemukan petunjuk tentang orang tua Emma.

Ia tahu di akhir musim dingin tahun 2043, Kaoshin dan Arreya Stardust berada di Paris, karena mereka menuliskan koordinat untuk Marie di Menara Eiffel, dan kemudian mereka membawanya ke panti asuhan. Goose pasti akan dapat menemukan data penampakan mereka di kamera pada bulan itu.

Emma ingin tahu, kemana orang tuanya setelah menaruhnya di panti asuhan. Dari situ, ia akan mencari jejak mereka selanjutnya.

"Apa kata Goose?" tanya Haoran sambil membawa teko berisi teh dan dua buah cangkir. Ia menaruhnya di meja di depan Emma dan menuangkan teh untuk mereka.

Emma mengambil laptop Haoran dan menunjukkan pesannya kepada Goose. Pemuda itu hanya mengangguk-angguk. Belum sempat ia berkomentar, telah masuk pesan dari Goose lagi.

[Ini sangat membantu! Kau benar. Manusia bisa dengan mudah menghindari kamera pengawas dengan infrared. Kau pandai sekali. Aku akan membuat pencarian baru yang lebih spesifik.]

Haoran mengetik balasan untuk Goose. [Terima kasih, Goose.]

Ia dan Emma lalu saling bertukar pandang.

"Sekarang kita tinggal menunggu," kata Haoran kemudian. Ia lalu menyerahkan secangkir teh untuk Emma. "Minumlah dulu. Sepertinya ada hal penting yang ingin kau bahas."

Ia melihat jam tangannya dan membuat Emma merasa bersalah karena masih mengambil waktu Haoran walaupun waktu sudah menunjukkan tengah malam.

"Kau sudah mau tidur? Apakah aku mengganggumu?" tanya gadis itu dengan suara sungkan.

Haoran menggeleng. "Sama sekali tidak. Kau jangan sungkan kepadaku."

"Hmm.. baiklah." Emma mengangguk. "Terima kasih."

Ia menyesap tehnya lalu tampak menimbang-nimbang.

"Sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu," komentar Haoran yang juga meminum tehnya. "Kau bisa mengatakannya kepadaku."

Emma menatap Haoran agak lama dan kemudian menaruh cangkirnya di meja. "Uhm... kau bilang, ayahmu berinvestasi di SpaceLab, kan? Aku perlu menggunakan koneksi ke SpaceLab untuk dapat mengirim pesan ke bulan menggunakan Deep Space Network[1]. Jaringan DSN SpaceLab adalah yang terbaik di dunia saat ini. Jadi kita tidak perlu menggunakan jasa Goose. Aku mau mengirim pesannya sendiri."

Haoran tampak sangat kalem mendengar kata-kata Emma. "Kau mau mengirim pesan seperti apa? Kalau hanya pesan radio, tidak harus menggunakan koneksi SpaceLab. Kita bisa mengirim pesan dengan gelombang radio ke sana. Sudah banyak orang yang melakukannya selama hampir seratus tahun ini. Kau tahu Moon Bounce[2]? Malah ada semacam perkumpulannya untuk orang-orang yang senang memancarkan pesan ke bulan menggunakan teknik E-M-E, Earth-Moon-Earth. Kita tinggal memancarkan gelombang radio ke bulan dan nanti gelombangnya akan dipancarkan balik oleh permukaan bulan. Hanya perlu waktu 2,5 detik untuk melakukannya."

Emma menatap Haoran dengan wajah tercengang. "Kenapa kau bisa tahu semua ini?"

Pemuda itu hanya menggaruk kepalanya sambil tersenyum senang. "Aku memang meminati astronomi. Sejak tahu ayahku berinvestasi di SpaceLab, aku sudah bertekad untuk suatu kali masuk ke sana. Kau tidak tahu tentang moon beam?"

Emma menggeleng. "Aku tidak berminat pada astronomi sebelum ini."

"Ahh..." Haoran menepuk dadanya dan berkata dengan antusias. "Aku tahu banyak tentang angkasa luar. Aku akan membantumu mengirim pesan ke bulan."

.

.

.

[1] Deep Space Network = Jaringan di seluruh dunia dari fasilitas komunikasi pesawat ruang angkasa A.S., yang berlokasi di Amerika Serikat (California), Spanyol (Madrid), dan Australia (Canberra), yang mendukung misi pesawat ruang angkasa antarplanet NASA. Ini juga melakukan pengamatan astronomi radio dan radar untuk eksplorasi Tata Surya dan alam semesta, dan mendukung misi yang mengorbit Bumi. DSN adalah bagian dari NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL). Jaringan serupa dijalankan oleh Rusia, Cina, India, Jepang, dan Badan Antariksa Eropa.

Dalam novel ini, Deep Space Network yang dimaksud Emma adalah jaringan program angkasa luar yang dimiliki SpaceLab dengan kolaborasi bersama semua program antariksa milik pemerintah negara-negara di dunia.

[2] Moon Bounce = Komunikasi Bumi – Bulan – Bumi (EME), juga dikenal sebagai Moon bounce, adalah teknik komunikasi radio yang bergantung pada perambatan gelombang radio dari pemancar berbasis bumi yang diarahkan melalui refleksi dari permukaan Bulan kembali ke berbasis Bumi. penerima.

Bisa dibilang, novel ini adalah salah satu novel yang paling susah ditulisnya.. ahahah.. karena saya harus ngecek semua data dan fakta setiap kali mau menuliskan sesuatu. Seperti di bab ini tentang Deep Space Network dan Moon Bounce.

...

Tapi seru ya?! Saya juga dapat pengetahuan baru jadinya :).

Missrealitybitescreators' thoughts